Melihat sosok Nikolai saat ia pertama kali membuka matanya adalah hal yang aneh. Namun, tak mendapati pria itu di sisinya saat bangun adalah hal yang lebih aneh. Akhir-akhir ini Nikolai selalu bangun lebih awal dan menghilang begitu saja, selalu ada hal yang dikerjakan oleh pria itu.
Seperti sekarang ketika Eleanore mendapati pria itu tengah berada di ruang gym dengan tubuh bagian atas terbuka, pria itu tampak mengangkat sebuah beban dengan butir keringat yang membasahi wajah serta tubuh polosnya.
"Kau bangun sangat pagi akhir-akhir ini," celutuk Eleanore menarik perhatian Nikolai, pria itu hanya melirik sekilas ke arah Eleanore sebelum kembali mengangkat bebannya.
"Aku berusaha membuat diriku lelah."
Bangun pagi dan berkaktivitas berat akan membuat fisik Nikolai lebih lelah ketika malam hari, hal ini ia lakukan demi kebaikan dirinya dan Eleanore.
"Mau susu?" tawar Eleanore dengan segelas susu yang memang sengaja ia persiapkan untuk pria itu, tampak tak peduli dengan alasan Nikolai.
Sontak Nikolai menjatuhkan bebannya dan menghampiri Eleanore. "Aku lebih suka langsung ketimbang dari gelas."
"Minum sebelum aku siram ke wajah cabulmu." Melihat ekspresi kesal pada wajah Eleanore adalah hiburan tersendiri untuknya.
"Apa kau sudah menaruh racun di dalamnya?"
"Ya."
"Kalau begitu aku bersedia mati di tanganmu," akunya kemudian menenggak segelas susu itu sampai tetes terakhir.
"Kau terlalu percaya diri jika aku tidak akan meracunimu."
"Aku percaya kau tidak akan meracuniku."
"Kau percaya kepada orang yang sangat membencimu?"
"Setiap malam selama satu bulan ini kau selalu berada di sisiku, jika kau memang ingin membunuhku maka kau sudah melakukannya."
"Mungkin saja malam ini aku akan membunuhmu."
"Pernahkah aku melarangmu untuk melakukannya? Lakukan saja jika itu membuatmu senang."
"Kau pandai berbicara," sudut bibir Eleanore tercubit membentuk sebuah seringai meremehkan.
Tiba-tiba saja Nikolai teringat akan sesuatu, hal yang ingin ia tanyakan namun selalu ia lupakan, "Malam itu saat kita berada di rumah orangtuaku, untuk apa kau meminta maaf?"
"Aku?" Ah ya, Eleanore merasa bersalah dan sempat meminta maaf kepada Nikolai tanpa memberitahu alasannya.
"Ya, kau meminta maaf dan untuk pertama kalinya memanggil namaku." Huh, pria ini baru mengingatnya sekarang? Setelah saat itu ia mengabaikan permintaan maafnya dan lebih memilih untuk memuaskan nafsunya.
"Aku lupa." Tidak, ia mengingatnya. Hanya saja Eleanore enggan untuk membahasnya.
"Bohong."
Jika, jika saja saat itu ayahnya tidak membenci Romeo dan tanpa sengaja menewaskan Pavlena. Apakah ceritanya masih akan sama?
Hubungan Nikolai dan Romeo mungkin tidak akan hancur, dan Nikolai tidak perlu membenci serta menyimpan dendam terhadap Romeo.
Mungkin saja Eleanore tidak akan bertemu dengan Nikolai, atau mereka akan bertemu dengan keadaan yang berbeda, mungkin mereka bisa menjadi teman.
Mungkin saja saat ini Nikolai sudah bahagia dengan perempuan yang ia cintai dan membangun keluarga kecilnya. Mungkin saja sosok yang angkuh dan kejam ini tidak akan pernah ada, dan mungkin saja dirinya tidak akan ikut menderita dan merasa bersalah.

KAMU SEDANG MEMBACA
Under Her Stilettos
Romansa[COMPLETED] Siapa sangka jika stilettos merah kesayangan Eleanore akan mengantarnya pada Nikolai-nasib buruk dan kemalangan dalam hidupnya. Mengetahui fakta bahwa Eleanore merupakan kekasih dari musuhnya-Romanoff, justru membuat Nikolai semakin tero...