003. Arsel Bahtera Liam

292 19 10
                                    

003. Arsel Bahtera Liam

     Saat Vani menutup pintu kamarnya lalu berbalik, gadis itu langsung mendapat pelukan dari Pipi dan Amanda

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

     Saat Vani menutup pintu kamarnya lalu berbalik, gadis itu langsung mendapat pelukan dari Pipi dan Amanda. Ketiga gadis itu luruh ke lantai.

     Amanda dan Pipi ikut merasakan bagaimana perasaan Vani kali ini. Mereka tahu kalau Vani ingin marah, namun harus gadis itu tahan karena janjinya tadi pada kedua orang tua nya seperti yang Pipi dan Amanda dengar.

     “Udah jangan nangis ....” ujar Pipi seraya mengusap-ngusap air mata Vani.

     Vani menggeleng, “Kenapa harus gue? Kenapa coba? Masa hidup gue ikut-ikutan berakhir kayak gini?” ujar gadis itu di sela isakannya.

     “Nggak, Van. Jangan beranggapan kalo pernikahan itu akhir dari segalanya.” Amanda meraup pipi Vani, “Sory gue sama Pipi nguping pembicaraan lo sama keluarga lo tadi. Van, gue juga nggak nyangka denger keputusan bokap lo. Tapi, please. Jangan salahin pernikahan.”

     Vani menurunkan tangan Amanda dari pipinya, “Ya tapi kenapa harus sekarang?! Lo pada tau kan kalo gue nggak mau nikah muda?!”

     Tangisan Pipi semakin keras, “Van. Tenang dulu ya, hiks! Kita ada buat lo kok, hiks!”
    
     Vani memeluk lututnya, “Ibu sama Ayah gue udah nggak sayang lagi sama gue. Masa mereka tega ngebuat keputusan kayak gini. Kalian denger kan tadi? Mereka setujui kesepakatan ini atas dasar permintaan Ibu dari temennya Ayah yang lagi sakit? Kalian denger kan?”

     Pipi mengangguk, “Kita denger, Van.” gadis itu membenarkan rambut pendek Vani yang kini sudah acak-acakan.

      Tangisan Vani perlahan terhenti. Namun kini pandangan gadis itu kosong menatap ke depan sana, “Artinya apa? Mereka menolong orang yang lagi sakit tapi malah mau ngebikin anaknya sakit.”

     Amanda menepuk bahu Vani, “Van, coba deh kita inget-inget lagi perkataan Om Zaki. Kalo nggak salah gue juga denger kalo mereka nggak bakal nuntut kalian buat tinggal bareng.”

     Vani mengusap wajah sendunya, memori gadis itu kembali berputar ke belakang,

     “Kamu denger apa kata Ayah?”

     “Maaf, Van. Ayah ngelakuin ini karena Ayah melihat bagaimana kondisi Ibu dari temen Ayah yang terbaring koma di rumah sakit. Entah Ayah tidak tahu kenapa permintaan Bu Ola seperti itu, semuanya sudah Ayah pikirkan matang-matang, nak.”

     “Ayah takut itu adalah permintaan terakhir beliau dan kalau tidak di turuti malah akan timbul rasa bersalah di benak Ayah. Van, Ayah jamin Arsel akan menjadi suami yang baik buat kamu.”

LEGAL • [ON GOING]   Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang