-ALANDAR-
Senyap. Daniel tak lagi bersuara.
"Ngomong, El! Maksut lo itu apa!" geram Haidar
"Janara siapa?! Bohlam apa maksut lo?! Gue bukan teknisi yang bisa benerin bohlam!" seru Haidar tapi tak ada respon.
"Haidar?"
Bukan. Itu bukan suara Daniel melainkan suara Androe. Haidar berdecak kesal.
"Mana Daniel?" tanya Haidar
"Dengerin instruksi gue. Lo bayangin pegang pistol sekarang!" seru Androe
"Apasih?" gumam Haidar
"Udah?" tanya Androe. "Gue beri waktu, tapi cepetan. Waktu gue nggak banyak" ucap Androe
Haidar dengan ragu mengikuti instruksi Androe. Pistol. Dia mulai membayangkan dirinya memegang pistol.
"Kalau udah, buka mata lo" ucap Androe
Haidar membuka matanya. "Ya terus apa, Nyet! Ga jelas amat"
"Buka laci meja samping lo"
Haidar dengan malas membuka laci meja sampingnya. Ada sebuah pistol disana.
"Yaelah. Ini pistol nih disini! Ngapain gue harus bayangin, orang barangnya ada disini! Gue pegang langsung juga bisa!" ucap Haidar seraya mengambil pistol tersebut dari laci.
"Udah?"
"Hmm, udah"
"Tembak jendela" perintah Androe yang membuat Haidar membulatkan mata.
"KAGA ADA JENDELA!" teriak Haidar
"Oh lupa"
"DIH?!"
"Lo merem"
"Apa lagiiiiiii?" geram Haidar
"Nurut sama gue. Lo merem dan arahin pistol di tanganlo ke tembok. Terserah tembok yang mana"
Haidar dengan malas dan ogah ogahan memejamkan matanya lalu mengarahkan pistol di tangannya ke tembok bagian kanan.
"Tembak!"
DOR!
TYAR!
Haidar segera membuka mata dan matanya membulat sempurna dengan mulut melongo saat melihat ada sebuah jendela yang pecah di tembok sisi kanannya padahal sebelumnya tak ada jendela, melainkan tembok putih polos.
Haidar berjalan menuju jendela yang pecah dengan langkah penuh hati hati, takut jika kakinya menginjak serpihan kaca.
"Androe?" panggil Haidar seraya menyembulkan kepalanya keluar jendela.
Haidar menoleh ke kanan kiri tapi yang di dapatinya hanyalah lorong sepi yang berwarna putih polos, hanya ada sebuah telephone jadul berwarna hijau yang tergeletak begitu saja di sebrangnya. Di sekitar telephone itu juga terdapat beberapa peluru yang berserakan dan bercak bercak darah.
"Androe!"
Haidar bersusah payah untuk keluar dari jendela itu.
Haidar mendekat ke telephone yang tergeletak, mengotak atik telephone tersebut berharap ada sebuah pesan yang Androe tinggalkan, ada!
"Lari ke ujung lorong. Ada pintu disana, cari aja, pergi dari sini secepatnya. Maafin gue, Dar. Gue nggak tau kalau hal hal ini malah makin memperparah keadaan. Gue kira dengan gue sembunyiin lo, lo aman dan mereka nggak tau. Setelah keluar dari sini, sembunyi! Jangan keluyuran. Pergi ke mansion Blaze Tiger. Semuanya aman, udah gue kasih pagar"
Pesan suara dari Androe itu membuat Haidar mengerutkan alisnya. Apa maksut Androe?
Haidar menoleh ke kanan, dan mendapati sebuah tangga yang mengarah ke atas, Haidar segera bergegas menaiki tangga tersebut. Namun saat sampai di ujung tangga, dia mendengar sebuah suara gaduh semacam penggerebekan. Haidar menuruni satu anak tangga dengan kaki beregetar, jelas dia mendengar teriakan menyakitkan dari lantai atas. Apa yang terjadi? Apa Androe di culik seperti dia dan Rizal sebelumnya? Apa mungkin ini semua karna dirinya? Androe dicelakai karna menyembunyikan dirinya? Benarkah begitu?
"Dimana dia?"
Haidar meringis, dugaannya benar. Dia dicari oleh sekelompok orang bengis itu.
"Siapa?! Tidak ada! Kalian sudah geledah kan tadi?! Tidak ada dia!" seru Androe
"Ingat! Kalau kamu berani macam macam sama saya. Saya pastikan kamu akan segera mati. Kamu itu objek yang semestinya dimusnahkan! Kamu hanya penghalang bagi kami. Saya sudah berbaik hati mempertahankan kamu. Tapi kamu dengan beraninya terus memberontak bahkan mencoba menpengaruhi yang lainnya"
Haidar yang tidak tahu menahupun semakin dibuat penasaran dengan obrolan yang terjadi di antara dua orang itu.
"Bunuh saja aku. Aku tidak memiliki siapa siapa di real life. Disinipun begitu. Kalian pikir, aku senang dengan adanya deep dream? Cih! Salah besar! Semuanya sama saja! Tidak ada kebahagiaan di keduanya"
Haidar dibuat geleng geleng dengan jawaban Androe.
"Mau aku buat orang tuamu menerimamu? Ada syaratnya"
"Cuih! Bilang saja gagal melakukannya padaku, kalian tidak akan bisa melakukannya padaku. Sampai aku matipun, tidak akan ku biarkan kalian mengendalikanku. Kalian bukan Tuhan. Otakku adalah milikku dan milik Tuhan"
"SIALAN! BUNUH DIA!"
Dor!
Dor!
Dor!
Suara peluru terdengar jelas di indra pendengaran Haidar. Haidar bergetar takut bukan main. Setelahnya, tak terdengar suara apapun selain langkah kaki sekelompok orang. Apa Androe sudah tewas?
Haidar menuruni anak tangga dengan penuh hati hati, tapi sialnya kakinya salah menginjak dia malah menginjak angin, bukan anak tangga. Alhasil tubuhnya jatuh dan punggungnya membentur lantai.
BRAK!
"Aws!"
KRIEET!
Haidar yang terbaring kesakitan membelalakkan matanya lebar kala melihat lubang menuju lantai atas yang awalnya di tutup kini terbuka menampakkan sekelompok laki laki berpakaian serba putih tengah melihat ke bawah tepatnya ke arahnya.
"ITU DIA!"
Haidar bergegas berusaha sekuat tenaga untuk bangkit walau tulang punggungnya serasa patah.
"TANGKAP H. P. CASILDO!" teriak salah satu pria
Setelah berhasil bangkit, Haidar berlari ke ujung lorong. Sesuai dengan instruksi Androe.
Peluh keringat kini membasahinya, jantungnya berdetak berkali kali lebih cepat bahkan tubuhnya kini bergetar ketakutan. Dia sendirian dalam ketegangan.
"KEJAR DIA!"
Bersambung...
KAMU SEDANG MEMBACA
Alandar
Random"Sekarang boleh nyerah?" tanya Haidar seraya mengangkat tangannya dengan jari telunjuk dan jari tengah membentuk V, sudut bibirnya yang pucat itu tertarik hingga membentuk senyuman yang manis sekali. "Haidar udah capek" ucap Haidar, senyumnya mulai...