48 - A Letter

150 10 0
                                    

Happy reading!

Reon memandang wajah Ariana yang terlihat pucat dengan mata yang masih terpejam. Namun, itu tidak membuat Reon merasa simpati. Wajahnya sudah terlihat sangat berbeda dengan Ariananya membuat Reon menatapnya dengan dingin. Rambut yang terlihat lebih gelap dari biasanya dengan wajah yang berbeda membuat Reon tidak lagi bisa merasakan getaran di hatinya seperti dulu.

"Kau disini." William menghampiri Reon yang menatap Ariana yang terlelap. Reon hanya mengangguk kecil sebagai jawaban, "Wajahnya sekarang tidak seperti dulu."

"Kau sudah bisa melihatnya?" Mata William yang membulat menunjukkan keterkejutan yang sangat jelas.

"Rambut coklatnya cukup gelap dari biasanya." 

"Ya, ini Ariana yang sebenarnya." William ikut menatap wajah Ariana, ia tidak tahu apakah ia harus merasa sedih atau senang dengan penjelasan yang Reon katakan. 

"Kau sudah berbicara dengan ayahku?"

"Ya, dia terlihat cukup terkejut dengan penjelasanku." 

Ucapan Reon membuat Wiliam mengingat kembali apa yang terjadi setelah percakapannya dengan Polo. Ayahnya ternyata membantu Kaisar yang sekarang berkuasa untuk melakukan kudeta hanya untuk mendapatkan hak mengendalikan para penyihir dan menyelamatkan anak dan istrinya yang terjebak di dimensi lain.  

Selama ini William hanya tahu jika ibu dan adik bungsunya itu menjadi korban setelah adanya serangan di kastilnya oleh seorang penyihir yang memliki dendam terhadap ayahnya. Segala cara sudah ayahnya lakukan untuk mengembalikan ibu dan adiknya itu, namun pada akhirnya mereka hanya bisa mengatakan jika hanya penyihir yang memindahkan mereka yang bisa mengembalikannya. Sayangnya penyihir itu harus membayar perbuatannya setelah melakukan teleportasi terhadap 2 orang yang akhirnya membuat energinya habis dan merenggut nyawanya.

***

"Kupikir aku benar - benar kehilangan mereka, namun seperti keajaiban, dia ada di hadapanku selama ini." William dan Reon kini sedang duduk di kursi taman yang tepat berada di depan kamar Ariana. Berbicara dengan lebih tenang sambil membayangkan apa yang wanita itu lihat saat berada di tempat ini. 

"Kau tahu, Ariana pernah bertanya padaku tentang hidup sebagai dua orang, kupikir dia hanya penasaran, namun setelah kupikirkan lagi sepertinya saat itu dia sangat kesulitan dan menderita karena harus menanggung banyak hal sendirian. Kalau saja aku lebih peka saat itu." Helaan nafas berat Reon membuat William menatapnya iba, ternyata tidak hanya dia yang merasa menyesal.

"Aku meminta maaf karena membuatmu harus datang ke tempat ini. Ariana juga meminta maaf padamu karena tidak bisa berpamitan untuk terakhir kalinya, sehingga ia menyampaikan permintaan maafnya padamu melaluiku." Wajah Reon yang menatapnya, membuat William melanjutkan perkataannya, "Tapi jika kau tidak melihat  perubahan yang terjadi padanya, dia menyuruhku untuk membiarkanmu berfikir jika dia adalah wanita yang sama."

"Ck, dasar wanita jahat." Reon membuang pandangannya, namun senyum kecil terlihat di ujung bibirnya.

"Dia juga mengatakan, jika kau sadar dan mengetahuinya, dia menitipkan sesuatu untukmu." Perubahan ekspresi Reon membuat William cukup terhibur, karena biasanya lelaki ini hanya memberikan ekspresi serius yang membosankan jika berbicara dengannya.

William menyerahkan surat berwarna biru dengan nama Reon yang tertulis di surat itu. Reon dengan semangat mengambil surat itu dan menatapnya dengan pandangan yang sulit diartikan.

"Karena dia tidak bisa berpamitan dan pergi begitu saja, akhirnya ia menitipkan surat ini padaku." Reon segera membuka surat yang Ariana tulis untuknya.

Surat yang nyaris terisi satu halaman itu membuat Reon membacanya secara perlahan. Ia ingin membayangkan bagaimana Ariana berusaha menyampaikan perasaannya melalui surat ini.

Hai.. apa kau baik - baik saja?

Jika kau membaca surat ini kemungkinan kau sudah tahu jika aku sudah pergi meninggalkan dunia ini. Sudah lama aku ingin mengatakan jika aku bukanlah Ariana yang kau tahu. Tapi pada akhirnya aku selalu mengurungkan niatku entah karena aku yang tidak siap mendengar jawabanmu atau wajah tidak percaya yang mungkin kau tunjukkan padaku saat mendengarnya. Namun, itu bukan karena aku tidak mempercayaimu, tapi lebih karena aku hanyalah seorang pengecut yang hanya bisa bersembunyi dalam tubuh ini.

Kau harus tahu sudah berapa ratus kali aku berfikir untuk menceritakannya padamu, bahkan saat terakhir kali kita berkuda bersama, tapi sepertinya aku tidak sanggup mengatakan kebenarannya padamu. Ya, dari sisi yang bisanya aku tunjukan padamu, pada akhirnya aku hanyalah seorang pengecut yang hanya bisa bersembunyi dan tidak berani mengatakan siapa diriku yang sebenarnya. Sepertinya aku terlalu takut kehilangan semua kasih sayang yang kurasakan di tempat ini, termasuk kau.  

Kau adalah salah satu hal yang seharusnya tidak boleh aku sentuh. Namun, setiap pertemuan yang kita lakukan hanya membuatku semakin dekat denganmu. Aku semakin serakah dengan terus menginginkanmu. Walaupun aku tau jika itu adalah hal yang salah, tapi aku terus melanjutkannya dan hanya membuatmu terluka.

Maaf karena berbohong padamu selama ini. Aku tidak pernah bermaksud melakukan itu. Tapi posisiku yang sedikit membingungkan membuatku tidak bisa leluasa bercerita padamu. Belum lagi jika Ariana yang asli kembali, aku hanya ingin kau bisa menerimanaya dengan baik seperti kau menerimaku. Setidaknya jangan sampai ia merasa jika dia tidak disukai dan tidak memiliki siapapun disampingnya.

Kondisiku yang semakin memburuk, membuatku kehabisan waktu untuk terus berada di dunia ini. Untungnya kuil dengan para penyihir ini memiliki pengetahuan yang bisa membantuku kembali ke dunia asalku. 

Mereka sepertinya terkurung entah karena apa, tapi kau harus tahu jika mereka adalah orang - orang baik dan hangat. Jadi jangan salahkan mereka jika terjadi sesuatu padaku! Karena mereka pasti sudah sangat berusaha membantuku. Dan kau harus yakin jika aku kembali ke dunia asalku dengan selamat dan hidup dengan bahagia disana.

Ah, satu hal lagi. Aku menemukan sebuah perpustakaan rahasia di kuil ini. Tapi karena aku tidak bisa memasukinya kau mungkin bisa memeriksanya. Mungkin pertanyaan yang selama ini kau cari bisa kau temukan disana.

Aku hanya akan menulis suratku sampai sini. Semoga apa yang kutulis cukup untuk membuatmu memaafkanku. 

Aryana 

Reon termenung sejenak setelah membaca surat yang Ariana kirimkan padanya. "Kau sudah bertemu dengan orang - orang kuil itu bukan? Menurutmu mereka orang yang seperti apa?"

"Mereka terlihat cukup tertutup, namun aku sangat terkejut saat mereka memiliki kesopanan yang tinggi bahkan saat berbicara dengan ayahku yang merupakan musuh mereka."  

Reon terlihat berfikir sejenak, "Kita harus membebaskan mereka dari penjara itu. Pada dasaranya para penyihir itu bukanlah orang - orang jahat dan melampiaskan kemarahan pada mereka bukanlah cara yang tepat."

"Sebelum itu, kita harus mencari tahu satu hal. Kenapa ayahku tidak bisa menggunakan kekuatannya? Aku tanpa sengaja mendengar pembicaraan tabib dengan ayahku tadi. Kita harus mengetahui asal mula masalah ini sebelum melakukan tindakan yang lebih serius."

Reon mengangguk setuju. Lawan yang akan mereka hadapi kini adalah pemimpin tertinggi di kekaisaran ini sekaligus ayahnya. Dengan informasi yang Ariana berikan, Reon menemukan titik terang untuk memecahkan masalah ini.

"Selain itu, bolehkah aku bertanya satu hal?" Wajah serius William membuat Reon menganggukan kepalanya.

"Kudenger kau dan Ariana memiliki perjanjian?"

"Itu urusanku dan dia jadi kau tidak perlu tahu." Jawaban acuh Reon membuat William tersenyum misterius.

"Benarkah? Bukankah itu sebuah kontrak?" perubahan ekspresi di wajah Reon membuat William tersenyum senang.

"Sebenarnya, sejauh apa ia bercerita padamu?"

Bersambung...

Selamat lebaran untuk semua yang merayakan !!!!

SURVIVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang