37. Haidar atau Alandar?

108 23 3
                                    

-ALANDAR-

"Setidaknya bersyukurlah untuk Tuhan yang telah memberimu hidup hingga detik ini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Setidaknya bersyukurlah untuk Tuhan yang telah memberimu hidup hingga detik ini. Karna banyak orang orang mati yang menginginkan untuk hidup kembali"

-▪︎-



Rizal berusaha menetralkan nafasnya yang tak beraturan, dia melirik ke Haidar yang duduk meringkuk dan bergumam entah menggumamkan apa.

Hujan sudah berhenti, suasana malam ini begitu dingin untungnya Haidar membelikannya jaket baru jadi dia tidak  masuk angin.

Keduanya kini bersembunyi di belakang  salah satu rumah yang ada di komplek perumahan. Semoga saja, pria asing yang mereka duga berniat jahat itu tidak menjumpai mereka.

Tak berniat untuk melakukan apapun guna menenangkan Haidar yang sepertinya ketakutan, Rizal memilih diam merenung memperhatikan aliran sungai yang keruh begitu tercemar.

Dia bingung dengan hidup teman barunya yaitu Alandar atau Haidar itu.

Pasalnya, baru satu hari sekolah sudah di kejar kejar seperti buronan.

Masalahnya, Rizal tidak tahu menahu mengenai kehidupan temannya itu. Jadinya dia hanya mampu mengajak Haidar berlari tanpa memberi solusi.

Rizal pikir, mungkin akarnya dari Ayah Haidar. Mungkin seperti, perebutan warisan? Atau persaingan perusahaan? Atau hutang?

Entahlah, Rizal hanya mampu menerka. Tapi mengapa sampai Haidar dibuang ke Panti Asuhan? Sedangkan saudaranya yang lain tetap bersama Ayahnya?

Atau mungkin permasalahannya dari Haidar sendiri? Karna itu dia di buang Ayahnya karna tidak mampu menanggung masalah Haidar? Tapi kenapa? Bukankah Ayahnya kaya raya?

Rizal melepas helm yang sedari tadi membuat kepalanya berat. Sedangkan Haidar sudah sedari tadi melepas helmnya lalu memilih duduk meringkuk menenggelamkan wajahnya dengan kaki yang dilipat.

Rizal kembali melirik Haidar yang masih pada posisinya namun Haidar tak lagi bergumam. "Palingan turu" pikir Rizal

Rizal merenung, menikmati malam hari setelah hujan dengan suara aliran sungai di depannya dan derik jangkrik yang terdengar jauh dari tempatnya duduk.

Rizal mendongakkan kepalanya, menatap langit malam yang penuh taburan gemerlap bintang. Dia teringat temannya, teman yang datang sebelum Haidar. "Huft.. Janura, lo dimana?"

"T-tolong.."

Sayup sayup Rizal mendengar suara rintihan meminta tolong, Rizal menurunkan pandangannya lalu kembali memperhatikan arus air sungai dengan mata melotot. Kaget? Tentu saja. Takut? Apalagi! Dia ini penakut sejak lahir.

AlandarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang