045. Terlalu Berharap

113 14 3
                                    

045. Terlalu Berharap

 Terlalu Berharap

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

     “O ... Oh enggak kok. Ini juga mau berangkat, kok.” ujar Vani menatap Arsel. Gadis itu langsung masuk ke kamar mengambil tas selempangnya.

     “Saya belum mengijinkan kamu pergi, Vani.”

     Langkah Vani terhenti. Karena posisinya tepat di belakang Elsa, Gadis itu menjuk punggung Elsa, “Ada Kak Elsa, kayaknya ada masalah penting yang harus di bereskan. Iya kan, Kak?” tanya nya saat Elsa melihat gadis itu.

     Elsa menggelengkan kepala nya,  “Nggak terlalu penting kok, Van. Kita juga belum kenalan. Kamu Vani, kan?”

     Vani melirik Arsel yang malah fokus menikmati ketopraknya. “I ... Iya, Kak.”

     “Kamu imut lho, pantesan aja Pak Arsel cinta sama kamu.”

     Rasanya Vani ini ingin terbatuk-batuk. Gadis itu menipiskan bibirnya, “Iya Kak, alhamdulillah aku juga bersyukur banget. Apalagi kita itu ibadah tiap malem nya suka lebih dari lima ronde.”

     “Uhuk!” Arsel melirik Vani yang membuatnya terbatuk. Laki-laki itu tidak menyangka ucapan yang terbilang ambigu bisa keluar langsung di mulut Vani. Bahkan beraninya gadis itu bicara di depan Elsa. Bukannya setiap ucapan harus ada pembuktian?

     Melihat Elsa kikuk, Vani tertawa, “Ah, maaf Kak. Malah nyeritain hal yang gak penting. Kayaknya udah siang nih, aku berangkat duluan ya Kak, Pak Arsel, saya duluan. Permisi,” Vani langsung keluar dari ruangan Arsel.

     Kini hanya tinggal Elsa dan Arsel, “Pagi, Pak.” ujar Elsa mendekat ke meja kerja Arsel.

      “Iya Elsa. Ada masalah apa?” tanya Arsel seraya merapikan bekas sarapannya.

     “Bapak udah sarapan?” tanya gadis itu seraya membenarkan rambutnya yang di kucir kuda.

      “Seperti yang kamu lihat, barusan saya sarapan sama Vani.”

     Elsa menggigit bibir bawahnya canggung, “O ... Oh iya, Pak. Begini Pak, ini ada titipan berkas penting dari Kak Roy.”

      Tangan kanan Arsel meraih maps yang di sodorkan Elsa, “Oh, oke. Terimakasih ya, Elsa.”

      “I ... Iya, Pak.” kedua tangan Elsa tertaut, “Kalo di liat-liat, Vani itu kayaknya masih ke kanakan ya, Pak?”

      Wajah Arsel terdongak. Yang tadinya menatap layar laptop, teralih untuk melihat Elsa, “Menurut kamu begitu?”

      Elsa mengangguk pelan, “Iya Pak. Sepertinya Bapak harus banyak memaklumi dia lebih banyak. Karena biasanya, kebanyakan perempuan seusia Vani itu ya masih ingin main-main, nongkrong sana-sini sama temen-temennya, sembilan puluh persen menghambur-hamburkan uang. Apa Bapak bahagia?”

LEGAL • [ON GOING]   Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang