Part Two: Adaptation

1.8K 158 3
                                    

Happy Reading!

Saat Aryana sadar, hari sudah mulai gelap. Sadar bahwa hanya dia sendiri saat ini. Aryana memikirkan apa yang sebenarnya terjadi. Saat kepalanya berdenging tadi ia seperti mengingat hal – hal yang tidak pernah ia lakukan. Apa maksudnya itu? Kenapa ingatan yang sekarang ada dikepalanya seperti hal yang dilakukan oleh dirinya sendiri. 

Menghembuskan nafasnya kasar, Aryana memutuskan untuk melangkahkan kakinya menuju jendela besar di samping ranjangnya berharap mendapat udara segar dan bisa menenangkan pikirannya yang berkecamuk.

Menghembuskan nafasnya kasar, Aryana memutuskan untuk melangkahkan kakinya menuju jendela besar di samping ranjangnya berharap mendapat udara segar dan bisa menenangkan pikirannya yang berkecamuk

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Tunggu! Saat melewati cermin besar disamping ranjangnya, Aryana merasa terkejut dengan pantulan yang dilihatnya saat ini. Siapa dia? Rambut yang berwarna brunette dengan bola mata berwarna biru dan kulit putih seperti salju. Bukankah dia bidadari? Aryana yang menghampiri kaca besar itu terpesona dengan pantulannya sendiri. Ini aku? Apa ibu melakukan operasi plastik pada wajahnya. Beberapa kali ia memukul dan mencubit kecil wajahnya untuk memastikan bahwa pantulan di cermin itu memang benar dirinya. Tapi entah mengapa ciri – ciri fisik ini sangatlah tidak asing. Aryana merasa sangat familiar dengan ciri - ciri ini.

Belum lagi pantulan dirinya sama dengan wanita yang ada dalam lukisan di kamar ini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Belum lagi pantulan dirinya sama dengan wanita yang ada dalam lukisan di kamar ini. Wajah cantik seperti bidadari, kamar besar yang dihiasi dengan furnitur putih. Selain itu, halaman luas dengan banyak bunga yang dapat dinikmati dari balkon kamarnya. Tiba - tiba Aryana mengingat deskripsi itu, jangan - jangan!

Berlari menuju jendela besar dan membukanya secara kasar, Aryana melihat balkon dengan pemandangan indah dihadapannya. Taman luas yang dihiasi lampu - lampu kecil membuat suasana taman ini terlihat lebih indah seakan kunang – kunang berkumpul menungu Aryana melihatnya.

Pelayan yang terkejut mendengar suara dari dalam kamar Aryana segera menghampiri nonanya.

"Nona apa anda baik – baik saja?" Aryana yang masih tidak percaya dengan hipotesisnya mencoba memeriksanya sekali lagi.

"Kau, pasti sudah lama bekerja disini bukan?"

"Ya nona, saya bekerja sejak mendiang Duchess masih mengandung anda." Perkataan pelayan yang terasa familiar bagi Aryana membuat ia semakin yakin dengan ingatannya dan juga semakin takut dengan kenyataan yang mungkin harus ia hadapi.

"Kau Maria?" pertanyaan Aryana membua pelayan itu menganggukan kepalanya dan menatap Aryana kaget. "Anda mengingat saya nona? Saya kira anda hilang ingatan."

"Itu kita bahas nanti. Sekarang bisa kau sebut siapa nama lengkapku?"

"Nama anda Ariana asteria Cronvess nona, Putri Duke Arnold Cronvess dan adik dari calon duke selanjutnya William Cronvess. Anda juga.."

"Cukup, sudah cukup, sampai situ saja." Maria merasa nonanya terlihat sangat terkejut. Entah apa penyebabnya.

"Keluar, aku ingin sendiri."Ucap singkat Aryana hanya diangguki Maria.

"Baik nona, jika anda menginginkan sesuatu silahkan bunyikan lonceng disamping kasur anda."

Aryana tidak bisa mendengar apapun. Kepalanya berputar seperti akan pecah. Semua yang dikatakan pelayan itu tidak salah. Aryana sangat tahu bahkan sangat mengenal mereka. Tapi bukankah semua itu hanya ia baca dalam novel, apa ini artinya ia masuk dalam novel itu? Menjadi antagonis yang akan dihukum mati? Hah, Aryana bisa gila memikirkan semua ini.

***

Butuh waktu satu minggu untuk membuat Aryana menerima keadaannya. Selama itu juga dia berharap bahwa ini semua hanya mimpi dan ia akan terbangun keesokan harinya di dunianya. Tapi ia selalu terbangun di kamar yang sama dan diranjang yang sama.

Selama satu minggu juga Aryana tidak mau berbicara dengan siapapun kecuali Maria. Aryana akan beralasan bahwa ia ingin istirahat saat dokter ataupun ayahnya datang untuk memeriksa keadaannya. Melihat sosok ayah Ariana yang selalu terlihat khawatir membuat Aryana merasa bersalah berfikir ia telah menggantikan posisi anaknya. Perasaannya yang masih berkecamuk membuatnya memilih menghindar untuk sementara.

Maria telah menjelaskan banyak hal pada Aryana. Semua hal yang meuncul dalam ingatannya dan memastikannya pada Maria. Usia Ariana saat ini baru berusia 21 tahun dan akan dihukum mati pada usia 25 tahun membuat Ariana harus mengingat dan memastikan ia tidak melupakan hal tersebut.

Saat ini Ariana sudah berteman dengan Amanda sang pemeran utama wanita yang kelak menjadi alasan Ariana akan dihukum mati. Mereka adalah sahabat dekat Ariana sejak berusia 10 tahun. Aryana harus membuat rencana, karena Amanda adalah satu - satunya sahabat Aryana atau lebih tepatnya satu - satunya orang yang bersedia berteman dengannya. Aryana memijit kepalanya, mengingat banyaknya ingatan yang muncul membuatnya tidak habis pikir, bagaimana Aryana bisa melakukan begitu banyak hal jahat dan licik di masa lalu. Ia sebaiknya menjauhi Amanda untuk hidup yang lebih baik.

"Ariana? Apakah ayah menganggumu?" Ah benar, Aryana lupa. Hal pertama yang harus dia lakukan adalah menerima dirinya dan ingatan nya sebagai satu bagian dan menerima keluarga barunya sebagai satu – satunya penyelamatnya sekarang. 

***

Bersambung...

Salam dari Aryana.


Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
SURVIVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang