".....salahku apa pa?"
-Alandar-17.30
Haidar dan Alano kini sudah sampai di mansion. Dan saat memasuki Mansion mereka mendapat tatapan tajam dari sang Papa aht ralat hanya Haidar, sedangkan Alano hanya mendapat tatapan biasa oleh sang Papa.
"Alano masuk ke Kamar, mandi!" perintah Sang papa dengan nada lembut.
"Iya pah," jawab Alano dengan lesu
"Jangan takut Anzo," bisik Alano pada Haidar.Haidar hanya tersenyum dan mengangguk.
Alano beranjak pergi dan menaiki tangga.Perlahan senyum haidar luntur, dan kini ia menunduk guna menghindari tatapan tajam dari Zain--papanya.
"BUAT APA KAMU PERGI BERSAMA ALANO! KAMU MAU BUAT ABANG KAMU CELAKA IYA?!! OH RALAT, DIA BUKAN ABANG KAMU LAGI, TAPI ALANO ADALAH ABANG DARI ALINA SAJA!" bentak Zain hingga membuat Haidar tersentak kaget.
Dada Haidar kembali sesak, Haidar menggigit bibir Bawahnya karna tak kuasa menahan rasa sakit di dadanya.
"Apa apaan ini?"
Hik
Hik
Pernafasannya mulai sulit, ia meraih inhaler di saku jaketnya, lalu mulai menggunakannya dengan diam diam, karna ia masih dalam keadaan menunduk, tentu Zain tidak mengetahui itu karna Zain sibuk berceloteh eh maksutnya menasehatinya.
"KAMU DENGAR SAYA KAN ANAK PEMBAWA SIAL!" bentak Zain
"I-Iya," jawab Haidar yang pernafasannya mulai kembali normal.
Ia kembali mengantongi inhalernya.
Setitik air mata menetes dari pelupuk matanya.
"LIHAT SAYA!" seru Zain yang kini mencengkram dagu Haidar. Ia memaksa Haidar melihat ke wajahnya.
"SIALAN!" bentak Zain lalu menarik paksa tangan Haidar hingga membuat Haidar terseok seok.
"Papa mau bawa kemana Bang Anzo, Pah!!" teriak seorang Gadis berkerudung pink yang baru saja sampai di lantai satu.
Dia Alina Wahda Casildo, anak bungsu dari Zain dan Syahla. Alina berusia 14 tahun, dia duduk di bangku kelas 9 SMP. Alina merupakan siswa yang berbakat dalam bidang Akademik namun tak sehebat Haidar. Jika di bandingkan antara Alina, Haidar dan Alano, maka yang paling unggul adalah Haidar. Namun Haidar hanya di anggap seperti sampah oleh Keluarga Casildo.
"Lepasin Anzo, Pah!" seru Haidar sambil memegangi dada kirinya yang terasa sakit.
"DIAM KAMU!"
Zain mendorong tubuh Haidar masuk ke gudang dan menutupnya. Dan Zain mengambil cambuk yang ada di sudut gudang. Haidar yang melihat itu tentu ketakutan. Haidar meringkuk dengan menelungkupkan wajahnya pada lututnya.
"Apa salah ku Pa? Apa ini juga ikut tertulis pada kisah hidup ku Pa? Apa Haidar di ciptakan hanya sebagai tempat pelampiasan emosi Papa? Kapan Haidar merasakan apa itu kasih sayang seorang Mama dan Papa? Haidar rindu itu, rindu..rindu yang tak tahu kapan rindu ini berakhir, Aku tak tahu kapan ini semua berakhir, berakhir bahagia dengan tawa atau sedih dengan air mata?" batin Haidar seraya menangis dalam diam.
"Hiks, jangan Pah!" teriak Alina dari luar Gudang.
Alina berlari menuju lantai dua, ia akan meminta pertolongan pada Alano.
Ctyarrrr!
"INI UNTUK KAMU YANG PERGI BERSAMA ALANO!"
Haidar terdiam tanpa bergerak sedikitpun diasana dengan keadaan masih meringkuk. Ia terbiasa dicambuk. Sejak kecil ia selalu diperlakukan seperti ini oleh Papanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Alandar
Random"Sekarang boleh nyerah?" tanya Haidar seraya mengangkat tangannya dengan jari telunjuk dan jari tengah membentuk V, sudut bibirnya yang pucat itu tertarik hingga membentuk senyuman yang manis sekali. "Haidar udah capek" ucap Haidar, senyumnya mulai...