013. Mending Ngebubur

211 19 10
                                    

013. Mending Ngebubur

    Dengan tangan tersilang di depan dada, Vani menatap sinis ke arah Arsel yang tengah membenahkan kasur yang katanya ingin di buat perbatasan saja agar adil, agar tidak ada yang harus tidur di sofa karena itu akan menyiksa kondisi tubuh

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

    Dengan tangan tersilang di depan dada, Vani menatap sinis ke arah Arsel yang tengah membenahkan kasur yang katanya ingin di buat perbatasan saja agar adil, agar tidak ada yang harus tidur di sofa karena itu akan menyiksa kondisi tubuh.

     “Kasurnya sudah saya batasi. Jadi jangan khawatir, saya tidak akan melanggar batas.” ujar Arsel lalu duduk di tepi kasur.

     Vani menyipitkan matanya, “Gue nggak yakin, karena guling itu bisa bergeser kapan aja. Dari pada gini, gue ngalah. Gue tudur di sofa.” lalu gadis itu menipiskan bibirnya seraya berbalik menuju sofa.

     “Terserah juga. Selamat malam,” Arsel langsung membaringkan tubuhnya menarik selimut hingga sebatas dada.

      Melihat itu, membuat bibir Vani setengah terbuka. Gila. Benar-benar gila. Tidak bisakah laki-laki itu mengalah sedikit pada perempuan?

     Dengan penyesalan yang telah terjadi karena gadis itu sendiri, Vani berusaha tenang lalu duduk di sofa. Perlahan gadis itu membaringkan tubuhnya mencari posisi yang nyaman. Sialnya, mana ada tidur di sofa bisa nyaman.

     Karena tinggal suara denting jarum jam dan keterdiaman Vani, gadis itu melirik Arsel. Laki-laki itu sudah tidur?

      “Saya tahu kamu akan beranggapan seperti itu. Kamu akan merasa kebahagiaan kamu rusak. Saya juga tau gimana isi hati kamu saat menerima perjodohan ini. Kamu harus tahu, Kamu merasa kebahagiaan kamu rusak seperti ini itu karena kamu sendiri. Orang tua kita tidak akan membuat keputusan sebesar ini kalau mereka tidak percaya dan yakin Bahwa kita akan bisa menjalaninya. Dari sini harusnya kamu paham apa yang harus kamu buang jauh-jauh dan apa yang harus kamu pelajari perlahan.”

     Vani memejamkan matanya. Perkataan Arsel tadi masih meminta untuk di cerna di otaknya. Arsel ini sangat dewasa di  setiap perkataannya seperti yang selalu Vani dengar. Bahkan selalu saja sulit untuk gadis itu mengerti, tetapi sifatnya yang menyebalkan itu  berhasil menutupi dan membuat Vani kesal dengan mudahnya.

     Vani menatap langit-langit. Merasa aneh dengan perasaannya, apa Vani memang harus belajar menerima semuanya? Menerima kenyataan yang menimpa gadis itu. Atau ... Mencari cara lain untuk kebahagiaannya? Terkadang Vani merasa bersalah, terkadang juga Vani merasa kalau ini tidak adil. Lalu bagaimana gadis itu akan menanggapinya? Tapi setelah di pikir-pikir kembali, Vani akan terus mencari cara agar bisa menjauh dari Arsel. Apalagi sekarang,  gadis itu juga harus keluar dari rumah Arsel ini.

     “Kalau tidak nyaman, buang jauh-jauh ego kamu lalu tidur di sini,” ujar Arsel tiba-tiba membuat Vani langsung menatap laki-laki itu.

     Vani menghela napasnya, “Kata siapa nggak nyaman? Gue malah di rumah suka banget tidur di sofa. Bahkan hampir setiap hari gue tidur di sofa kayak gini. Jadi jangan sotoy.”

LEGAL • [ON GOING]   Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang