25. Khianat

131 23 1
                                    

-ALANDAR-

"Kak, kita di sini benar benar aman?" tanya Janura

"Ra, selagi di area Cafe ya kita belum aman" jawab Haidar

"Nanti aku keluar?" tanya Janura

"Iya" jawab Haidar

"Oke. Tapi kapan?" tanya Janura

"Nanti kalau orang orang itu ke sini"  jawab Haidar yang di angguki Janura

"Mereka siapa sih, Kak? Kok ngincer kakak sampai segitunya di tengah pandemi gini?" tanya Janura

"Gue juga nggak tau, Ra" batin Haidar

"Musuh mungkin?" jawab Haidar yang di angguki paham oleh Janura

"Orang baik itu musuhnya banyak ya, Kak. Jadi nggak pengen jadi orang baik aja" ucap Janura yang membuat Haidar menyernyitkan dahi

"Belum tentu. Musuh orang baik itu cuma orang orang iri yang nggak terima ada orang sebaik itu di sekitar mereka, mereka nggak bisa berbuat baik seperti orang itu. Orang baik itu musuhnya memang ada tapi temannya pasti ada! Banyak pula! Karna mereka seperti memiliki hutang budi pada si Baik itu. Tapi kembali lagi ke sifat lain manusia, kadang ada yang memanfaatkan kebaikan seseorang, mereka ngelunjak! Di kasih hati malah minta jantung. Jadinya, ada juga dampak buruknya kalau 'terlalu baik' karna berlebihan itu kan juga tidak baik" ucap Haidar

"Terlalu baik itu seperti apa?" tanya Janura

"Seperti mereka yang tidak bisa menolak permintaan yang membuat mereka tidak nyaman. Dan hanya akan menguntungkan satu pihak saja. Sebenarnya mereka bisa saja menolak, tapi antara kasihan atau takut di jauhi. Tahu kan? Sekarang itu, teman banyak yang musiman? Mereka datang hanya saat butuh saja. Ah, itu bukan teman, tapi beban" ucap Haidar yang di angguki Janura

"Seperti mencontek?" tanya Janura

"Tepat!" ucap Haidar

"HAIDAR! KELUAR!" teriak seseorang itu lagi yang terdengar begitu dekat.

"Mereka udah ke sini. Kamu siap siap keluar gih kalau mereka udah ngecekin satu persatu bilik" bisik Haidar yang di angguki faham oleh Janura

"HAIDAR!"

Tepat setelah teriakan dari para orang orang asing itu. Janura keluar dari bilik kamar mandi paling ujung.

"Ada apa ya? Ada yang bisa saya bantu?" tanya Janura

"Tolong carikan anak remaja seusiamu namanya Haidar, iris matanya warna hazel, kulitnya putih, tingginya sekitar 174"  ucap yang paling muda di antara orang orang asing yang memburon Haidar

"Oke saya carikan. Tolong jangan rusuh dan membuat gaduh ya, terima kasih" ucap Janura lalu berlalu pergi.

Haidar menepuk jidatnya sendiri. "Malah ninggalin gue sendirian di kepung    gini"

"Di sini tidak ada, kita cari di luar!"

"Baik, bos!"

--

"Kak! Aman!" ucap Janura yang terdengar dari luar pintu bilik kamar mandi yang Haidar tempati

"Oke, makasih ya" ucap Haidar

Haidar keluar bilik dengan hati hati, melihat ke kanan kiri. Saat di rasa aman, dia keluar sepenuhnya.

"Makasih ya, Ra" ucap Haidar

"Kak..Maaf" ucap Janura

"Sorry for?" tanya Haidar

Dor!

Sebuah peluru melesat menembus dada kiri Haidar. Haidar menunduk, meringis kesakitan. Hemofilia akan memperburuk keadaannya. Dia tidak berharap banyak.

"Maaf, Kak. Ini semua demi Bang Nara" ucap Janura yang membuat Haidar benar benar tak habis fikir.

"Kasihannya. Haidar, kamu tidak pantas berada di titik nyaris sempurna" ucap pemimpin sekelompok orang asing tadi yang tiba tiba datang.

Haidar menoleh ke kanan dan mendapati seseorang yang benar benar amat dia percaya telah menghianatinya.

Mengapa? Semua orang tega padanya?

"SAYA SALAH APA YA SAMA ANDA! ANDA S-SUDAH SAYA BERI PEKERJAAN DAN HIDUP YANG MAPAN! TAPI INI BALASAN AN-DA KEPADA S-SAYA?!" teriak Haidar dengan nafas yang sesekali tak beraturan.

"Jangan lupa..

Tulis surat wasiat.

Kamu tidak akan bertahan hingga besok.

Jangan terlalu berharap.

Aku akan mengurus 'Alandar crop' dengan baik" bisik seseorang itu

"S-setan k-kau Adiwa Mahesa!" umpat Haidar yang hanya di tertawai oleh seseorang itu

Seseorang yang bernama Adi. Seseorang yang selama ini di amanahi oleh Haidar untuk memegang kendali Alandar Crop.

"Ingat Haidar, hidup itu saingan. Dan sainganmu adalah orang orang yang kau anggap dekat dan kau percayakan" ucap Adi

Haidar memejamkan mata. Tak kuat dengan sakit di dadanya yang teramat perih dan nyeri.

Bruk!

Haidar meringkuk kesakitan, gelimpungan, memukul lantai kamar mandi untuk melampiaskan rasa sakit.

Tuhan, beri aku waktu.

Aku belum disayang Papa.




AlandarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang