ALANDAR
Haidar menatap bangunan rumah mewah tingkat dua di hadapannya.
Lalu beralih ke sebuah tas yang sengaja di gantung di pohon mangga.Haidar mengambil sebuah tangga kayu di dekat gazebo lalu menyandarkan tangga tersebut di pohon mangga lalu menaikinya.
Dengan penuh hati hati. Haidar mencoba meraih tas miliknya yang tergantung tak jauh dari tangannya yang hendak meraih.
Setelah berhasil meraih tasnya. Dia menuruni tangga dan mengembalikan tangga ke belakang gazebo.
Setelah itu..
Yang hanya bisa dia lakukan adalah duduk berdiam diri di gazebo dengan kesunyian yang merenggut sisa sisa kebahagiannya.
Rautnya tak sama sekali menjabarkan sebuah kebahagian. Mata tenangnya itu memandangi rumah mewah di depannya, terlebih pada salah satu jendela di lantai 2 sayap kanan rumah. Dimana lampu kuning di hidupkan di saat siang terang benderang seperti ini.
"Ternyata gue tetep seorang pecundang yang ngemis kasih sayang"
Haidar merasa ada yang menepuk pundak kanannya. Lantas dirinya berbalik. Di depannya, berdiri seorang remaja yang satu tingkat lebih tua darinya.
Haidar masih diam sama sekali tak menunjukkan reaksi apapun.
Remaja itu mengeluarkan sebuah kotak dan mengeluarkan isi kotak yang ternyata berisi alat bantu dengar.
Dengan telaten dan tanpa menunjukkan ekspresi apapun. Remaja tersebut memasangkan alat tersebut ke telinga Haidar.
Haidar juga hanya diam sama sekali tak mengubah raut wajahnya yang datar dan sulit di mengerti.
Haidar memejamkan mata saat telinganya berdenging kuat. Lalu setelahnya dia bisa mendengar jelas suara suara di sekitarnya, seperti air terjun di kolam koi depan rumah yang tadi di pandangnya.
"Harusnya lo berterima kasih sama gue" ucap Remaja di depannya
"Gue tau itu dibeli dari hasil donasi" jawab Haidar dengan ekspresi datar
"Lo udah nggak ngemis perhatian sama gue?" tanya remaja tersebut
"Gue nggak butuh seorang Abang" jawab Haidar kepada remaja di depannya yang merupakan Abangnya yang bernama Alano Zayn
"Gue juga nggak butuh Adek kayak lo" ucap Alano
"Sejak kapan lo anggep gue saudara? Saudara gue cuma satu. Alina. Kalau lo bener saudara gue, harusnya lo jengukin gue yang koma selama satu tahun" ucap Haidar
"LO UDAH GUE TOLONG TAPI MALAH NYOLOT KE GUE! BERANINYA LO SAMA GUE! DASAR PEMBUNUH!" teriak Alano dengan emosi membara
Haidar hanya diam tanpa mengucap sepatah kata balasan.
Alano tersenyum miring merasa menang. Saat ingin berucap lagi. Haidar segera menyela.
"Gue tau gue bakal ke panti asuhan. Gue pergi dulu, di sini kayak neraka" ucap Haidar yang langsung mendapat pukulan di pipi oleh Alano.
Alano mencabut paksa alat di telinga Haidar.
Seketika itu Haidar merasakan rasa sakit yang anat luar biasa, telinganya berdenging kuat. Telinganya mengalami pendarahan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Alandar
Random"Sekarang boleh nyerah?" tanya Haidar seraya mengangkat tangannya dengan jari telunjuk dan jari tengah membentuk V, sudut bibirnya yang pucat itu tertarik hingga membentuk senyuman yang manis sekali. "Haidar udah capek" ucap Haidar, senyumnya mulai...