26. Memorial

1.8K 299 7
                                    

Aku duduk di dalam kereta, menatap lurus pemandanganya mengambang, tidak! Kereta inilah yang mengambang.

Barisan orang-orang berkimono putih, dibawah sana. Menanti giliran masuk sebuah pintu yang tak kutau apa isinya.

"Pemandangan ini lagi? " tanyaku pada hening.

Semuanya jadi tak penting lagi, semuanya jadi tak berarti bagiku.

"Kau tak bisa pergi ke tempat itu" suara seseorang menyapa mu.

Aku mengenalnya, meskipun samar aku bisa merasakan keberadaannya yang sebentar-sebentar fana, sebentar-sebentar nyata.

"Lama tak bertemu, Amaterasu-san " aku tak menatap wajahnya.

Tertarik akan orang-orang dibawah sana yang menghilang ditelan sang pintu.

Ia duduk di bangku yang sama denganku, meskipun banyak sekali bangku kosong di kereta ini. Ia memilih untuk duduk di sampingku.

"Apa kabar? " tanyanya memecah sunyi.

"Bagaimana menurutmu? " tanya ku mengacuhkannya.

Ia tak berniat menjawab.

"Aku babak belur, otot kaki ku sobek, dahiku bengkak, bahuku terkilir" jadi aku yang menjelaskannya

"Apa kau tak bisa melihatnya? " tanyanya lagi.

"Apa? " aku berbalik bertanya.

"Jiwa mu ternoda, kau babak belur" wanita cantik, itu memberi sebuah cermin.

Kau bercermin, dan menemukan sekujur tubuhmu yang membiru keunguan. Seperti tergerogoti sesuatu.

"Kau tak terlihat terkejut atau ketakutan " ujarnya, menarik kembali cermin miliknya.

"Aku tidak peduli lagi, kurasa ini akhirnya, Amaterasu-san! Tolong tarik segel matahari dariku dan temukan orang lain yang bisa menggantikanmu"

"Kenapa kau memintaku melakukan itu" tanyanya.

"Aku tak sanggup lagi, kurasa, aku tak pantas membawa kedudukan ini bersama namaku, Amaterasu-san aku telah mendengarnya dari para penduduk langit"

"Apa yang kau dengar dari mereka? "

Ia semakin memotong jarak denganku, jemarinya menyelinap masuk di ruas-ruas surai (H/c) ku dan membelainya penuh perasaan.

"Kau benar-benar sosok yang sempurna, kau menempatkan perasaan, emosi mu di tempat yang berbeda dengan tanggung jawab dan tugasmu, kau sosok keadilan, yang memilih dengan seadil-adilnya, dan aku tak bisa melakukan hal itu"

Aku menepis tangannya, membungkuk hormat, sebuah bentuk penghormatan terakhir sekaligus permintaan maaf.

Ia tak membalas ucapanku, selain tersenyum hangat.

"Apa kau benar berpikir seperti itu? " tanyanya padaku.

"Pelayan tertuamu juga mengatakannya, aku minta maaf telah mengecewakan mu" jawabku singkat.

"Akulah yang harusnya minta maaf karna tak segera menerbitkan matahari saat itu, jika saja aku melakukannya, bocah merak itu pasti bisa selamat"

"KUMOHON! AKULAH YANG BERSALAH! AKULAH YANG LEMAH! SEMUANYA SALAHKU!"

Aku menyentaknya, namun ia tak terlihat marah padaku. Sebaliknya, ia menarik ku ke pelukannya.

Hangat...

Benar-benar wanita tanpa celah.

"Itu benar, bahwa kau lemah (Name)"

Kau mendengar ucapannya, menutup mata lelah kau menangis.

Kimetsu no Yaiba X Reader || Taiyo no Hanayome || Sun Wife.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang