042. Manis-manis Pahit
Vani menutup mulutnya, gadis itu tidak kuat menahan senangnya kali ini. Tidak habis-habisnya gadis itu terkikik geli sebelum dan selepas melaksanakan solat subuh berjamaah dengan Arsel. Lihatlah, permandangan indah di depannya. Arsel sungguh menjadi imamnya kali ini.
“Van,” Arsel menyodorkan tangan kanannya ke depan gadis itu.
Vani langsung mingkem. Gadis itu dengan cepat mencium punggung tangan Arsel. Saat ingin kembali ke posisinya, Arsel keburu meraup pipinya. Tidak di sangka, laki-laki itu mengecup lembut keningnya. Hah? Jangan di tanya bagaimana perasaan Vani saat ini. Jika bisa, gadis itu akan memutar lagu Casablanca sebagai irama hatinya. Halu memang. Tapi ini nyata!
“Terimakasih.” ujar laki-laki itu lalu tersenyum.
Kedua bola mata Vani memutar. Sebenarnya gadis itu juga ingin berterimakasih. Sangat berterimakasih. Tapi rasanya jangan dulu. Gadis itu masih sedikit gengsi rasanya, “Buat apa si? Gue kan nggak ngasih nasi goreng kemarin. Yang ngasih kan si El ....”
“Van. Semalam kita udah sepakat buat tidak membahas dia. Saya harus apa biar kamu lupain masalah kemarin. Hm?”
Seraya membuka mukena bagian atasnya, Vani bangkit, “Gue mau lo ngomong sama dia. Mulai sekarang dan seterusnya, dia nggak boleh sembarangan masuk ke ruangan lo tanpa lo undang dan panggil.”
Arsel ikut membereskan perlengkapan solatnya, “Oke. Itu mudah.” ujarnya lalu berjalan ke arah lemari.
“Gue juga mau nanya, lo mau sampai kapan tinggal di sini?”
Arsel membantu Vani menyimpat alat solatnya, “Mungkin sampai masalahnya selesai.”
“Kalo boleh tau, emangnya apa si masalah lo?”
Arsel menarik tangan Vani agar ikut duduk di tepi kasur, “Kamu berhak tau. Van, salah satu ketakutan saya adalah ini. Di sini. Saya takut sesuatu yang Kakek harapkan tiba-tiba hancur karena saya sendiri. Mungkin kamu masih bingung kenapa juga Papah tidak suka dengan usaha dari nol saya ini. Sebenarnya ini menyangkut masa lalu dia.”
“Masa lalu?”
Laki-laki itu mengangguk, “Masa lalu Papah, sebelum Mamah. Saya jelaskan agar kamu mengerti. Begini, ini juga adalah alasan kenapa saya tidak menceritakan semuanya ke Mamah. Van, Mamah sama Papah itu menikah seperti kita. Karena perjodohan seperti yang sudah Mamah ceritakan. Sebelum itu terjalin, sebenarnya Papah sudah mempunyai kekasih. Mereka saling mencintai. Tapi hubungan mereka rusak karena orang ketiga. Orang ketiga itu adalah seseorang pendiri bengkel besar di kota. Papah sempat gagal move on dari wanita itu. Di situlah awal mulanya kenapa Papah sangat membenci produksi saya ini. Kenapa juga saya bisa tahu? Saya tidak akan tahu kalau bukan Kakek yang memberi tahu.”
KAMU SEDANG MEMBACA
LEGAL • [ON GOING]
Teen FictionPerihal pernikahan bukanlah hal yang mudah untuk di laksanakan apalagi di jalani. Belum lagi, umur Vani yang masih 19 Tahun belum berpikir jauh hingga ke jenjang tersebut. Vani yang tidak terima dengan perjodohan itu pun berusaha menggunakan beberap...