63. Perpisahan Yang Keji.

159 18 3
                                    

Saya pernah berpikir untuk membuang perasaan saya.

Saya adalah seorang dewa, dan pria itu hanya seorang manusia biasa.

Cepat atau lambat kami akan berpisah, dia akan meninggalkan saya.

Saya harus pergi dan memutus ikatan itu sebelum semuanya terlambat, sebelum seutas tali merah itu berubah menjadi baja.

Saya harus meninggalkan anda.

.
.
.

Amaterasu-sama, saya kembali mendapatkan ingatan anda, tentang pria yang keningnya anda kecup lalu anda berkati seumur hidup nya.

Bukan ingatan yang indah, itu ingatan yang pedih.

Saya hanya bisa terus menangis setelah terbangun dari mimpi itu.

Sesak di ulu hati saya tidak segera usai, saya tidak ingin melakukannya lagi.

Saya tidak ingin berjanji lalu mengingkari.

Anda memberikan tanda ini kepada saya pasti dengan sebab, anda lah yang membuat saya ingin hidup.

Anda menyelamatkan saya, dan saya akan mengemban tanggung jawab ini.

Amaterasu-sama, saya...

Saya lemah, saya sendirian, dan bahkan baru-baru ini saya ditinggalkan.

Saya merindukan rumah, dan seorang Shinki anda yang mengabdi kepada saya.

Saya merindukan era saya...

Saya mendambakan cinta dari orang lain, siapapun itu, sebuah kebaikan yang hangat, perhatian yang asing. Dan saya ingin hanyut di dalamnya.

Di era yang asing ini saya selalu merasa merinding dan kedinginan. Dan orang-orang ini seolah mendekap saya.

Saya membayar mereka dengan rasa sakit, saya melecehkan perasaan mereka, menikamnya secara sepihak.

Seperti yang anda coba lakukan pada Yoriichi San....

.
.
.

"T-tunggu sebentar-" ujung lengan Kimono ku ditarik, sesaat ketika aku sudah berhasil keluar dari gerbang kediaman Kagaya-sama.

"Hm? Ada apa? Tokitou-sama" ia merogoh sakunya.

Sementara aku menunggu dengan sabar.

"Ini harusnya milikmu" ucapnya menyerahkan sesuatu yang telah dilipat rapi.

"Ini hanya seutas kain Tokitou-sama, bagaimana anda yakin ini milik saya?"

Pernyataan itu membuatku terguncang, apakah ikatan kami tidak berhasil ku putuskan? Tidak! Aku yakin aku sudah membunuh Muichirou yang satunya.

Ia sedikit melamun, menatap gumpalan awan di atas langit, nampak tak memperdulikan diriku.

"Tokitou-sama?"

"Tokitou-sama?"

"Tokitou Muichirou-sama-"

Ah...
Dia tidak memperhatikan sama sekali.

"Apa anda memperhatikan Muichirou-sama?" Aku melambai tepat di depan wajahnya.

"Ah benar, sampai dimana kita tadi?"

"Itu..." Aku menunjuk.

"Benar juga, ini yah..."

"Para Kakushi yang mengatakannya, seperti nya itu milik mu, tapi ada padaku selama aku di rawat"

Aku diam sebentar, menimang kembali, haruskan ku ambil itu? Itu hanya sebuah pita putih yang dijual seharga 300 yen di eraku.

"Kalau bukan punya mu aku akan membuangnya" Muichirou berbalik, tanpa memberikan ku kesempatan untuk berpikir.

"A-aaaaaa tunggu dulu! Tunggu! Sepertinya aku mengingatnya, iya! Itu memang milikku, bagaimana bisa ada di tangan anda yah, aku sempat kehilangan itu ahahahahah cerobohnya aku" ujarku.

"Benarkah?" Tanya Muichirou.

Aku mengangguk intensif, mengklaim itu memang milikku.

Kini ketika tanganku bertumpu siap menerima kembali apa yang jadi punyaku, giliran Muichirou yang bersikap ragu.

"Ada apa Muichirou-sama?"

Raut sedih nya tergores begitu kentara di wajah yang sebelumnya tak berekspresi itu.

"Aku tidak tau, aku sepertinya melupakan hal penting" keningnya berkerut.

"Eh? Tidak mungkin! Apa jangan-jangan itu, anda melupakan Yuichirou?" Tebakku, sayang sekali jika dia sampai melupakan keluarganya lagi. 

Kudengar dari Kagaya, adalah sebuah perjalanan panjang bagi Muichirou untuk mendapatkan ingatakan keluarganya serta masa lalu nya.

Kalau sampai di lupakan lagi, kasihan sekali...

Sontak maniknya memandangku instens.

"Bagaimana kau tahu tentang Kakakku?"

Sial! Tebakan ku salah, bahaya nya lagi kini dia curiga padaku.

"Amane-sama memberitahuku, anda pasti telah mendengar desas-desus nya dari Kakushi kan? Saya yang menemukan anda di kaki bukit, jadi Amane-sama mungkin merasa beliau perlu memberitahu saya tentang itu" se natural mungkin.

Aku harus senatural mungkin berbohong padanya.

"Tentang itu..."

"Hm?"

"Apa kau tau apa yang kulakukan di bukit itu? Aku merasa melupakan sesuatu yang penting, sesuatu yang harusnya tidak boleh kulupakan-"

"Saya tidak tahu" putuskku singkat.

"Ini benar milik saya, saya akan mengambilnya kembali yah, terimakasih..."

"Tanganmu bergetar" ucap Muichirou.

"Benarkah? Ahahahah! Saya pasti sudah lelah sekali, hari ini saya dimintai laporan dan belum sepenuhnya pulih dari misi sebelumnya, saya rasa saya harus segera -"

"Misi apa yang kau lakukan? Regu apa yang kau bawa? Dimana kau menjalani misi itu" Muichiro nampak tak puas dengan jawaban ku, ia berusaha menggali lebih banyak dari rangkaian kejanggalan yang nampak nya dirinya temukan dariku.

Sosok Muichirou buram, mendadak di mataku dia terlihat tak jelas, aku bisa merasakan pipiku basah dan pelupuk mataku berat.

"Apa kau baik-baik saja?" Tanya Muichirou, kini intonasi nya terdengar begitu bersalah.

"Saya baik-baik saja " aku mengangguk, menunduk ku gigit bibir bawahku menyembunyikan sesengguk.

"Pokoknya terimakasih banyak untuk semuanya!" Aku menyalami tangan mungil Muichirou, menggenggam nya di dalam kedua tanganku.

"Saya memiliki seorang anak dan istri" ujar pria itu, memandangi matahari terbenam.

Saya sama sekali tidak memperdulikannya, alih-alih dengan masa lalunya.

Saya menawarkan sesuatu pada Yoriichi.

"Apa kau mau memotong ikatan itu? Aku akan melakukannya jika anda menghendaki nya"

Tawar Amaterasu.

"Selamat tinggal"

Tbc~

Kimetsu no Yaiba X Reader || Taiyo no Hanayome || Sun Wife.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang