36. Date

697 76 3
                                    

"Kok ga arah pulang?" Tanya Liam yang melihat sekitar bukanlah ke arah rumahnya.

"Jalan jalan dulu" Ucap Kaiza yang masih sangat menikmati angin sore.

"Gue belum telfon Papi" Adu Liam, karena memang saat pulang tadi ia sudah di seret Kaiza untuk ke rumah sakit. Sampai - sampai Liam lupa untuk menghubungi Papinya.

"Gue udah izinin" Liam menampilkan ekspresi bingung, bagaimana cara Kaiza izin dengan Papinya? Sedari tadi ia terus bersama dengan Liam.

"Kapan ngomongnya?"

"Pas lo diperiksa, gue nelfon" Mata Liam hampir keluar sangking terkejutnya, Papinya itu memberikan nomornya pada Kaiza? Bahkan selama ini hanya Denzel yang berhasil mendapatkan nomor handphone Papinya, itu pun setelah 5 tahun kenal. Tapi, Kaiza?

"Lo bohong ya?" Kaiza mengernyit bingung.

"Bohong apanya?"

"Ga mungkin lo telfon Papi, secara lo baru ketemu Papi tiga kali?" Kaiza merogoh saku seragamnya dengan tangan kiri, dan tangan kanan sibuk menahan stang motor.

Ia memberikan ponselnya kepada Liam, dan memberi tahukan sandinya untuk Liam membuka dan melihatnya sendiri.

"Itu nomor Papi lo kan?" Tanya Kaiza, benar yang di ucapkannya, itu adalah nomor Papinya. Bagaimana bisa Papinya memberikan nomornya kepada Kaiza?

"Kok bisa..?" Kaiza hanya menaik - turunkan kedua bahunya.

Perjalanan kembali sunyi, dengan Liam yang masih pada pertanyaan - pertanyaan di fikirannya dan Kaiza yang menikmati suasana jalan juga angin sepoi - sepoi yang menerpa wajahnya.

"Kita mau kemana?" Ucap Liam yang menyudahi lamunannya.

"Gatau, lo pengen kemana?" Liam berfikir sejenak untuk memikirkan sebuah jawaban. Tapi tunggu, apakah sekarang dia dengan Kaiza sedang melakukan date?

Semu merah di pipi Liam mulai muncul ketika membayangkan bahwa saat ini mereka sedang melakukan date.

"Gue pengen makan jagung bakar di puncak" Kaiza langsung mengerem motornya, dan menoleh ke pada Liam.

"Kita ga mungkin ke puncak sekarang, Liam" Liam lalu memajukan bibirnya. Namun yang dikatakan Kaiza benar, melihat waktu yang menunjukkan jam 5 sore itu pun semakin membuat mereka yakin bahwa ke puncak adalah hal yang mustahil saat ini.

"Ke Taman kota aja ya?" Liam akhirnya mengangguk, itu bukan ide yang buruk untuk sebuah date.

Kaiza kembali menjalankan motornya menuju taman kota. Mungkin ia harus menyiapkan sebuah plan untuk mengajak Liam ke Puncak suatu hari.

-

"Kai? Gue beli es krim di sana dulu ya?" Ucap Liam yang baru turun dari motor, dan langsung salah fokus dengan penjual es krim di pinggir trotoar jalan.

Kaiza menoleh sejenak, lalu mengangguk. Ia mematikan mesin motornya, dan saat turun dan menoleh ke belakang ia melihat Liam yang sudah berjalan meninggalkannya.

"Liam?" Liam menoleh bingung kenapa Kaiza memanggilnya.

Kaiza menunjuk ke kepalanya sendiri membuat sebuah kode, Liam yang melihat itu sontak langsung menyentuh kepalanya. Dia lupa melepaskan helmnya, untung saja Kaiza mengingatkannya.

Liam menghampiri Kaiza dengan watadosnya Kaiza hanya tersenyum kecil, ia lalu membantu Liam melepaskan helmnya. Setelah selesai ia menggantungkan helm itu terlebih dahulu di motornya.

Saat menoleh ke belakang ia sudah tidak menemukan keberadaan Liam. Ternyata anak itu sudah sampai duluan di depan tukang es krim yang ia inginkan. Belum ada sekejap mata menoleh ia sudah pergi menghilang, benar - benar lincah sekali. Kaiza berjalan menyusul Liam yang tengah mengantri di depan gerobak es krim.

ADORE YOU [ENDING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang