(S3) Chapter 41

90 14 10
                                    

Cassy sekamar dengan Brenda atas permintaan orang-orang. Gadis itu yang tak merasa keberatan pun langsung menerimanya dengan senang hati, tapi tak urung ada rasa penasaran dalam dirinya.

Pasalnya ada gadis bernama Teresa yang juga mengajaknya tidur bersama, tapi tak ada satupun yang mengizinkan.

"Brenda, kenapa yang lain memintaku untuk bersamamu daripada gadis itu?" tanya Cassy yang tak dapat menahan rasa penasarannya lagi.

"Sepertinya mereka khawatir kalau gadis itu akan mengatakan sesuatu yang menyakiti hatimu," jawabnya.

"Jadi, maksudnya itu Teresa jahat?" tanyanya lagi.

Brenda terdiam karena tak tahu harus menjelaskannya seperti apa. Dia tak mau mengatakan sesuatu yang seolah-olah memperlihatkan keburukan gadis itu.

"Baiklah, aku tidak akan bertanya lagi," ucap Cassy saat melihat raut wajah kebingungan dari gadis di sebelahnya.

"Bukannya aku tak mau memberitahumu, tapi biar dirimu sendiri yang mengingat bagaimana sikapnya." Brenda menggerakkan tangannya untuk menyelimuti gadis itu. "Okay, it's time to sleep, Baby Girl."

"Kau seperti kakakku saja." Cassy tertawa geli dan mulai memejamkan matanya. "Selamat malam, Brenda."

"Selamat malam, Cassy," balasnya.

1...2...3...4...5...6...7...8...9...10

Seseorang yang tak merasa mengantuk sama sekali kembali membuka matanya. Berbeda dengan gadis di sebelahnya yang sudah tertidur pulas, dirinya malah merasa matanya sangat segar hingga tak bisa tidur.

Sepertinya aku harus keluar untuk mencari angin. Ucapnya dalam hati.

Gadis itu pun turun dari tempat tidurnya dengan selendang tipis yang terpasang di bahunya. Namun, ternyata ada orang lain yang sepertinya juga tak bisa tidur. Dia memutuskan untuk menghampiri orang tersebut dan ikut duduk bersamanya di sana.

"Hai, Minho," sapanya.

"Cassy?! Kenapa kamu keluar?" tanyanya dengan wajah penuh keterkejutan.

"Aku tak bisa tidur," jawab Cassy.

"Apakah tempat tidurnya tak nyaman?" tanyanya lagi.

"Tempat tidurnya nyaman, hanya saja aku tidak merasa mengantuk," jelas Cassy.

Tangan Minho bergerak untuk memakaikan selimut pada gadis di sebelahnya. "Di luar sangat dingin. Seharusnya kamu pakai sesuatu yang lebih tebal kalau ingin keluar."

"Terima kasih, Sayang," ujar Cassy.

Mendengar kata terakhir yang diucapkan gadis tersebut sukses membuat Minho membatu di tempatnya.

"Kau terlihat sangat terkejut. Apakah aku tak pernah memanggilmu seperti itu sebelumnya?" tanya Cassy dengan tawa yang tak tertahan lagi.

Tetapi, pria itu masih saja diam.

"Sepertinya aku tak memanggilmu begitu." Cassy menghela nafasnya dan menatap lurus ke depan. "Aku rasa kita sepasang kekasih dulu. Jadi, kupikir kata 'Sayang' sudah sering kau dengar."

Keadaan tiba-tiba saja menjadi hening.

"Hei, apa saja yang sudah pernah kita lakukan dulu? Berpegangan tangan? Berpelukan? Berciuman? Bercin—"

"Jangan lanjutkan kata-kata itu," potong Minho.

"Kenapa? Apakah kita benar-benar sudah pernah bercin—"

"Cukup, Cassy! Jangan buat aku melakukan sesuatu yang akan kamu sesali nantinya," tegas Minho.

"Baiklah," ucapnya yang akhirnya berhenti menggoda.

"Aku sangat merindukanmu..." lirih Minho.

"Aku juga," jawab Cassy.

Dengan cepat, Minho mengalihkan pandangannya ke gadis di sebelahnya.

"Mungkin itulah yang akan aku katakan jika tak kehilangan ingatanku." Cassy juga menoleh ke arah pria di sebelahnya dan menatap wajah tampannya. "Minho, aku ingin pulang besok."

"Kenapa terburu-buru? Apakah kau benar-benar tak nyaman berada di sini?" tanyanya.

"Aku merasa nyaman di sini, tapi akan lebih nyaman kalau ingatanku tak hilang," jawab Cassy.

"Biarkan ingatan itu kembali—"

"Aku tak bisa terus menunggu sampai ingatannya kembali sempurna. Aku bukanlah orang yang sabar, Minho," potongnya.

"Lalu apa yang ingin kamu lakukan untuk mengembalikan ingatan itu?" tanya Minho.

Cassy nampak terdiam sejenak sampai akhirnya menjawab, "Aku akan membuat ramuan yang bisa mengembalikan ingatan seseorang."

"Kamu kehilangan ingatan karena suatu kejadian, bukan karena perbuatan manusia," ucap Minho.

"Aku tahu, tapi aku akan tetap mencobanya," sahut Cassy.

"Aku tak ingin sesuatu yang aneh masuk ke dalam dirimu lagi," ujar Minho dengan suara yang pelan.

"Itu bukanlah sesuatu yang aneh. Aku sendiri yang akan membuatnya," balas Cassy.

"Aku ingin melarang, tapi..." Minho menggantung ucapannya.

Cassy dapat memahami sedikit kekhawatiran dari pria itu, tapi dirinya tetap harus melakukannya. "Percayalah padaku. Tak akan ada hal buruk yang terjadi."

"Baiklah. Aku akan mengantarmu pulang besok," ujar Minho.

Merasa terlalu senang membuat Cassy secara spontan memeluk pria tersebut. "Terima kasih."

"My pleasure. Kembalilah secepatnya, Cassy," jawabnya sambil membalas pelukan hangat itu.

Keesokkan harinya...

Seperti yang telah dijanjikan semalam, Minho benar-benar mengantarkan Cassy kembali ke rumahnya. Dengan berbagai alasan dia berikan pada orang-orang di Safe Heaven agar merelakan Cassy yang ingin kembali lebih awal.

"Terima kasih telah membantuku merahasiakan alasan yang sebenarnya pada mereka," ucap Cassy.

"Sama-sama." Minho menatap gadis itu dengan senyuman lembut di wajahnya. "Aku akan menunggumu di sana. Datanglah kapanpun kamu mau."

"Tentu. Aku akan kembali saat semuanya selesai," jawab Cassy.

"Jangan terlalu memaksakan diri sendiri. Walaupun kamu tak mengingat kami, tapi rasa sayang kami padamu tak akan berkurang," ujar Minho.

"Aku benar-benar beruntung bisa bertemu dan mengenal orang-orang sebaik kalian." Cassy melangkah maju dan memeluk tubuh besar pria itu. "Tunggu aku, Minho. Akan aku pastikan semua kenangan kita kembali seutuhnya."

"I will always be here waiting for you," jawabnya penuh keseriusan.

Dua orang berbeda gender itu berpelukan cukup lama sampai akhirnya benar-benar berpisah di sana. Minho yang kembali ke Safe Heaven dan Cassy yang kembali ke rumahnya sekaligus tempatnya melakukan segala eksperimen.

The Truth Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang