10. What Happened?

670 57 3
                                    

Kaiza yang baru bangun itu merasa pusing mendengar Mamahnya berteriak di bawah. Setelah mengumpulkan nyawanya, ia berjalan kebawah untuk melihat apa yang terjadi.

Di bawah sana ia bisa melihat ada wali kelasnya, dengan kedua orang tua Caitlin, bersama dengan Caitlin juga tentunya.

Mereka semua menatap ke arah Kaiza yang baru turun dari tangga untuk menghampiri mereka. Sontak Caitlin langsung berdiri berjalan ke arah Kaiza.

"Za.. Gue minta maaf ya sama lo? Gue bener - bener khilaf" Ucapnya, Kaiza bisa melihat mata itu yang sudah sembab mungkin banyak menangis. Namun Kaiza bisa lihat ekspresi yang pura - pura itu.

"Nak Kaiza, kami dengan sesal memohon maaf atas kejadian ini. Menurut kebijakan sekolah, Caitlin akan kami hukum dengan di skors sebulan penuh. Dan kamu bisa kembali lagi untuk bersekolah" Kaiza terkekeh mendengar itu.

"Cuman di skors?" Tanyanya menatap remeh ke arah wali kelasnya, dia yang bahkan mengaku tidak melakukan apapun langsung di DO tanpa alasan. Tapi Caitlin? Melihat kedua orang tua Caitlin yang terlihat santai ia paham betul kenapa. Kalau tidak karena orang dalam, sudah pasti karena uang.

"Ini juga dengan persetujuan Ibu kamu" Kaiza menatap Mamahnya tidak percaya, tidak tahu harus mengatakan apa.

"Yasudah jika tidak ada yang dibicarakan lagi, kami akan pulang" Mereka semua pamit setelah mengatakan hal itu.

"Mamah ga nuntut apapun?" Ucap Kaiza setelah orang orang itu pergi dari rumahnya.

"Mamah harus nuntut apa? Mereka itu pasti orang orang berduit Kaiza, Mamah gamau berurusan terlalu panjang. Lagiankan si Caitlin udah di skors" Ucap Mamahnya sambil menyusun kembali gelas - gelas yang dihidangkannya.

"Ada - ada aja sih.. Kamu hati - hati pilih temen ya, jaman sekarang tuh banyak mindset anak muda yang udah rusak. Mamah telfon Papah kamu dulu, makan itu nasi goreng sisa abang ada di meja" Kaiza menatap tidak minat ke arah meja. Selalu seperti itu, benaknya.

Saat Ibunya pergi, Kaiza juga berlalu dari sana. Ia mengeluarkan motornya, dan pergi dari pekarangan rumahnya.

"Makanan sisa ya?" Kaiza terkekeh miris di atas motor, baju sisa, makanan sisa, barang bekas. Tapi ia menggelengkan kepalanya, berusaha mengusir pikiran pikiran itu. Harusnya dia bersyukur, ada orang lain yang lebih tidak beruntung dari dirinya. Itulah yang selalu ia lakukan ketika tidak mendapatkan perlakuan adil dari ibunya.

Walau masih terbesit di hatinya rasa kesal ketika Ibunya bahkan tidak mau membelanya. Apa sebenarnya hanya perasaannya saja yang terlalu lebay? Atau sebenernya ini ada yang salah? Ia sedikit iri dengan perbandingan dirinya dan kedua saudara lelakinya. Tidak sedikit, dia iri sekali.

Abang dan kedua adiknya selalu diberi, barang, tempat, dan makanan yang layak. Beda dengannya, mungkin hanya karena dulu Ibunya menginginkan anak kedua lelaki lagi, namun mendapatkan Kaiza. Tapi apa itu bisa dijadikan alasan?

Adik laki lakinya, selalu dibelikan pakaian dan mainan baru setiap weekand, kenapa tidak seperti dirinya dulu? Pakai baju bekas abangnya? Alasan Ibunya selalu sama.

'Kan udah di pake kamu, ga layak buat di pake adek lagi'.

Kepada Abangnya juga begitu, selalu di nomor satukan dengan alasan lebih tua dan lebih butuh.

'Kamu nanti dulu, abang dulu dia lebih butuh. Masalah itukan bisa nanti nanti'

Terus kapan dia di nomor satukan? Iya benar, saat butuh pelampiasan amarah, dan butuh seseorang untuk disalahkan.

-

Kaiza memberhentikan motornya di tukang bubur ayam langganannya. Setiap pagi, jika tidak sempat sarapan di rumah ia akan makan disana. Tempatnya dekat perempatan jalan rumahnya, sebenernya buburnya tidak begitu enak. Tapi di selalu ingin beli disana, karena ada sesuatu.

ADORE YOU [ENDING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang