Chapter 10

114 12 0
                                    

Suara ketukan yang tak ada henti-hentinya membuat tidur seseorang menjadi terganggu. Gadis itu harus membuka matanya dan berjalan ke arah pintu untuk melihat sang pelaku yang terus mengetuk pintunya tanpa henti.

"Siapa sih yang—Minho?!" Betapa terkejutnya dia saat melihat seorang pria dengan tubuh yang kekar tengah berdiri di depan kamarnya. "Apa yang kau lakukan pagi-pagi begini ke kamarku?"

"Aku jadi meragukan keinginanmu untuk ikut mencari tahu ke dalam labirin,"  hardik Minho.

"Apa maksudmu?" tanya Cassy tak mengerti.

"Sudahlah, kau kembali tidur sana." Minho hendak pergi, tapi seseorang menahannya.

"Tunggu aku sebentar saja. Aku akan segera bersiap," ujar Cassy.

"Cepatlah. Aku tak mau membuang-buang waktu hanya untuk menunggu gadis manja sepertimu," desak Minho.

Gadis itu mengangguk cepat dan melenggang masuk ke kamarnya. Secepat kilat dia membersihkan diri dan berpakaian lalu segera keluar.

"Aku sudah siap," tuturnya.

Kedua orang itu pun pergi bersama ke labirin. Di sana sudah ada Thomas yang menunggu seorang diri.

"Sebelumnya aku peringatkan pada kalian untuk tetap berlari apapun yang terjadi dan jangan menoleh ke belakang," pesan Minho.

Mereka bertiga pun berlari masuk ke labirin saat dinding besar itu terbuka. Dijelajahinya setiap sudut dari labirin tersebut. Tak banyak yang berubah kecuali adanya satu tempat yang kini telah terbuka.

"Seingatku tempat ini masih tertutup," celetuk Cassy.

"Sepertinya dia terbuka karena salah satu griever terbunuh," sahut Thomas.

Mereka terus berlari hingga sampailah di tempat yang bernama Mata Pisau. Langkah mereka mulai melambat untuk menyimpan energi. Ditelitinya tempat itu dengan seksama sampai suatu suara tertangkap di indera pendengaran seseorang.

"Apakah kalian mendengar sesuatu?" Cassy mencoba memfokuskan pendengarannya guna mencari asal sumber suara. Lalu secara tiba-tiba dia membalikkan tubuh Minho dan membuka tas kecil yang dibawa oleh pria itu. "Ketemu! Benda inilah yang menghasilkan suatu suara."

"Bagaimana bisa dia tiba-tiba berbunyi?" tanya Thomas.

"Entahlah, tapi mungkin saja dia akan berperan sebagai petunjuk arah." Cassy mulai berjalan ke sembarang arah.

"Hei, ke mana kau akan pergi?!" tanya Minho dengan suara keras.

"Sebaiknya kita ikuti dia." Thomas mulai berlari mengejar gadis itu yang sudah berjalan cukup jauh.

"Sialan!" Minho berdecak kesal melihat dua orang itu yang bertindak sesuka hati. Dengan terpaksa, dia mengekor di belakang mereka dan pasrah mengikuti.

Ketiganya terus berjalan hingga tak terasa mereka malah tiba di jalan buntu.

"Sial, jalan buntu," gerutu Cassy.

Mendengar bahasa kasar yang dilontarkan oleh gadis di sebelahnya membuat Minho merasa kesal. "Perhatikan bahasamu, Cassy!"

"Minho, apakah kau pernah ke sini sebelumnya?" tanya Thomas.

"Belum," jawabnya singkat.

Mereka masih berdiri di sana untuk memikirkan suatu cara agar dapat menemukan petunjuk yang lebih berguna. Tetapi, dinding yang awalnya mereka kira adalah jalan buntu tiba-tiba saja terbuka dan terlihat sebuah pintu besar di ujungnya.

"Loh? Bukan jalan buntu ternyata." Cassy kembali melangkahkan kakinya untuk mendekati pintu besar di ujung sana.

"Tunggu! Kau yakin ingin masuk lebih dalam?" tanya Thomas menahan.

The Truth Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang