035. Masalah Sebenarnya

113 9 1
                                    

035. Masalah Sebenarnya

 Masalah Sebenarnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

     “Ah Pak Arsel. Akhirnya Bapak datang juga, saya tidak tahu lagi jika Bapak tidak datang sekarang.” ujar seorang pria berpakaian formal menyambut kedatangan Arsel.

     “Apa kabar Roy?” ujarnya langsung memeluk pria itu.

     “Sangat tidak baik-baik saja sejak saat dimana Bapak memberikan kepercayaan kepada saya untuk menghandle semuanya. Asal Bapak tahu, semuanya hampir keteteran. Pak, kami di komplain.”

      Kekehan keluar dari mulut Arsel, laki-laki itu mulai melangkah menuju ruangannya yang sudah lama sekali di tinggalnya. “Ya, saya rada kurang percaya saat kamu mengabari masalah ini. Saya usahakan langsung ke sini untuk meluruskan.”

     “Sejujurnya saya berminta maaf, Pak. Kami merusak waktu dan pekerjaan Bapak yang lain. Kami sangat butuh saran untuk saat ini.” ujar pria itu merasa bersalah.

     Arsel membuka kunci pintu ruangannya, “Justru saya sangat berterimakasih sama kamu Roy, terimakasih atas semua kerja keras kamu di sini tanpa saya. Ah, jika tidak ada kamu, mungkin produksi ini akan berhenti gitu aja.” mata laki-laki itu mengedar melihat seisi ruangannya yang masih sama seperti delapan bulan lalu. Mungkin jika tidak terpaksa ke sini laki-laki itu akan mencapai satu tahun lamanya meninggalkan tanggung jawab.

     “Terimakasih Pak atas kepercayaannya. Banyak hal yang saya pelajari di sini, saya mencoba untuk melakukan yang terbaik agar produksi terjaga. Semuanya berkembang pesat. Bahkan sampai hal yang membuat saya langsung mengadu pada Bapak seperti ini. Kira-kira Pak, menurut saran Bapak untuk membuka peluang lowongan pekerjaan, apa kualifikasi yang harus memenuhinya?”

     Tangan Arsel membuka gorden yang hampir sepenuhnya berdebu itu. Sengaja tidak di bersihkan secara rutin karena itu permintaan Arsel sendiri, bahkan laki-laki itu sendiri yang mengunci dan membawa kuncinya. Semuanya bersifat pribadi. “Karena untuk kali ini sangat-sangat di butuhkan apalagi untuk satu gedung yang baru saja selesai, kita buka untuk semua jenjang. Tetapi, carilah yang benar-benar ingin bekerja. Karena jika orang itu memiliki keinginan besar, ia pasti tidak ingin mengecewakan dirinya sendiri dengan bermalas-malasan.”

     “Baik Pak, saran seperti ini sangat saya butuhkan. Apalagi klien kita komplain mengenai kelambatan produksi. Bapak benar, salah satu masalahnya adalah malasnya beberapa karyawan.”

     Arsel mengangguk, “Saya juga minta laporan daftar hadir seluruh karyawan yang sudah memiliki peringatan.”

     “Baik Pak, kalo begitu Bapak istirahat terlebih dahulu, saya akan memanggil beberapa orang di departmen kebersihan untuk membersihkan kamar dan ruangan Bapak ini agar Bapak bisa lebih nyaman. Saya permisi Pak,” Pria bernama Roy itu langsung beranjak dari sana.

     Kini tinggal Arsel di dalam ruangannya. Laki-laki itu merogoh ponselnya saat mengingat Vani. Meski whatsapp nya masih di blokir gadis itu, Arsel tetap mengirimkan pesannya. Laki-laki itu juga tidak menyesal karena terburu-buru tadi sehingga tidak berpamitan secara langsung pada istrinya karena Arsel tidak mau menyeret Vani ke dalam masalahnya. Arsel takut membebani istrinya itu. Meski begitu, bukannya laki-laki itu sudah memberi arahan pada Vani kemarin. Jadi seharusnya Vani mengerti.

LEGAL • [ON GOING]   Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang