015. Deal

205 16 0
                                    

015. Deal

     “Apaan si make ikut ngatur-ngatur hidup gue segala!” kesal Vani

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

     “Apaan si make ikut ngatur-ngatur hidup gue segala!” kesal Vani. Tangan gadis itu mencoba meraih tas gendongnya yang sengaja Arsel simpan di atas lemari. Decakan keluar dari mulut gadis itu saat tas nya tak kunjung gadis itu dapatkan.

     Vani menghela napasnya. Wajahnya mendongak menatap nanar langit-langit. Emosi gadis itu sangat sulit di kontrol akhir-akhir ini. Dan itu selalu saja Arsel yang menjadi alasannya.

     Vani tidak boleh diam saja seperti ini. Gadis itu harus keluar dari rumah Arsel sekarang juga. Mumpung ada Amanda sama Pipi juga, pasti Arsel tidak akan memperlakukan Vani semenenah-menah di depan teman-temannya.

     Tidak sengaja melihat kursi kayu di dekat jendela, Vani lansung mendekati kursi itu lalu menariknya ke depan lemari. Sial, kenapa tidak dari tadi saja seperti ini. Liat, Vani tidak sebodoh itu kan? Arsel terlalu meremehkannya.

     Berhasil mendapatkan tas gendongnya, detik itu juga Arsel membuka pintu kamarnya.

     Vani harus terlihat tenang. Gadis itu tidak boleh langsung memberontak. Karena Arsel masih di ambang pintu. Bisa saja kan laki-laki itu mengunci pintu kamarnya tiba-tiba seperti kemarin.

     “Saya minta maaf.” ujar Arsel membuat Vani nyaris terbelalak. Langka. Sangat langka. Ini sangat langka!

     Vani segera turun dari kursi lalu berjalan mendekati Arsel, saat ingin membuka suaranya, gadis itu urungkan untuk mengambil hijap instannya di sofa.

     “Kamu benar. Saya terlalu mencampuri urusan kamu. Lebih baik kamu pikirkan kembali baik-baik. Saya tidak akan ikut campur lagi dengan keputusan kamu kali ini.”

     Benar. Itu baru pemikiran jelas. Seraya memakai hijapnya, Vani kembali mendekati Arsel yang masih berdiri di depan pintu.

     “Kamu mau maafin saya?”

     Vani merekatkan tas yang di gendongnya, “Gue mau pulang.”

     Arsel menghela napasnya, “Van ....” laki-laki itu maju satu langkah dengan tatapan sayup yang berusaha menyihir hati Vani, “Saya mau kita damai.”

     Fft! Detik itu juga Vani memecahkan tawanya, “Damai? Gila aja,” Vani langsung melewati Arsel untuk keluar. Tetapi Arsel tak kalah cepat. Laki-laki itu segera menghadang langkah Vani dengan tangan yang bertumpu pada tiang pintu.


   Vani berdecak, “Nggak ada gunanya tau gak si. Nggak ada gunanya lo ngurung gue kayak gini. Jadi awas, gue mau pulang!” ujar gadis itu dengan napas memburu.

LEGAL • [ON GOING]   Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang