012. Kebahagiaan Gue
Yang RusakBerbagai cara telah Vani pikirkan sampai gadis itu mondar-mandir di depan pintu kamar Arsel yang sialnya terkunci. Ini seriusan Vani di kurung seperti ini?
Vani berdecak saat handphonenya mati. Baru saja gadis itu berniat untuk menghubungi Amanda san Pipi. Huft! Andai nanti gadis itu bertemu mereka, akan gadis itu maki semaki-makinya. Teganya mereka menyerahkan Vani pada Arsel.
Merasa bahunya berat, Vani menyentuh kerudung yang di kenakannya. Tidak masalah kan kalau gadis itu buka? Bukannya apa, tapi biasanya jam segini itu Vani sudah ningkreb di kamar. Terus kalo kayak gini gimana? Belum terbiasa juga Vani membuka hijapnya di depan laki-laki selain Zaki. Jangan salah, gini-gini Vani berusaha memperbaiki dirinya. Gadis itu juga sedang belajar memperbaiki lisannya yang sungguh kelewat halal. Apalagi kalau sudah melihat wajah Arsel. Mulutnya tiba-tiba tidak bisa terkendali.
Vani mendekati lemari yang terdapat full cermin di bagian pintunya. Gadis itu melipat kedua tangannya ke depan dada, “Biarin kali ya? Cowok itu juga sekarang kan muhrim.” ujar Vani langsung membuka hijap instannya. Apalagi ... Ah Vani hampir lupa, gadis itu juga kan harus menunjukan kalo dirinya ini bukan perempuan yang baik-baik. Vani harus seburuk mungkin di depan Arsel. Ya.
Vani celingukan mencari keberadaan sisir. Pasti Arsel juga bukan tipe orang yang suka sama perempuan berambut pendek. Vani langsung terkekeh. Gadis itu harus membuat Arsel muak saat melihatnya. Apalagi potongan rambut Vani ini bukan lagi potongan pendek biasa, melainkan potongan mullet yang memberikan aura kalau Vani ini bukan gadis yang lemah lembut. Ah, pasti Arsel merasa ilfeel melihatnya.
Saat pintu toilet terbuka, Vani langsung menoleh ke arah Arsel yang sudah berpakaian santai. Vani langsung berdeham saat laki-laki itu menatapnya dari bawah hingga atas, sialan. Vani paling tidak suka dengan tatapan seseorang seperti itu.
“Gue udah pernah bilang, gue di rumah sama di luar beda. Pasti lo ngerasa risih kalo liat gue. Jadi gue saranin, sebaiknya lo cepet-cepet buka pintu dan biarin gue pergi dari sini.” ujar Vani, “Kelakuan buruk gue juga bukan cuma sampe di sini, gue bahkan bisa berpakaian lebih terbuka lagi dari sekarang. Jadi, lo siap-siap aja makan ati liat gue.” sambung gadis itu.
Arsel tersenyum miring, “Kamu berbicara seperti itu di depan siapa Vani? Saya ini sudah dewasa. Mendengar kamu berbicara seperti itu memiliki arti yang berbeda dari pikiran kamu. Justru kami,” Arsel mendekati Vani memojokkan gadis itu, “Kami sebagai orang dewasa malah menantikan itu.” sambungnya tepat di depan telinga Vani yang kini hanya terhalang oleh helaian rambut.
Vani langsung mendorong dada Arsel berhasil membuat laki-laki itu mundur beberapa langkah ke belakang. Vani membenarkan blazernya seraya mengumpulkan kembali keberaniannya, “Lo ngomong gitu cuma buat nantangin gue, kan?!” cerca gadis itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
LEGAL • [ON GOING]
Teen FictionPerihal pernikahan bukanlah hal yang mudah untuk di laksanakan apalagi di jalani. Belum lagi, umur Vani yang masih 19 Tahun belum berpikir jauh hingga ke jenjang tersebut. Vani yang tidak terima dengan perjodohan itu pun berusaha menggunakan beberap...