Seandainya saat itu takdir memberi kesempatan, apa yang terjadi di masa depan?
Akankah lebih baik?
Atau malah semakin buruk?Setting : ini saat dimana kala semuanya belum terbongkar. Identitas mereka masih tertukar.
Orang-orang mengira, tubuh yang mereka cari adalah Okan. Padahal itu raga Oki namun jiwanya merasuki tubuh Okan.
Bagaimana seandainya jika saat itu Okan palsu masih bisa diselamatkan?
***
Rumah sakit menjadi saksi pertaruhan nyawa lelaki tampan itu. Sudah beberapa jam ia bertarung dengan takdir di kamar ICU. Namun masih tak terlihat pertanda baik. Callin berjalan tertarih. Mendekati kamar Okan untuk kesekian kali.
"Mbak, tangan dan kaki Mbak perlu mendapat perawatan. Bagaimana kalau kita obati dulu?" tawar salah satu polisi yang saat itu menemaninya mencari tubuh Okan di gunung.
Callin menatap tangannya yang terluka. Bercak darah juga membasahi kakinya yang terluka lebih parah.
"Nggak.." Bibir Callin gemetar. Ketakutan menyergapnya. Sedetik pun ia tak mau melangkah pergi dari sana.
Bagaimana kalau nanti ia pergi sebentar, lalu tiba-tiba Okan...
Callin menggelengkan kepalanya. "Tangan sama kakiku nggak sakit. Luka ini... nggak seberapa. Di sana.." Ia menatap ke jendela ICU yang bening,
"Okan jauh lebih kesakitan."Dua polisi yang bertugas menemani Callin, hanya bisa menghela napas panjang. Memaklumi reaksi yang ditunjukkan gadis itu. Salah satu di antara mereka pun berinisiatif untuk memanggil perawat yang saat itu kebetulan lewat. Meminta si perawat memberi pertolongan pertama pada Callin.
Paling tidak, sekarang tangan dan kaki gadis itu sudah dibalut perban."Kami duduk di kursi sana ya, Mbak. Kalau butuh apa-apa, panggil kami saja," pesan salah satu polisi itu kemudian berjalan ke ujung koridor.
Karena sebenarnya ruang ICU hanya boleh dijaga oleh satu pengunjung saja. Maka tinggalah Callin yang berada di sana.
"Oh, iya. Mbak."
Callin kembali menoleh. "Kenapa?"
"Kami sedang mencari tahu keberadaan keluarga Mas Okan. Nanti kalau sudah ada info terbaru, kami akan memberitahu Mbak Callin."
Tak berminat menjawab, Callin hanya mengangguk sekali. Bahkan untuk berbicara pun, ia seperti tidak memiliki tenaga. Ia melangkah masuk ke kamar ICU dengan bahu lunglai. Suara dari monitpr-monitor yang ada di sekitar ranjang pasien, menyambut kedatangannya.
Callin memberanikan diri duduk di kursi kosong yang bersebelahan dengan ranjang Okan. Matanya menelusuri wajah tampan lelaki itu yang terlihat sangat pucat.
KAMU SEDANG MEMBACA
STORY CALLIN(G) Sudah Tayang FTV seriesnya
HorrorSELASA DAN JUMAT #1 - Horor 20 Juli 2020 #1 - Horor 6 November 2020 #1 - Fantasi 24 Desember 2020 Demi menaikkan rating radio Suara Remaja, Sadil Aditya, sang pemilik, sengaja membuka program baru bernama Story Calling. Program yang memberi ruang p...