Until Tomorrow

897 87 15
                                    

Melbourne, Australia.

Hari yang Sabina tunggu-tunggu akhirnya tiba. Hari dimana ia akan melangsungkan wisuda. Tak terasa, satu tahun setelah sembuh dari lumpuhnya, akhirnya Sabina bisa mengejar ketertinggalan dalam pendidikan S2nya.

21 Juni 2027, tapat satu hari sebelum hari lahir sang suami, Sabina akan di wisuda. Ini adalah hadiah yang luar biasa yang Farhan terima, istrinya lulus dengan nilai yang sangat memuaskan di hari lahirnya.

Seluruh keluarga sudah hadir, tak terkecuali sang adik ipar, Nanaz dan suaminya, Baskara. Mereka semua sampai di kota Melbourne kemarin dan langsung menginap di hotel tak jauh dari kampus Sabina.

M. Psi adalah gelar yang akan Sabina dapatkan nanti. Di lain sisi, Farhan sang suami, baru saja mendaftar untuk lanjut S3nya di kota Perth, jadi ia tak perlu berjauhan lagi dengan sang istri tercinta. Farhan berencana untuk lebih jauh lagi menyelami dunia pendidikan sebagai seorang psikolog, ia sudah mendaftar di bidang psikologi eksperimen dan nantinya akan mendapat gelar Phd.T.

Setelah kejadian yang menimpa Sabina dua tahun silam, Farhan menjadi lebih peka terhadap kesehatan mental yang terjadi pada orang-orang yang ia sayangi terlebih pada anak-anak dimasa yang akan datang. Ini juga salah satu bekal untuk dirinya dan tentu keluarga kecilnya nanti.

"Sentuhan terakhir dan taraaa... MasyaAllah cantik sekali kaka iparku" Puji Nanaz setelah membantu menyelesaikan riasan di wajah Sabina.

"Kamu berlebihan Naz, ini semua berkat tangan ajaib kamu, sayang. Makasih ya Na-z.." Balas Sabina tersenyum seraya mengelus tangan adik iparnya, namun terhenti karena ada suara yang memanggilnya.

"Sayang, dasi aku ada dimana ya? Aku cari kok ngga ke-- MasyaAllah" Ucap Farhan yang fokusnya langsung teralihkan ke pantulan wajah Sabina di cermin.

"Sayang, kamu cantik banget" Puji Farhan semakin menghampiri sang istri.

"Tuh kaan, bukan cuma aku aja, tapi abang juga bilang kamu cantik banget, kaka ipar"

"Yaudah aku tinggal dulu ya, mau lihat mama sama bunda dulu, udah rapih atau belum, byebye" Sambung Nanaz meninggalkan mereka berdua.

"Jangan berlebihan, bby" Balas Sabina yang sedikit mencubit perut Farhan.

"Aku maluu" Sambungnya tersipu, membuat Farhan sangat gemas.

"Aku sama sekali ngga berlebihan Hunny, make up kamu mendukung banget untuk wajah kamu dan semakin terlihat lebih cerah. Istriku seperti bidadari dari khayangan"

"Ngaco! Kaya udah pernah lihat aja ish" Sabina mencibirkan bibirnya kesal, karena suaminya ini sangat pandai dalam mengungkapkan sesuatu.

"Haha masa ngaco sih? Boleh ngga sih aku rusak sedikit riasannya. Pagi ini lupa sun tau" Farhan langsung memperlihatkan wajah manjanya dan semakin mendekati Sabina dengan mulut yang sudah di majukan.

"Eeeh, enak aja. Ngga bisa ya! Aku udah rapih gini, kamu bisa merusaknya. Tahan dulu sampai acaraku selesai nanti siang, oke Hubbyku sayang?" Balas Sabina yang reflek mendorong wajah suaminya membuat Farhan semakin memanyunkan bibirnya.

"Hunny.. Plissss... sebentar doang"

"Sekali enggak tetap engga ya bby, tadi kamu kesini mau tanya apa hm?"

"Baiklah, aku akan sabarrr.. Aku kesini mau nanya dasi sayang, yang warna navy. Di tas kok ngga ada ya?"

"Ada kok, tapi memang ngga di tas. Aku letakkin diatas nakas tadi, coba tolong kamu cek dan ambil, bby. biar aku pakaikan" Perintah Sabina, Farhan langsung menuruti dan segera kembali membawa dasinya.

Soulmate (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang