036. Bukan Obat Penyembuh

80 8 0
                                    

036. Bukan Obat Penyembuh

     Setelah mengunci gerbang, Vani melanjutkan dengan mengunci semua jendela rumah Arsel

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

     Setelah mengunci gerbang, Vani melanjutkan dengan mengunci semua jendela rumah Arsel. Laki-laki itu benar-benar tidak pulang. Vani melirik ponselnya di atas meja. Mungkin saja Arsel menghubunginya melalui Whatsapp. Tapi rasanya Vani terlalu berharap kalau sampai membuka blokirannya. Bukannya lebih baik seperti ini? Biarkan saja laki-laki itu tidak pulang. Vani kan bisa tenang. Tapi kenapa gadis itu merasa sepi?

      “Nama perusahaan Arsel yang di Bandung itu PT Arsen. Dia sengaja namainnya make nama Kakeknya. Kalo kamu bisa, kamu dateng aja sekalian ke sana. Dia juga kayaknya nginep di sana.

     Mengingat perkataan Rea tadi, Vani langsung mengambil ponselnya. Gadis itu mencari tahu tentang PT. Arsen. Dan benar saja, Perusahaan yang di pegang Arsel akan selalu besar. Seperti ini. Dan ternyata perusahaan tersebut juga tengah membuka peluang kerja. Sepertinya memang ada masalah pada perusahaannya. Arsel benar-benar orang sibuk. Dan. Dia tidak mempercayai Vani. Kalo percaya pada gadis itu, mana mungkin Arsel tidak bercerita tentang dirinya sedikit saja. Ya karena ini, sebenarnya Arsel memang menganggap Vani tidak ada. jadi, untuk apa gadis itu mau mencoba mempertahankan pernikahannya. Vani terlalu bodoh.

     “Arsel sialan!” gadis itu menghentak-hentakkan kakinya menuju kamar, “Awas aja ya kalo ketemu! Gue jadiin sambel terasi lu!” kesalnya langsung membanting tubuhnya ke atas kasur.

     Saat matanya mulai terpejam,  mata gadis itu kembali terbuka saat ponselnya berdering. Tanpa berpikir panjang, Vani langsung mengangkat telpon itu, “Halo?” ujarnya.

     Beberapa detik tidak ada jawaban, Vani mendudukkan tubuhnya, “Halo? Lo salah nelpon ya? Yaudah gue matiin ya,” saat Vani ingin mematikan sambungan telpon itu, akhirnya orang itu membuka suara, “Tunggu.”

     Walau hanya sepatah kata, Vani sangat mengenali suara itu. “Arsel?”

     “Kamu belum tidur?”

     Vani memejamkan matanya sebentar, “Gue mau tidur,” gadis itu langsung mematikan sambungan telponnya. Rasanya aneh sekali. Ekspresi seperti apa yang harus Vani tunjukkan? Gadis itu kesal. Sangat kesal. Tetapi ini juga bukan salah Arsel. Apalagi Arsel menghubunginya seperti ini.

     Kenapa Vani malah merasa kalau Arsel ini sedang lemah. Dari nada bicara laki-laki itu saja sangat terdengar prustasi. Apa masalah ini yang di maksud pada mimpi gadis itu sebelumnya? Sebenarnya Arsel ini tertekan? Tapi kenapa Hadi harus menghalangi mimpi Arsel? Apa masalahnya? Laki-laki itu membangun mimpi atas kerja kerasnya sendiri. Bukannya Hadi harus mendukungnya?

    Vani menghela napasnya, sejauh ini ternyata Vani tidak tahu masalah Arsel. Ternyata Vani ini lupa kalau ternyata bukan dirinya saja yang punya masalah. Tetapi Arsel juga. Sudah Vani baca kalau Arsel pasti hidup di bawah tekanan orang tuanya. Menikah pun sepertinya Arsel memang terpaksa. Tetapi laki-laki itu teramat pintar menyembunyaikan masalahnya.

LEGAL • [ON GOING]   Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang