Yang Dinantikan

1.6K 103 27
                                    


Melbourne

Sabina menyetujui permintaan Farhan untuk menunggunya di taman kampus selama 30 menit ke depan. Waktu itu Ia habiskan untuk mengenang kejadian satu jam lalu.

Sabina masih tak menyangka calon suaminya itu sangat berani dan lebih romantis sekarang. Enam bulan tidak bertemu membuat Sabina merasa kalau Farhan banyak berubah ke arah yang lebih Ia sukai.

Tuturnya semakin lembut, nyebelinnya sedikit berkurang, lebih pengertian dan perhatian, Sabina juga merasa farhan sudah tak mudah terprovokasi dengan kabar yang kurang Ia sukai, ah pokoknya menurut Sabina sifat Farhan lebih baik sekarang.

Membayangkan hal tadi membuat Sabina tidak berhenti untuk tersenyum, ini adalah hari yang di tunggu olehnya, di lamar Farhan.

"Tinn!"

Suara klakson itu membuyarkan kenangannya, pria yang sedang Ia bayangkan tadi sedang turun dari mobil, membuat Sabina semakin melengkungkan senyum bahagianya.

"Heyyy, kenapa semakin manis senyum bidadariku ini. Ngga boleh ah di tunjukkin ke yang lain kalau bukan untuk aku"

Ah Sabina salah, ternyata menyebalkannya tidak berkurang bahkan sedikitpun. Sabina pun ingin sekali menjailinya.

"Yah, tapi setiap kali ketemu Profesor muda, mawar dan aku berlomba memberikan senyum yang indah sayang, biar nilai kita ngga jelek amat" Ucapnya serius

"Oh gitu, sekarang udah pandai mengakui ya calon istri aku, ah sakit sekali hatiku mendengar ucapanmu barusan" Farhan langsung memukul dadanya dan memasang wajah yang sedih

"Haha lebay banget ya dosen muda ini, udah ah ayo, kita mau kemana sih? Aku lapar Haan"  Sabina langsung mendorong farhan karena di rasanya sangat lebay.

"Sayang, haha hati aku beneran sakit loh denger kamu suka kasih senyuman manis ke profesor muda disini." Farhan pun terduduk di bangku taman, membuat Sabina membalik badannya.

"Yaampuuuun lucunyaa dosenku ini, satu semester tak bertemu ternyata tidak berubah ya, malah makin jadi, uuuuhhh gemasnyaa"

"Aaaaw aww sayang sakiitt"

Ya bagaimana tidak sakit, Sabina mencubit pipi Farhan sampai benar-benar merah saking gemas dengan tingkah Farhan yang pura-pura bersedih.

Farhan terus mengelus pipinya sendiri yang terasa panas.
"Sayang uuh sakit" Balas Farhan karena sedari tadi Sabina hanya melihat dirinya.

"Jangan mulai kalau ngga mau sakit" Sabina masih berdiri di posisinya.

"Romantis dikit dong non, masa setelah enam bulan ngga ketemu aku malah di cubit bukannya di peluk atau di sayang gitu, padahal tadi pagi ada yang nangis-nangis bilang kangen, bilang aku aja y----"

Belum selesai Farhan bicara mulutnya sudah di tutup oleh tangan Sabina

"Iiihhh siapa yang bilang gitu? ngga ada ya jangan membual tolong" Sabina semakin menutup kencang mulut Farhan dengan kedua tangannya, tapi bukan Farhan namanya kalau terdiam begitu saja. Ia malah melengkungkan tangannya untuk memeluk pinggang Sabina.

"Ehhhh, tangan! usil banget" Keluh Sabina karena kini wajah Farhan bertumpu pada perutnya.

"Lepasin dulu tangan kamu dari mulut aku atau pelukan ini takkan ku lepas?"

Bisa banget han ancaman lo!

"Baiklah, sudah! Sekarang lepasin tangan kamu cepat!" Perintah Sabina dengan wajah seriusnya.

"Ngga mau, mau begini dulu lebih lama. Pipi aku sakit non, mungkin sekarang sudah merah. Kamu emang ngga lihat eumm?"
Tanya Farhan menampilkan wajah sedihnya.

Soulmate (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang