PART 12 : IMBAS

13K 2.5K 1.2K
                                    

Orang asing itu membuatku percaya jika sesekali hidup memang butuh hiburan. Bermain-main dengan arwah, misalnya?

Pernah nyoba?

>>>

Oh, iya. Minggu lalu gue nonton film horor. Setelah berabad abad g pernah ke bioskop, akhirnya ada temen yang berhasil nyeret gue ke sana.
Sepanjang nonton, gue cuma diem, nggak teriak, dan malah mikirin alur cerita.
Apakah gue normal? Ada yang sama kayak gue?

***

J

emari gadis itu sesekali mulai bergerak. Bulu matanya mengerjap-ngerjap. Jauh di bawah alam sadarnya, sayup-sayup Callin mendengar suara seseorang yang tak henti menggumamkan namanya.

"Lin?" panggil Okan sekali lagi, berharap Callin meresponnya. "Bangun elah, ntar tagihan rumah sakitnya makin mahal kalo lo kelamaan di sini."

Awalnya Callin hanya melihat sosok samar-samar yang berdiri di samping ranjangnya. Namun sedikit demi sediki pandangannya mulai menajam.

Entah sebab ia ada di ruang Ber-AC, atau memang kondisinya sedang tidak stabil, tubuh Callin menggigil. Giginya sampai bergemeletuk. Semakin lama semakin mengerat.

"Gue pingsan?" tanya Callin dengan suara lemah. "Gue ngerasa baik-baik aja sebelum ke luar dari lukisan itu. Tapi setelah semua kembali normal, gue baru sadar kalo kaki gue luka parah."

Okan mengangguk-angguk. "Banjir darah," tukasnya sembari berdecak, "lo abis blusukan di mana dah sampe bisa luka kayak gitu? Udah kayak pejabat negara aja yang mau kampanye, sampe blusukan ke sawah-sawah."

Callin memegangi dahinya, mencoba mengingat. "Anak perempuan itu yang ngajak gue nerobos jendela kaca."

"Bego, lo." Okan mendecak kemudian mendorong kursinya mendekati ranjang Callin. "Dia anak dari arwah wanita yang gangguin lo akhir-akhir ini. Nama wanita itu, Meyriska. Dia pelukis."

"Lukisan di rumah Ela itu..."

"Ya, dia pelukisnya," potong Okan cepat. "Lo tau kenapa arwahnya gentayangan?"

Callin menggeleng dua kali. Kepalanya masih terasa pening, tapi Okan sudah mengajaknya berpikir. Sungguh lelaki tidak peka. Mau diabaikan, tapi Callin sebenarnya juga penasaran. Akhirnya ia hanya diam, mendengar Okan yang bercerita tanpa jeda.

"Kurang lebih dua minggu yang lalu, gudang itu mengalami kebakaran. Karena si pelukis terlalu fokus nyelesein karyanya, dia bahkan nggak nyadar kalo apinya udah makin melebar."

"Dan anak perempuan yang bantuin lo masuk ke dalam lukisan itu, putri tunggalnya. Waktu kebakaran terjadi, si anak udah teriak-teriak manggil Mamanya. Tapi wanita itu nggak denger. Dia asik nerusin lukisannya sambil dengerin musik lewat earphone."

Okan melirik Callin sesaat. Mendapati tatapan gadis itu masih terfokus padanya, ia kembali bercerita.

"Sampai akhirnya, wanita itu sadar dan terpaksa ninggalin lukisannya yang belum selesai digambar. Dia kurang ngelukis bagian tubuh dari sosok yang lagi dia gambar." Okan mengerutkan dahi, menatap Callin dengan wajah serius. "Lo tau apa yang kurang?"

"Tangan kanannya? Mungkin itu sebabnya Brenda minta gue buat ngegambar tangan di lukisan itu. Biar bagian tubuh yang ada di lukisan itu jadi sempurna. Dan si pelukis nggak ngerasa punya utang lagi buat nyelesein lukisannya," tebak Callin dengan mudah. "Gitu?"

Okan mengangguk-angguk kagum. "Encer juga otak lo." Ia melipat sebelah kakinya hingga bertumpu ke kakinya yang lain. "Saat ibu dan anak itu berusaha menyelamatkan diri dari kebakaran, mereka ketimpa kayu yang jatuh dari atap rumah."

STORY CALLIN(G) Sudah Tayang FTV seriesnya Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang