🖤🖤🖤"Kamu telah berhasil membawaku jauh sampai ke dasar, hingga aku lupa cara untuk bangkit dengan sendiri. Aku terlalu rapuh dan sangat tertatih jika tidak ada kamu di sisiku. Kamu belahan jiwaku, kamu separuhnya aku. bagaimana aku bisa menjadi kokoh jika separuh jiwaku saja tidak ada?"
"Aku membutuhkan kamu bukan hanya untuk sekedar bangkit. Aku membutuhkan kamu sebagai pelengkap hidupku, sebagai penyempurna rasa dan warnaku. Aku ingin menyelam, menyebrang dan mengarungi sungai bersamamu, yang pada akhirnya nanti akan bermuara pada satu titik yang tak terhingga yaitu, samudra, cinta kita."
"untuk sampai kesana tentu saja tidak mudah, kita harus pandai bersahabat dengan segala kondisi, dengan segala hal yang membatasi geraknya bahtera kita, bersahabat dengan segala penghuni sungai hingga samudra. Bahkan, bersahabat dengan pergeseran lempeng bumi sekalipun yang kapan saja bisa menghancurkan bahtera kita."
"Maaf jika itu sedikit berat untukmu. tapi, jika bukan dengan kamu, aku tidak akan dengan siapapun. Aku memilih kamu karena kamu telah memilih aku. Aku menetapkan kamu karena kamu begitu kuat melangitkan namaku. Dan aku mencintai kamu begitu lebih karena kamu adalah kamu, bukan yang lain. "
-Soulmate-
🖤🖤🖤
Farhan & Mondy
Setelah membaca pesan terakhir dari sang istri, kedua suami ini langsung mengalihkan pandangan mereka dari ponsel yang masih dalam genggaman. Mereka tersadar, sepertinya mereka mendapat kabar yang sama yaitu 'Kerinduan' dari sang empunya pesan.
"Lo lanjutin kesepakatan kita, Mon?" Tanya Farhan dengan raut wajah yang kurang yakin dengan pertanyaannya sendiri, degup jantung Farhan sudah berpacu sangat cepat ketika melihat emoji menangis pada tiap pesan yang istrinya kirim.
Mondy menggeleng dengan lemah "lo tau sendiri Han, rindu gue double sekarang. Istri dan calon anak. Mana kuat gue kalau begini, sedang Syabil lagi menangis di atas sana." Jelas Mondy yang tak kalah gusar dari Farhan.
"Oke kita naik aja kali ya? Babas sama Nanaz juga masih lama kan?" Tanya Farhan kembali.
Mondy melirik jam yang melingkar di pergelangan tangan kirinya, jarum pendek itu baru saja mendarat di angka dua, menandakan kurang lebih 2-3 jam lagi kedua adik mereka baru akan sampai.
"Dua sampai tiga jam lagi si, Han. Yaudah lah naik aja yuk. Hati gue ga tenang banget ini" Keluh Mondy yang sedari tadi sudah ingin meninggalkan kursi duduknya.
"Oke, ayok!" Tegas Farhan dan mereka segera beranjak dari posisi yang sudah tidak memberi rasa nyaman tersebut.
Baru saja beberapa detik melangkah, ponsel pintar kedua suami itu berdering. Kedua orang yang ia bicarakan tadi akhirnya memberi kabar. Alih-alih segera mengangkat panggilan tersebut, mereka malah kembali saling pandang. "Emangnya bisa?" Tanya mereka kompak.
Bukan apa, kedua abang ini sedang terheran, kenapa adik mereka bisa melakukan panggilan sedang posisi keduanya masih tinggi mengudara. Tanpa banyak ragu, Farhan dan Mondy memutuskan untuk mengangkat panggilan tersebut.
"Halo? Kok lu bisa nelfon, Bas?"
"Ceritanya panjang bang, nanti gue jelasin. Pokoknya lo sama bang An jangan ketemuin kaka ipar dulu ya sampai dua pesanan mereka datang? Gue sama Nanaz sebentar lagi sampai ko, ngga sampai satu jam. Jadi lo berdua kuat-kuatin dulu. Bisa kan?" Baskara sedikit berteriak agar abangnya jelas mendengar perintahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Soulmate (END)
RomancePernahkah kamu berfikir jika orang yang bersamamu sekarang ternyata bukanlah belahan jiwa yang kamu maksud. Ini tidak sesederhana dalam kondisi suka dan duka bersama. melainkan, bagaiamana kamu menemukan nyamanmu di orang lain yang baru kamu temui...