"Makasih..." Leon merasa canggung, ia tidak berani menatap Kaiza. Di perjalanan menuju bengkel pun mereka hanya diam.
"Leon" Panggilan Kaiza sontak membuat dia mengangkat kepalanya yang menunduk.
"Gue harap lo bisa nemuin orang yang ngebales perasaan lo, sorry karena bukan gue orangnya. Gue udah nyaman dengan anggep lo sebagai temen sekaligus adik gue sendiri. Jangan sungkan buat telepon gue kalo lo ada masalah nanti" Ucap Kaiza tersenyum kecil, dan mengelus pelan kepala Leon. Lalu setelahnya ia beranjak pergi meninggalkan Leon.
"Kan.. Gue jadi pengen nangis lagi" Ucap Leon sambil berusaha melihat ke arah atas menahan air matanya yang akan terjatuh.
"Dek?" Seorang pria paruh baya menghampirinya.
"Temennya Kaiza kan?" Leon mengangguk, sepertinya itu adalah orang yang mengambil motornya tadi.
"Ayo ayo masuk dulu, motornya udah hampir selesai" Leon mengangguk dan mengikuti pria itu masuk ke dalam bengkel untuk melihat motornya.
-
"Sumpah tadi yang matematika nomer 12 itu jawabannya, 2 atau 8 di lo Nay?" Ucap Elenna memulai percakapan, mereka baru saja menjalankan ujian hari ke-lima. Sudah selama itu juga Kaiza dan Liam tidak ada tanda - tanda berbaikan. Bahkan sekarang keduanya terlihat sangat asing.
Liam dengan teman - teman dan adik kelas yang selalu mengintilinya, juga Kaiza yang kembali seperti Kaiza awal sebelum mengenal Liam.
"Gue ambil jawaban 4 malah" Elenna dan Kanaya sibuk berbincang sedangkan Kaiza sibuk dengan dimsum dan buku di tangannya.
"Ehh tau ga tadi yang ngawas ruangan gue Bu Melati, behhh harum dia semerbak seruangan anjir"
"Asli? Berarti nanti dia masuk juga di kelas kita, yakan Kai?... Kai?" Kaiza hanya diam tidak menjawab. Membuat Kanaya dan Elenna bingung, Kanaya menyentuh bahu Kaiza membuat sang empu sedikit terlonjak.
"Kenapa?"
"Lo baca buku apa bengong si? Di panggilin ga denger?" Tanya Elenna.
"Terlalu fokus, kenapa emang?"
"Lo mikirin sesuatu ya pasti?" Kanaya mengarahkan tubuhnya sepenuhnya ke arah Kaiza agar bisa menatap anak itu dengan jelas.
"Nggak ada"
"Lo mikirin Liam kan pasti?" Tuduh Elenna menunjuk ke arah Kaiza.
"Iyaya? Kai, lo ga niat jelasin ke dia? Masa lo mau dia terus - terusan salah paham ke lo?" Kaiza hanya diam enggan untuk menjawab.
"Kai? Kalo lo terus gini yang ada lo kehilangan Liam"
"Gue ke perpus dulu, mau ganti buku" Kaiza mengangkat bukunya sebagai kode, lalu beranjak dari duduknya dan berlalu dari sana.
"Sumpah akhir - akhir ini tuh anak jadi kaya biasanya, lebih banyak diem, baca buku mulu. Apa dia mau jadi profesor?"
"Jadi dosen kali, udah ah ayo ke ke kelas" Ucap Kanaya sambil berjalan meninggalkan Elenna yang langsung mengejarnya.
Di sisi lain ada Kaiza yang berjalan menuju perpustakaan, ia hanya beralasan saja karena berniat menghindari pertanyaan teman - temannya. Jika difikir - fikir, perpustakaan mungkin adalah tempat yang tepat saat ini untuk dia berdiam diri.
Saat membuka pintu masuk, Kaiza sudah langsung berpapasan dengan Liam dan juga adik kelas yang selalu mengikutinya itu mengarah keluar perpustakaan. Kaiza sempat bertatapan sebentar dengan Liam, lalu ia langsung memutuskannya masuk ke dalam perpustakaan dan mencari mejanya.
Kaiza menghela nafas, hatinya terasa panas ketika melihat Liam semakin dekat dengan perempuan itu. Apa Liam memang sudah berpaling hati secepat itu?
Kaiza mendengar suara meja yang dilempari sebuah benda kecil, Kaiza mengangkat kepalanya yang sedari tadi ia tundukkan di lipatan tangannya. Ia menatap ke arah orang yang baru saja melempar sebuah pinsil di atas meja yang Kaiza tempati.
"Jatoh" Hati Kaiza terasa sakit mendengar jawaban ketus itu, rasa ingin memeluk tubuhnya saat ini. Itu Liam, Kaiza tidak mengharapkan ada percakapan dengan Liam saat ini, namun rasanya mendengar suara Liam sedikit mengobati rindunya.
Tangan Kaiza tergerak mengambil pinsil itu, Liam beranjak pergi dari sana meninggalkan Kaiza yang hanya diam. Baru tiga langkah ia berjalan, kepalanya langsung berbalik melihat Kaiza dan berjalan cepat lagi ke arahnya.
"Lo gaada niat ngomong atau jelasin apapun?" Ucapnya kesal, Kaiza hanya diem menatap Liam yang terlihat sangat garang di hadapannya.
Kaiza buru - buru memutuskan pandangannya, bibirnya kelu hanya untuk mengeluarkan satu kata saja. Ia akui dia benar - benar seperti seorang pecundang saat ini.
"Fine, gue harap gue ga akan pernah ketemu lagi sama lo" Liam pergi berlalu dari sana dengan langkah kesalnya. Hati Kaiza terasa di remas mendengar kata - kata itu. Ia mengusak rambutnya frustasi.
"Maaf .." Bisiknya hampir tak terdengar.
tbc ..

KAMU SEDANG MEMBACA
ADORE YOU [ENDING]
Fiksi RemajaKaiza Lavinia begitu menganggumi Reyden Cakramawa Biantara sejak pertama kali ia masuk SMA Cipta Karya, ia selalu memikirkan sosok itu sampai rasanya membuat Kaiza gila. Sedang asik asiknya mengagumi sosok yang dia suka, kehadiran Liam Mavrendra ma...