024. Hari Yang Suram
“Ada yang namanya Vani?”
Vani mengangkat tangan kanannya, “Saya,” ujarnya lalu bangkit.
“Semua anak magang sudah menerima ID card langsung dari CEO. Sekarang giliran kamu yang di panggil. Kamu tinggal naik lift ke lantai dua belas, di sana nanti langsung di hadapkan dengan pintu. Kamu tinggal ketuk saja.” ujar laki-laki seumuran dengan Arsel yang entah siapa Vani belum mengenal satu persatu para karyawan.
“Saya Radit, asisten human resource development.”
“O-oh, baik Pak, sebelumnya kenapa harus langsung menghadap CEO, ya Pak? Sedangkan itu bukan tugasnya.” tanya Vani tanpa ragu.
“Karena program ini di tanggung jawabi langsung oleh CEO, kami hanya bisa menyampaikan dan mengarahkan saja kepada kalian. Kalo kamu butuh bantuan saya, kamu tinggal datang saja ke lantai lima. Terimakasih.”
Aneh. Vani tahu ini. Ini pasti hanya akal-akalan laki-laki itu saja. Bagaimana bisa Arsel mengatur perusahaan semaunya, Vani menyimpan beberapa lembar kertas di tangannya di atas meja. “Tuan muda berprestasi. Kalian pada nggak tau aja seberapa sialan dan liciknya si Arsel.” cibir gadis itu.
Vani segera beranjak keluar dari ruangan departemennya. Jujur, Vani mengagumi penataan di gedung Ar'trax ini. Setiap departemen memiliki ruangan yang luas di setiap lantai yang berbeda. Kebetulan Vani di tempatkan langsung di bagian accounting. Meskipun sedih juga karena gadis itu tidak satu departemen dengan Amanda dan Pipi. Tetapi Vani masih memiliki Aksa di sana. Ah, laki-laki itu langsung terlihat sibuk sedari tadi. Tetapi itu nenguntungkan untuk Vani. Karena kalau ada waktu luang, pasti Aksa akan mengganggunya. Vani sumpahi, Aksa akan sibuk selalu.
Setibanya di lantai dua belas, Vani langsung mengetuk pintu berwarna hitam di depannya. Menunggu beberapa detik masih belum di buka juga, Vani kembali menggedor-gedor pintu itu, “Selamat siang, mohon maaf mengganggu waktunya, saya Vani Pak, peserta magang.” ujar gadis itu mengeraskan suaranya.
Klik.
Suara kunci di buka dari knop pintu membuat Vani merunduk menatapnya. Gadis itu menghela napasnya, lalu membuka pintu. Hal pertama yang gadis itu lihat ialah ruangan kerja mewah yang di lengkapi oleh partisi kaca yang langsung menampilkan suasana di luar. Wah ... Ini lebih dari mewah.
“Khem,”
Tatapan Vani teralih dari partisi ke arah laki-laki yang tengah berkutat dengan laptopnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
LEGAL • [ON GOING]
Teen FictionPerihal pernikahan bukanlah hal yang mudah untuk di laksanakan apalagi di jalani. Belum lagi, umur Vani yang masih 19 Tahun belum berpikir jauh hingga ke jenjang tersebut. Vani yang tidak terima dengan perjodohan itu pun berusaha menggunakan beberap...