"Cassy...ke marilah, Sayang."
"Cassy, ayo ke mari."
"Datanglah pada Ibu."
Dicarinya seseorang yang terus memanggil namanya dengan lembut, tapi tak dia temukan siapapun di sana. Hanya ada suara-suara yang terus terdengar, tapi tak terlihat wujudnya.
"Ibu? Ibu di mana?"
Dilihat sekelilingnya yang perlahan berubah menjadi gelap. Suara yang tadi memanggilnya juga tak terdengar lagi. Dia mencoba berlari untuk menjauh dari tempat yang menyeramkan itu, tapi tak ditemukannya jalan keluar sekeras apapun dirinya berlari.
Nafasnya mulai sesak dan tubuhnya bergetar hebat. Suasana yang menyeramkan itu membuat ketidaknyamanan pada dirinya. Dia mencoba berteriak meminta pertolongan pada siapapun, tapi nyatanya hanya ada dia seorang di sana.
Pandangannya mulai mengabur akibat genangan air yang tertahan. Isak tangis mulai tersendat. Dia berusaha untuk tak menangis karena hal tersebut tak akan membantunya keluar dari sana, tapi nihil. Air itu keluar dengan lancarnya dari kedua matanya. Isak tangis juga terdengar menggelegar.
"Cassy..."
Suara kembali terdengar. Walaupun berbeda dari sebelumnya, dia tetap bangkit dan berlari menghampiri asal suara tersebut. Dilihatnya cahaya yang begitu terang di ujung sana membuat dirinya mempercepat langkah kakinya.
"What are you doing here?! You crossed the line!"
Dia mengedipkan kedua matanya dengan cepat. Terlihat dengan jelas ekspresi wajah yang dipasang oleh seseorang yang kini berdiri di hadapannya.
Kenapa Minho terlihat sangat khawatir? Tanyanya dalam hati.
Dia mencoba meneliti ke sekelilingnya. Ternyata dirinya berada tepat di depan pintu labirin. Melihat kakinya yang terlihat kotor dengan tanah, sepertinya dia berjalan sendiri ke sana tanpa alas kaki.
"Kau menghilang dari Medjeck dan berdiri di sini dengan mata terpejam," sambungnya.
Akhirnya ingatan gadis itu kembali secara sempurna. Dia membulatkan matanya melihat situasi sekarang. "Kenapa aku ada di sini?"
"Justru itu yang ingin aku tanyakan padamu," balasnya.
Cassy mencoba mengingat-ingat penyebab dirinya berjalan ke sini seorang diri, tapi tak dia dapatkan jawabannya. Malah ingatan tentang mimpinya yang muncul di otaknya.
"Tadi...aku mendengar seseorang yang memanggilku dan memintaku untuk mengikutinya. Aku menurut dan mengikutinya, tapi suaranya malah menghilang begitu saja dan seketika semuanya menjadi gelap." Ingatan yang menakutkan itu membuat tubuhnya kembali bergetar. "Aku berusaha meminta tolong, tapi tak ada siapapun di sana. Sekuat apapun aku berteriak, tak ada orang yang bisa mendengarnya."
Lagi-lagi Minho dibuat kebingungan. Dia tak mengerti apa yang terjadi dengan gadis di hadapannya, tapi satu hal yang harus dirinya lakukan adalah menenangkan gadis itu. "Tidak apa-apa. Semuanya sudah aman sekarang."
"Aku tak mau sendirian..." lirih Cassy.
Mendengar hal tersebut membuat Minho yakin kalau gadis itu akan menolak jika diantar ke kamar.
"Tubuhmu mulai dingin. Jadi, kita harus kembali ke tempat hangat," ujar Minho.
Tak ada jawaban apapun dari gadis tersebut.
"Bagaimana kalau kau ikut aku ke Balai Dewan? Di sana ada Alby, Newt, Frypan, dan Gally," ajak Minho.
Tanpa pikir panjang, Cassy langsung menganggukkan kepalanya dan mengikuti pria itu ke sebuah gubuk sederhana yang ramai dengan orang-orang.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Truth
RomanceCassy terbangun di sebuah tempat yang di mana hanya ada para laki-laki di sana. Tak mau terus berada di dalam sana, ia bersama yang lainnya berjuang untuk keluar dari tempat tak diketahui itu, tapi ternyata banyak hal yang tidak mereka ketahui selam...