018. Balance

161 15 0
                                    

018. Balance

     Arsel memarkirkan mobilnya di area indomaret

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

     Arsel memarkirkan mobilnya di area indomaret. Sesuai janji, laki-laki itu akan membelikan camilan dan minuman serba matcha untuk Vani.

     “Kamu tunggu sebentar, biar saya yang beli.” ujar Arsel langsung keluar dari mobil.

     Vani tidak ikut satu mobil dengan Nenek Ola. Karena wanita itu yang menyuruh Vani untuk bersama Arsel. Vani yang tidak bisa menolak itu pun ya hanya menuruti.

     Saat Arsel kembali dengan satu kantong kresek besar, Vani menegakkan punggungnya. Sebanyak itu?!

     “Masih kurang?” tanya Arsel.

     Vani menelan susah salivanya. Gadis itu mengintip isi kantong kresek yang masih di pegang Arsel.

     “Ambil, ini Semua buat kamu.” Laki-laki itu langsung meletakkan kantong kreseknya di atas paha Vani.

     Vani berdeham, “Bill nya mana?”
    
     Tidak menghiraukan gadis itu, Arsel memilih untuk memulai kembali perjalanannya.

     “Gue nanya, bill nya mana?” tanya Vani sekali lagi.

     “Untuk apa kamu memepertanyakan itu? Itu kan bonus. Buat kamu. Jadi saya yang mentraktir kamu.” jelas Arsel melirik singkat gadis itu.

     Vani mengambil salah satu ice cream lalu membukanya, “Ya ... Cuma mau liat aja. Sebanyak ini.”

      Arsel tersenyum simpul saat Vani memakan lahap ice cream di tangannya.  Sungguh pecinta hijau.

     Ah Arsel hampir melupakan sesuatu, “Tadi di cafe, kamu kenapa lari dari saya?”

     Dengan bibir yang mengampit ice cream, Vani melirik laki-laki itu. Gadis itu kira Arsel sudah melupakan masalah tadi. Lagian, untuk apa di bahas. “Dimana?”

     “Nggak usah pura-pura lupa, Van. Kamu segitunya menghindar dari saya.” Iya juga, tadi sore Vani menghindari laki-laki itu tanpa alasan. Tapi ya menjaga-jaga saja, siapa tau Arsel mengingkari janjinya lalu menculik gadis itu lagi? kan nggak lucu.

     “Yaudah si, akhirnya juga kan gini.”

     Arsel memelankan mobilnya saat di depan sana lampu merah, “Oke kali ini saya tidak akan mempersalahkannya. Tapi saya ingin mengucapkan selamat buat kamu. Selamat kamu sudah menjadi anak magang di Ar’trax Company.”

     Vani menautkan kedua alisnya, “Dari mana lo tau? Perasaan gue belum bilang deh, sama orang tua kita juga belum cerita. Kok lo bisa tau?”

     Skakmat. Arsel menelan salivanya, “Sa-saya tau dari teman-teman kamu.” ujar laki-laki itu.

     “Mentang-mentang satu kontak sama temen-temen gue, lo jadi semenah-menah memperlakukan mereka. Pasti lo pernah maksa-maksa mereka buat minta info tentang gue kan? Mending kalian semua lost contacts deh.” saran Vani.

LEGAL • [ON GOING]   Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang