10. Terlambat, ya?

102K 4.9K 21
                                    

       Helga mendorong tubuh Valerie hingga gadis itu tersungkur ke jalan sampai lututnya berdarah.

        Menarik rambut Valerie dengan kasar yang sudah tidak karuan lagi bentuknya. Valerie harus mendapat yang setimpal, bahkan lebih.

Cowok itu geram, saat Valerie hanya tertawa, tidak ada raut ketakutan bahkan tangisan di matanya. Helga akui, Valerie bukan gadis yang menye-menye.

"Udah gitu doang? Cowok kok kasar, cih." Valerie meludah. Gadis itu dipaksa berdiri oleh Helga, tidak peduli dengan luka lutut yang berdarah cukup banyak.

"Setelah ini lo gak akan bisa buat bicara lagi," ancam Helga mengurung Valerie dengan kedua tangannya.

"Pegangi dia." Dua orang mencengkram tangan Valerie begitu kuat, bisa dipastikan dari bekas merah di tangan gadis itu. Rasanya sangat sakit terlebih di luka yang baru terkena kuah bakso.

Valerie menggelengkan kepalanya saat Helga mencoba mencium bibirnya. Gadis itu bahkan berani meludahi Helga. "Najis!"

Tamparan berhasil mendarat di pipi Valerie, detik itu juga air matanya sudah tidak bisa gadis itu tahan. Selama 17 tahun Valerie hidup, baru kali ini ada yang berani melayangkan tamparan pada dirinya.

"Brengsek!"

Helga tertawa puas. "Kenapa nolak? Bukannya lo udah sering disentuh cowok, hm?"

Helga mencengkram kuat dagu Valerie, menahan gadis itu agar tidak banyak bergerak. Mencium Valerie kasar bahkan menggigit bibir gadis itu hingga berdarah.

Valerie meringis kesakitan, air matanya meluruh tanpa seizinnya. Nafasnya hampir habis saat Helga menciumnya tanpa memberikan celah untuk gadis itu bernafas sedikitpun.

Valerie tidak bisa apa-apa, kedua tangannya dipegang kuat oleh cowok yang kini malah tertawa bejad atas apa yang sedang Helga lakukan pada dirinya.

Tubuh Valerie melemah, dia benar-benar kehabisan nafas.

Helga mengusap sudut bibirnya dengan ibu jari, cowok itu tersenyum senang. "Manis juga."

Tatapan Helga turun pada buah dada kembar yang masih tertutupi itu. Dia sudah membayangkan tangannya untuk menyentuhnya dan mendapatkan kenikmatan tiada tara di sana.

Valerie sudah tidak ada tenaga untuk memberontak, pandangannya mulai kabur, kesadarannya hampir hilang sebelum dia melihat Helga dan teman-temannya terkapar di jalanan dengan kondisi yang sangat buruk.

Sampai akhirnya mata Valerie terpejam dengan seseorang yang terus mencoba memanggil namanya.

***

Drake sudah hampir gila mencari keberadaan Valerie, tiap jalan sudah dia datangi namun tidak ada tanda-tanda keberadaan gadis itu.

Cowok itu memukul stir mobir, membodohi dirinya kenapa bisa ketiduran tanpa mendengar suara telfon dari Valerie.

"Ayo Val, angkat. Sial!"

Lagi-lagi panggilan tak terjawab. Drake mengendarai mobil tak tentu arah, dia bahkan tidak tau dimana rumah Arfen.

Pandangannya salah fokus melihat tas ransel berwarna pink tergeletak di jalanan yang tidak salah lagi itu punya Valerie.

Drake menghentikan laju mobilnya, turun di jalan yang sepi.

Benar ini tas Valerie, namun kenapa tidak ada keberadaaan siapa-siapa di sini?

"Valerie!" Drake terus berteriak, cowok itu berjalan mengikuti jalanan yang mulai masuk gang sempit.

Dan benar saja, ada mobil hitam yang dia lihat membawa Valerie di rekaman CCTV tadi.

Kedua tangan Drake terkepal hebat melihat Helga memaksa mencium Valerie dengan kasar, cowok itu bahkan dengan berani hampir menyentuh tubuh Valerie.

"Anjing!"

Hantaman keras mendarat ke wajah Helga, cowok itu terkapar di jalanan dengan Drake yang terus memberikan pukulan tanpa ampun. Cowok itu harus jauh lebih sekarat daripada Arfen.

Drake seperti orang kesetanan, menghabisi keempat cowok itu dengan tangan kosong. Tak memedulikan tubuhnya yang beberapa kali terkena pukulan. Mereka berempat berhasil dia lumpuhkan.

"Val, hei sayang, tetap terjaga, oke?"

Drake mengusap wajah gadis itu, demi apapun hatinya sangat sakit melihat kondisi Valerie yang begitu berantakan. Jikalau tidak memikirkan harus membawa Valerie ke Rumah sakit, Drake akan terus membabi buta Helga meski cowok itu sudah tidak sadar sekalipun.

"Brengsek!"

Drake membopong Valerie, segera membawa gadis yang sudah tidak sadar itu ke mobilnya.

Tangannya terus mengusap rambut Valerie penuh sayang, Drake menutupi tubuh Valerie dengan jaket miliknya. Hatinya seperti tercabik-cabik melihat kondisi Valerie sekarang.

"Maaf, maaf gue telat," lirihnya dengan penuh penyesalan.

Drake membawa Valerie ke Rumah sakit Om-nya. Keluarganya memang terpandang, Kakeknya berhasil menyekolahkan anak-anaknya hingga sesukses sekarang.

"Ada apa ini Drake?" Perawat datang, membawakan brankar untuk membawa Valerie ke ruang gawat darurat. "Bawa ke ruang IGD."

"Om, tolong sembuhin pacar Drake."

"Pasti. Itu udah kewajiban Om sebagai dokter. Kamu tunggu di sini ya." Om Rendi mengangguk. Dokter berumur 40 tahun itu kini sudah punya dua anak.

Drake tidak bisa tenang, perasaan bersalah menyelimuti hatinya. Dia tidak bisa berhenti menyalahkan dirinya sendiri.

Jari-jemarinya mengetikkan sesuatu di sana. Baru kali ini Drake mau ikut campur tentang masalah seperti ini. Dia akan membuat kehidupan Helga hancur sehancur-hancurnya.

Drake: buat perusahaan orang tua mereka hancur dan cari cowok bernama Helga, seret ke penjara setelah kalian buat tubuhnya remuk. saya mau malam ini semua selesai.

Sebelumnya Drake tidak pernah memperpanjang masalahnya dengan Helga, cowok itu memang membencinya sejak dulu karena gadis yang dia cintai malah menyukai Drake karena satu sekolah namun dia Kakak kelasnya.

Terlebih saat Drake dan Arfen terjadi masalah hanya karena Drake pernah melaporkan Arfen saat cowok itu hampir memperkosa gadis cupu pindahan.

Arfen sempat hampir dikeluarkan, namun orang tuanya meminta keringanan. Hingga hanya diskors selama 2 Minggu. Cowok itu memang bermasalah, kenakalannya tentang seksual. Berbeda dengan Drake yang hanya membolos dan berantem.

         Lampu IGD mati, dokter Rendi keluar menjelaskan kondisi Valerie pada Drake.

         "Kondisinya sudah lebih baik Drake, dia hanya perlu banyak Istirahat."

         Drake menghembuskan nafasnya lega. "Drake boleh jenguk?"

          "Boleh setelah pacar kamu dipindahkan ke ruang VIP ya."

          Drake mengangguk, cowok itu memesankan kamar VIP untuk Valerie. Hatinya nyeri saat melihat banyak luka di tubuh gadis itu. Pipinya memerah, membekas tangan Helga di sana yang Drake pikir cowok itu mungkin sempat menampar Valerie.

          "Maaf." Drake mengusap tangan Valerie, mengecupnya pelan.

           Dari tadi dia salah fokus pada luka di tangan Valerie, tangannya memerah seperti melepuh. "Maaf udah gagal jagain lo."

          
          

Possessive Drake (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang