Chapter 7: Hotel Room

199 5 0
                                    

Malam ini, Ryke akan bermalam di The NoMad sambil mendengarkan percakapan Alasteir Brown yang ia sadap. Dalam tiga jam pertama, belum ada yang menarik atau mengandung sebuah informasi. Pria itu hanya menyambut seluruh tamu undangannya, berbincang-bincang ringan mengenai pemerintahan, dan menyuruh pengawalnya untuk melakukan banyak hal.

Setelah lebih dari tiga jam setengah, ia mulai mendengar suara pintu tertutup. Alasteir Brown merupakan seseorang yang pertama kali membuka suaranya dalam percakapan tersebut. Percakapannya dengan sekumpulan pengacara, bankir, dan politikus.

Lawyers. Bankers. Politicians.

The unholy trinity.

Banyak sekali informasi yang ia dapatkan dari percakapan yang berlangsung selama satu jam itu. Mereka semua tidak hanya membicarakan tentang para teroris dari Irak yang sudah siap untuk melawan Amerika Serikat, tetapi mereka juga membicarakan mengenai bom nuklir. Namun, ia belum mendapati mereka menyebutkan kapan dan dimana bom tersebut akan diluncurkan.

Dari apa yang Ryke tangkap, ia berasumsi bahwa teroris Irak hanya akan dijadikan alat atau kambing hitam bagi para orang-orang tersebut agar tangan mereka tetap bersih.

"Joseph Bové's Theatre. 22 December."

Itulah kata-kata terakhir yang keluar dari mulut Alasteir Brown sebelum mengakhiri pertemuan mereka. Pada saat sudah tidak ada lagi suara yang ia dapat dengar, ia langsung meminta Rafael Waithe selaku kepala staff untuk menghubungkannya dengan Kim Greene yang dapat membantunya untuk mendapatkan informasi mengenai latar belakang dari setiap individu yang bergabung dalam percakapan tersebut.

Saat Rafael Waithe sudah berhasil menghubungkannya dengan Kim Greene, pria itu menyebutkan satu per satu nama yang tertangkap dalam penyadap suara yang profilnya juga langsung tertera di layar laptopnya—di luar dari latar belakang mereka.

Hanya dalam waktu kurang dari sepuluh menit, daftar latar belakang dari ketiga puluh lima anggota yang mengikuti percakapan tersebut.

"Thanks, Greene."

"Ada lagi yang dapat saya bantu, Labonair?"

"Kurasa sudah cukup semua informasi ini untuk sekarang, Greene. Terima–"

Tok! Tok!

Tok! Tok!

"Labonair, ada yang mengikutimu?" tanya Rafael Waithe.

Dapat Ryke pastikan, tidak ada yang mengikutinya dan tidak ada yang tahu ia menginap disini.

"Tidak," jawab Ryke sebelum mematikan panggilannya yang terhubung dengan Rafael Waithe dan Kim Greene.

Tok! Tok!

Tok! Tok!

Dengan bergegas, ia menyimpan laptop, semua berkas-berkasnya, dan juga senyata. Sebelum ia meraih kenop pintu, Ryke mengintip di lubang intip terlebih dahulu untuk memastikan siapa yang datang mengetuk pintunya.

Dari sekian banyak orang di muka bumi ini, ia tidak menyangka kalau perempuan itu yang berdiri di depan pintu kamar hotelnya.

Tinker Bell?

Fuck, I mean Valerie? What the fuck is she doing here?

Perlahan Ryke membuka pintu kamarnya dan sebelum menanyakan tujuan Valerie menghampiri kamarnya—yang entah bagaimana juga perempuan itu mengetahui nomor kamarnya—pria itu menengok ke kanan dan ke kiri koridor untuk memastikan tidak ada orang lain selain mereka berdua di koridor.

"Apa yang kau lakukan disini?" tanya Ryke.

Saat Valerie menoleh kearahnya, ia dapat melihat bahwa perempuan itu sedang mabuk. Mabuk berat lebih tepatnya.

Irresistible Sight | Irresistible Series #2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang