026. Di Curigai
Dengan perlahan dan sangat berhati-hati, Vani mulai membaringkan tubuhnya di sisi Arsel. Tenang saja, gadis itu sudah menjadikan bantal guling sebagai pembatas antara nya. Berhasil merebahkan tubuhnya yang sangat lelah itu, Vani menghela napas lega. Sebenarnya Vani sangat tidak mau tidur satu ranjang dengan Arsel. Tetapi sialnya kamar Vani tidak memiliki sofa seperti kamar Arsel. Alhasil, gadis itu harus mengorbankan dirinya. Vani sebut ini sebagai pengorbanan karena tidak ada pilihan lain. Tidur di lantai kan tidak lucu.
Alih-alih semuanya menjadi gelap, mata Vani kembali terbuka lebar saat sesuatu menimpa perutnya. Vani mencoba mencomot tangan Arsel agar menyingkir. Tetapi hasilnya malah bertolak belakang. Laki-laki itu menggenggam tangan Vani selayaknya takut untuk di tinggali. Ah, andai saja Arsel mengetahui kondisi jantung Vani yang selalu di buat terkejut. Maukah laki-laki itu menghentikan perlakuannya.
Vani menatap kembali tangannya yang masih di genggam Arsel. Gadis itu mulai merasakan hangat di sana. Itu nyaman. Namun Vani tidak boleh terhanyut, “Licik.” ujar gadis itu mengingat kembali bagaimana cara Arsel mempermainkannya. Sepertinya masih banyak yang belum Vani ketahui tentang Arsel. Gadis itu juga tidak boleh terlalu tidak memerdulikannya. Gadis itu harus mencari tahu.
“Kenapa belum tidur hm?” tanya Arsel seraya menyingkirkan bantal guling yang menghalanginya. Laki-laki itu menarik Vani ke dalam pelukannya, “Dingin?”
Pala lu botak dingin. Yang ada panas ini mah. Batin Vani. Kini yang di lihatnya hanyalah gelap di dalam dada bidang Arsel yang terbaluti kemeja hitamnya. Bahkan hidungnya sudah mencium aroma baju yang Arsel pakai. Sungguh ini bagaikan wasabi. Ini sangat menusuk di hidungnya. Apa Arsel make sebotol parfum setiap hari? Apalagi wangi Arsel ini belum pernah Vani temukan sebelumnya. Ini sangat khas.
“Meski kamu belum bisa menerima saya, saya akan selalu mencoba.” ujar Arsel dengan suara beratnya.
Vani menipiskan bibirnya, “Kalo gue masih nggak bisa. Gimana? Lo masih mau ngehargain keputusan gue kan?”
“Itu nggak akan terjadi. Suatu saat kamu akan nerima saya Vani.” Arsel mengusap surai gadis itu. Arsel tetaplah Arsel. Laki-laki itu akan tetap berdiri tegas atas keputusannya. Namun itu licik untuk Vani. Huh ....
“Kenapa lo kekeuh banget si. Bahkan lo belum ngenal gue. Gue bukan cewek baik-baik, Sel. Lo sepercaya itu sama gue?” Vani memainkan kancing kemeja laki-laki itu.
Arsel tersenyum, “Saya tidak pernah bilang saya mencari perempuan baik-baik. Kenapa kamu selalu merendahkan diri kamu sendiri?”
KAMU SEDANG MEMBACA
LEGAL • [ON GOING]
Teen FictionPerihal pernikahan bukanlah hal yang mudah untuk di laksanakan apalagi di jalani. Belum lagi, umur Vani yang masih 19 Tahun belum berpikir jauh hingga ke jenjang tersebut. Vani yang tidak terima dengan perjodohan itu pun berusaha menggunakan beberap...