Hari demi hari Eleanore lewati di dalam rumah sakit, sejak hari di mana ia mengusir Romeo, sejak itulah tidak ada satupun orang yang menemani atau menjenguknya. Di saat seperti ini lah Eleanore baru menyadari arti kata sepi dan hampa, tidak ada satupun orang yang berada di sisinya selain para perawat yang bergantian menjaganya.
Keadaannya fisiknya perlahan sudah mulai membaik, namun psikisnya masih terluka atas kejadian yang menimpanya. Di saat seperti ini, Eleanore paling membutuhkan emotional support, yang tidak ia dapatkan.
Mungkin hal itulah yang menjadi alasan mengapa dirinya sangat mencintai Romeo, pria itu selalu ada untuknya, dulu.
Koridor rumah sakit yang cukup ramai bahkan terasa sangat sepi saat Eleanore melewatinya, rasanya seperti ia ditinggalkan dan dijauhi oleh semua orang.
Tapi tidak masalah, perlahan Eleanore akan terbiasa dan mulai menyukai keheningan ini. Lebih baik begini ketimbang bersama Nikolai.
Fokusnya pada setiap langkahnya membuat Eleanore menyadari akan sebuah lampu yang tampak goyang dan siap untuk jatuh, lamunannya seketika buyar dan reflek ia berlari untuk menarik seorang wanita yang tengah berdiri tepat di bawah lampu tersebut.
Kaki Eleanore yang masih cukup kaku karena terlalu lama berbaring pun, ia paksakan untuk berlari, alhasil ia tersandung namun berhasil memeluk wanita paruh bayah itu tepat saat lampu terjatuh.
Pecahan lampu tersebut mengenai pundak Eleanore namun melindungi wanita itu. Beruntungnya Eleanore tidak terluka, begitu juga dengan wanita itu.
"Anda baik-baik saja?" tanya Eleanore memastikan, melepas pelukannya sembari menahan nyeri pada pergelangan kakinya akibat tersandung.
"Astaga..." gumam wanita itu tampak cukup terkejut berusaha mencerna apa yang baru saja terjadi. Sontak Eleanore menuntunnya duduk dan memperhatikan wajah wanita itu, dalam benaknya ia berpikir, jika saja ibunya masih hidup mungkin rupanya akan seperti ini.
"Apa ada yang terluka?" tanya Eleanore lagi memastikan karena wanita itu terlihat terkejut. "Pasti anda terkejut, biar aku beli minum, sebaiknya anda tunggu di sini."
"Nona," wanita itu menahan Eleanore, "Aku sangat berterima kasih karena sudah menolongku. Tadi aku sedang mencari resep dalam tas sehingga tidak menyadari lampu itu."
"Tidak masalah, kebetulan aku lewat dan melihatnya. Apa anda baik-baik saja?"
"Berkatmu aku baik-baik saja."
Hati Eleanore menghangat, melihat senyuman wanita itu membuatnya merindukan sosok ibunya yang telah tiada.
Seandainya saja ibunya masih hidup, mungkin sekarang Eleanore tidak akan sendirian. Pasti Eleanore tengah diberikan ceramah panjang sembari disuapi oleh ibunya. Ah, ia rindu masakan ibunya.
Seandainya–seandainya, seandainya, dan seandainya. Mengapa dan untuk apa Eleanore terus berangan? Rasanya seperti bermimpi di siang bolong. Bagaimanapun ibunya telah tiada dan tidak ada siapa pun di sisinya saat ini.
"Siapa namamu?" tanya wanita itu meraih lembut tangan Eleanore, suaranya terdengar begitu teduh membuat Eleanore terhipnotis untuk memperkenalkan diri.
"Namaku Eleanore."
Wanita itu tersenyum hangat begitu mendengar nama Eleanore, ia terus berterima kasih kepadanya.
Dalam waktu dekat, wanita itu dan Eleanore menjadi tampak cukup akrab. Mungkin karena ketika berhadapan dengan wanita itu, Eleanore mengingat sosok ibunya. Ditambah hangatnya sosok itu, membuat Eleanore mudah untuk berbicara dan menerimanya.
"Maaf jika lancang tapi apa yang terjadi dengan wajahmu? Tidak perlu menjawabnya jika pertanyaanku menyinggung."
"Hanya sebuah kecelakaan kecil, apa lukanya masih terlihat jelas?" jawab Eleanore beralasan. "Aku pasien di sini, sudah dari beberapa hari yang lalu."
![](https://img.wattpad.com/cover/354758109-288-k950081.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Under Her Stilettos
Romance[COMPLETED] Siapa sangka jika stilettos merah kesayangan Eleanore akan mengantarnya pada Nikolai-nasib buruk dan kemalangan dalam hidupnya. Mengetahui fakta bahwa Eleanore merupakan kekasih dari musuhnya-Romanoff, justru membuat Nikolai semakin tero...