Jakarta, Indonesia
November 2026Setelah Marsya memberitahu bahwa dirinya sudah siap untuk hamil kembali, Mondy dan Marsya langsung berkonsultasi kembali dengan Rani, dokter kandungan Marsya sebelumnya yang tidak lain adalah temannya Mondy.
Rani turut bahagia mendengar kabar ini apalagi dirinya masih dipercaya sebagai dokternya Marsya.
"Aku senang Sya kamu akhirnya kembali datang kesini lagi" Ucap Rani setelah melepas pelukannya kepada Marsya.
"Mohon bimbingannya ya Ran, jujur.. Trauma itu belum hilang betul dari ingatanku, tapi aku mau mencobanya lagi"
"Pasti! aku juga ingin lihat kalian lebih bahagia lagi Sya, Rey" Balas Rani dan kembali melanjutkan obrolan tiga teman itu.
Setelah mengikuti langkah demi langkah yang Rani jabarkan, dengan penuh kesabaran, Marsya dan Mondy menikmati proses yang sedang mereka jalani beberapa bulan terakhir, berharap cemas tapi tidak berlebihan.
"Aku percaya kita, sayang. Its oke, kita nikmati lagi masa pacaran ini, ya? Itu artinya kita harus lebih happy lagi, terus lebih sering berduaan lagi dan harus lebih ikhlas lagi" Ucap Mondy ketika Marsya memberikan hasil test pack yang menunjukkan garis satu, tanda dirinya tidak hamil.
"Maaf" Marsya tertunduk merasa bersalah.
Sebulan setelah konsul dari Rani, memang Marsya dan Mondy sepakat untuk rutin melakukan test setiap bulannya. Namun, sepertinya itu malah menjadi beban untuk Marsya sendiri, karena sudah kali kelima dirinya melakukan test dan hasilnya selalu negatif.
"Aku udah maafin kamu, sayang. Aku juga minta maaf, ya? Inget kata Rani kemarin apa?"
"Kamu dan aku sehat, kita hanya perlu lebih menikmati sembari menunggu sampai moment itu datang"
"Good. Jadi istri aku cukup bersedihnya. Kita happy happy lagi ya? Hm.. Enaknya siang ini ngapain ya?" Marsya mengangguk patuh, ia paham dan merasa sangat bersyukur bahwa Mondy selalu memahami dengan baik dirinya.
"Mau makan rujak! Yang pedessss banget. Boleh kan sayang?"
"Boleh, asal makannya deket aku. Tapi syaratnya ga boleh ngeluh pedas ya. Kalau ngeluh, nanti dapat hadiah. Deal?"
"Hadiah? Hadiah apa? Hm.. Curiga nih aku kalau 'hadiah'nya aneh?"
"Haha ga boleh curiga donggg, pokoknya Ra ha si a" Bisik Mondy tepat di telinganya lalu mengecup pipi Marsya dengan penuh penekanan hingga menimbulkan suara.
"Iihhh Reyyyy! Kebiasaaan! Diam di tempat gaa!!"
Ya, itulah Mondy, dia selalu bisa menjadi peredam ketika hati Marsya merasa gelisah dan tak tenang. Mondy belajar dengan sangat baik dalam memahami emosi istrinya, ia hanya takut kehilangan Marsya yang sudah menjadi kebutuhannya dalam menjalani kehidupan. Semua boleh hilang, semuanya boleh pergi, asal jangan senyum dari istrinya.
Begitupun dengan Marsya, kehilangan untuk yang kesekian kalinya membuat Marsya merubah cara pandangnya, apalagi setelah kejadian dirinya tak sadarkan diri selama belasan hari pasca kecelakaan yang menimpanya setelah kehilangan calon anaknya yang kedua. Sekarang, Marsya lebih ikhlas dalam menerima takdir meskipun raut wajah sedih masih terlihat di wajahnya.
Dan penantian itu akhirnya terbayarkan, tepat di bulan ke tujuh mereka berikhtiar, moment yang sangat mereka dan keluarga tunggu-tunggu pun, datang juga.
sudah tiga hari Marsya mengalami mual tiap setelah Mondy berangkat bekerja. Bi May, yang masih setia bersama keluarga Mondy pun mengkhawatirkan kondisi nyonyanya.
"Bu, bibi buat kan teh panas ya bu. Wajah ibu pucat sekali" Ucap bibi seraya membantu Marsya berjalan menuju ruang tamu.
"Boleh bi. Perut saya terasa mual sekali bi"
KAMU SEDANG MEMBACA
Soulmate (END)
Любовные романыPernahkah kamu berfikir jika orang yang bersamamu sekarang ternyata bukanlah belahan jiwa yang kamu maksud. Ini tidak sesederhana dalam kondisi suka dan duka bersama. melainkan, bagaiamana kamu menemukan nyamanmu di orang lain yang baru kamu temui...