Hal pertama yang Eleanore sesali saat ia membuka matanya adalah, ia masih hidup. Rasanya saat ini lebih baik mati, dari pada bertahan dengan ingatan yang mengerikan. Rasa sakit masih menjalar pada sekujur tubuhnya, dari ujung kepala hingga ujung kaki, tidak ada yang terabsen sedikitpun.
Mata Eleanore memanas dengan kepala yang berat, sorot matanya hampa menatap lurus bagai mayat hidup. Jika ada kata lain di atas kata menyedihkan, maka kata itu pantas untuk menggambarkan Eleanore saat ini.
Mengapa ia masih hidup? Hal terakhir yang ia ingat adalah sosok Romeo yang mendobrak masuk dan membawanya pergi, pria itu mungkin telah menyelamatkannya tetapi Eleanore tidak berterima kasih untuk itu.
Seharusnya biarkan saja ia mati. Setelah mengalami kejadian mengerikan itu, hidup menjadi tidak ada artinya lagi.
"Eleanore," panggil Romeo yang tidak ia sadari kehadirannya sejak awal membuka mata, pria itu ada di sebelahnya tengah menatapnya khawatir. "Bagaimana perasaanmu saat ini? Apa ada keluhan atau kau membutuhkan sesuatu?"
Alih-alih menjawab, Eleanore justru mengamati wajah Romeo yang dipenuhi dengan luka mengerikan. Dahi dan sudut bibirnya robek, matanya membengkak disertai dengan pendarahan subkonjungtiva. Bukankah sudah jelas jika pria itu habis berkelahi?
"Apa yang terjadi dengan wajahmu?" Hal terakhir yang Eleanore lihat sebelum sepenuhnya jatuh tak sadarkan diri adalah wajah Romeo yang masih baik-baik saja, pria itu tidak tampak semenyedihkan sekarang.
"Hanya perkelahian kecil, aku bertengkar dengan temanku." Romeo tertawa kecil berusaha untuk tidak membuatnya besar, tetapi Eleanore bukan anak kecil yang bisa dibodohi.
"Rohlstein yang telah melakukan itu?" tebaknya langsung. Hanya ada satu orang yang bisa melakukan itu kepada Romeo dan hanya ada satu alasan mengapa Romeo mendapatkan semua luka itu, karena dirinya.
"Jangan sebut nama itu lagi. Kau tidak perlu khawatir lagi dan jangan mencemaskan apa pun karena aku akan menjagamu. Apa yang terjadi kemarin tidak akan terulang kembali, aku akan terus berada di sisimu."
"Siapa yang memintamu berkorban untukku?" tanya Eleanore dingin, sorot matanya menatap lekat ke arah mantan kekasihnya, "Romeo, pergilah," usir Eleanore.
"Tidak, aku akan tetap berada di sini dan menjagamu."
"Selama kau berada di sisiku, maka Rohlstein akan terus menyiksaku, dia akan terus membuatku menderita jadi sebaiknya pergilah, jangan pernah kembali."
Eleanore terpaksa membuang muka, tak sanggup untuk melihat wajah Romeo. Kali ini, ia harus mempertahankan dirinya untuk tidak mendekati pria itu. Dengan terus berada di dekat Romeo maka sama saja dengan membahayakan pria itu, dan Eleanore tidak ingin melukai Romeo.
Tidak sedikit pun Eleanore memiliki kebencian atau dendam terhadap Romeo. Apa yang ia alami bukanlah kesalahan pria itu, semua ini murni karena kebodohan dan ketidakberdayaan Eleanore untuk melindungi dirinya sendiri.
Meski pahit, namun harus ia akui bahwa Nikolai juga tidak sepenuhnya bersalah. Eleanore lah yang tidak mampu menjaga dirinya, mendorong Nikolai, atau melawan pria itu. Sebaliknya, ia membiarkan Nikolai menyentuhnya begitu saja.
"Eleanore," panggil Romeo berusaha menggenggam tangan perempuan itu namun Eleanore membalik tubuhnya, memunggungi Romeo guna menghindari pria itu. "Maaf.."
"Pergi," usir Eleanore lagi, hatinya seperti tercubit saat menyusir dan bertingkah seolah ia membenci Romeo.
"Maaf aku telah gagal melindungimu, kau boleh marah dan kecewa tetapi jangan usir aku, biarkan aku tetap di sisimu dan menjagamu."
![](https://img.wattpad.com/cover/354758109-288-k950081.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Under Her Stilettos
Romance[COMPLETED] Siapa sangka jika stilettos merah kesayangan Eleanore akan mengantarnya pada Nikolai-nasib buruk dan kemalangan dalam hidupnya. Mengetahui fakta bahwa Eleanore merupakan kekasih dari musuhnya-Romanoff, justru membuat Nikolai semakin tero...