005. Perintah Dan Aturan

256 21 10
                                    

005. Perintah Dan
Aturan

     Vani menatap dirinya di pantulan cermin

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

     Vani menatap dirinya di pantulan cermin. Gadis itu sengaja berbohong untuk membuang air kecil, padahal lebih tepatnya gadis itu ingin menetralkan pikirannya yang hampir stres.

     Sepertinya Arsel bukan hanya irit berbicara, tetapi juga memiliki sifat angkuh dan tidak bermoral. Bagaimana tidak? Tadi saja laki-laki itu hanya diam tidak mengatakan sepatah kata pun. Berbanding balik dengan yang Jihan katakan. Katanya laki-laki itu mempunyai kepribadian yang baik. Tapi mana? Menyapa sedikit pun tidak.

     Vani mencuci wajahnya, “Hidup lo gini amat, Van.” ujarnya seraya mengambil tisu di dalam tas selempangnya, “Eh tapi nggak masalah juga si kalo tuh cowok emamg irit bicara. Kan itu mempermudah nantinya, jadi dia pasti nggak akan meduliin gue, nggak bakal ngekang, pastinya nggak bakal ngatur-ngatur gue. Ah, kok gue nggak kepikiran ke sana ya?” monolognya.

     “Terus maksud Ibu ngasih kode buat gue nggak ngelanjutin perihal tinggal terpisah itu apa ya? Apa emang sengaja di sembunyiin dari Nenek ya?” lagi-lagi gadis itu berbicara pada dirinya sendiri seraya membenarkan hijapnya.

     Helaan napas terdengar dari mulut gadis itu, “Van ... Tenang, lo masih punya masa depan yang cerah kok, liat aja nanti. Lo bakal bahagia. Kita bikin aja tuh cowok bosen sama kita terus pergi deh. Jadi lo nggak perlu pusing-pusing kayak orang lain yang nikah muda juga.”

     Vani melirik arloji di pergelangan tangan kirinya. Sudah larut. Gadis itu butuh istirahat.

     Saat Vani membuka pintu toilet, gadis itu di kejutkan dengan keberadaan Arsel yang tengah menyandarkan punggungnya pada dinding. Sedang apa laki-laki itu?

     Berusaha untuk tidak memerdulikan lalu melewati laki-laki itu, pergelangan tangannya tiba-tiba di cengkeram, “Saya mau bicara.”

     Vani yang sedang mengontrol degup jantungnya itu pun melirik Arsel lalu menarik tangannya dari laki-laki itu. Gadis itu melangkah dua kali mundur, “Udah malem. Gue mau pulang.”

     “Oh oke. Kalau ada waktu luang, kita bicara.” ujar Arsel lalu beranjak lebih dulu meninggalkan Vani.

     Hah? Nggak ada basa-basi sama sekali? Semakin tidak bisa di tebak, siapa sebenarnya laki-laki itu?
    
     kalo nggak nawarin pulang, Paling nggak ya ngomong apa dulu kek, ah!

     Vani ikut beranjak dari sana, langkahnya di buat sepelan mungkin agar menjaga jarak dengan laki-laki itu.

     “Van, kamu pulang duluan aja. Ibu sama Ayah mau nginep di sini.”

     Hah? Vani mengerjap beberapa kali. Ah oke, Vani berani kok nyetir sendiri di malam selarut ini. Serius.

     Vani mendekati Jihan dan Zaki, “Kalo gitu Vani pulang dulu, ya?”

LEGAL • [ON GOING]   Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang