Chapter 1: Labonair

551 16 0
                                    

"The only easy day was yesterday."
— Navy SEAL Philosophy

Benar sekali. Kemarin adalah satu-satunya hari yang mudah, tetapi penyebab dari sulitnya menjalani hari ini dan hari esok adalah kemarin. Masa lalu. Sudah terlalu banyak perbuatannya yang telah ia lakukan di masa lalu yang berdampak pada kehidupannya sekarang.

Banyak sekali penyesalan yang datang, yang menghantuinya, saat pria yang bernama Ryke Labonair itu memasuki rumah sewanya yang terdapat di Notting Hill, London. Ryke tidak pernah menyukai London. Alasannya sederhana, karena di setiap rumah—tidak semua—memiliki lorong dan tangga yang sempit.

Bagaimana jika ada seseorang yang menyewa dan ternyata ia memiliki Claustrophobia? Apakah pihak dari Real Estate Agent akan bertanggung jawab atas kematian orang tersebut?

Sebenarnya, Ryke bukanlah orang yang mudah mengeluh, hanya saja dengan ia berada di London membuatnya sedikit terbebani.

Enam hari yang lalu, setelah menyelesaikan misinya di Temecula, seorang dari CIA, datang menemuinya di SF. San Francisco. Ryke sangat beruntung karena setelah bekerja untuk Damien Mikaelson, ia langsung kembali ke kediamannya yang dimiliki di Amerika Serikat. Biasanya ia akan tinggal selama semalam di tempat yang sudah disediakan oleh Damien Mikaelson untuk anak buahnya.

Seorang dari CIA yang menemuinya bernama Rafael Waithe. Pria itu menemuinya secara 'tiba-tiba' saat ia menikmati makan malamnya di restoran yang bernama Tadich Grill yang sudah menjadi langganannya sejak lima tahun yang lalu ia memulai kehidupan barunya disini. Setelah ia mengundurkan diri sebagai pasukan khusus Navy SEAL di usianya yang masih tiga puluh tahun.

  "Ryke Labonair," kata Waithe saat menghampiri mejanya dengan pakaiannya yang rapi. "Selamat malam."

Ryke menengadahkan kepalanya untuk melihat kedatangan Rafael Waithe dan memberikan tatapan datarnya tanpa membuka suaranya, sebelum kembali menyantap makan malamnya.

  "Is this seat taken, Labonair?" tanya Waithe hanya untuk berbasa-basi seraya menempati kursi yang ada berhadapan dengannya.

  "Kau mengganggu makan malamku," kata Ryke disaat ia mulai terganggu dengan Rafael Waithe yang terus menerus memperhatikan dirinya yang sedang makan.

Setelah Ryke membuka suaranya, Rafael Waithe langsung mengambil berkas yang terdapat di tas dokumennya dan menyerahkannya pada Ryke di atas meja.

  "Apa itu?" tanya Ryke seraya melirik kearah berkas tersebut dengan singkat.

  "Bukalah," kata Waithe sebelum memanggil pelayan untuk memesan jus tomat yang membuat Ryke menatapnya dengan jijik sebelum membuka berkas tersebut.

Di dalam berkas tersebut terdapat profil pria yang merupakan seorang pendana teroris di Irak. Ryke tidak ingin berurusan lagi dengan apapun yang berhubungan dengan Irak. Ia pun langsung menutup berkas tersebut dan melemparkannya kembali kepada Rafael Waithe, pria berkumis dan juga berkacamata.

  "Aku tidak mengenalnya," kata Ryke.

  "Tentu saja, Labonair," kata Waithe. "Maka dari itu kami memintamu untuk mencari tahu tentang Alasteir Brown dan membawanya kepada kami."

  "Tidak tertarik," jawab Ryke.

  "Bayarannya besar, Labonair."

  "Lalu?"

Rafael Waithe menghela napasnya. Ia sudah diperingatkan oleh beberapa rekan kerjanya mengenai betapa kerasnya pria itu.

  "Lagi pula, kalian tidak salah ingin mempekerjakanku? Aku sudah bukan lagi siapa-siapa sekarang," kata Ryke dengan serius.

  "Ini sudah menjadi perintah dari atasanku, Labonair. Jadi, aku rasa ia tidak salah."

  "Biar kutebak," ucap Ryke. "Susan Cooper?"

Ryke tidak mengerti apa yang diinginkan oleh wanita tua itu darinya, padahal Susan Cooper tahu kalau ia sudah keluar dari Navy SEAL.

  "Benar sekali, Labonair."

  "Apa yang membuat Cooper memilihku untuk melakukan pekerjaan ini?" tanya Ryke.

  "Sederhana saja," kata Rafael Waithe. "Kau merupakan anggota pasukan khusus terbaik yang mereka miliki. Aku penasaran, Labonair, mengapa kau harus mengundurkan diri."

Alih-alih menjawab pertanyaan pria itu, Ryke malah mengajukan pertanyaan kembali pada Rafael Waithe. "Kenapa tidak agen yang bekerja untuk kalian? Sudah tidak ada lagi yang bermutu?"

  "Watch your mouth."

  "Kalian mengutus seorang warga sipil biasa ke dalam misi kalian, Waithe," ucap Ryke sambil bersiap-siap untuk meninggalkan tempat itu.

Namun, tangan Rafael Waithe mencengkramnya yang membuatnya harus berhenti. Mata Ryke menatap tajam kearah tangan pria itu yang menyentuh pergelangan tangannya. Menyadari tatapan Ryke, membuat Rafael Waithe sedikit ketakutan dan melepaskan cengkraman tangannya itu.

  "Kau belum membaca semuanya," kata Waithe sembari menyodorkan berkas tersebut pada Ryke. "Jika kau tidak juga mau untuk mengambil misi tersebut, bakar berkas ini di tempat sampah depan tempat ini."

Ryke mengambil berkas tersebut tanpa membuka suaranya, dan meninggalkan Rafael Waithe menikmati jus tomatnya sendirian.

Seperti itulah awal mula mengapa kini ia berada di Inggris dalam waktu yang tidak dapat ditentukan. Entah bagaimana caranya ia memberitahu Damien Mikaelson apa yang sedang ia kerjakan jika suatu saat pria itu meminta dirinya untuk bekerja.

  "Oh, Lord, have mercy on me."

To be continued...
❤️‍🔥❤️‍🔥❤️‍🔥❤️‍🔥❤️‍🔥

Irresistible Sight | Irresistible Series #2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang