35. Becoming a Lover

719 72 2
                                    

Liam sedari tadi hanya diam, membiarkan Kaiza membawanya entah kemana. Ia masih memikirkan ucapan Kaiza pada Reyden, apa katanya? Pacar?

Kaiza menyeret Liam ke UKS, mendudukan diirinya secara paksa di kasur. Kaiza memegang kedua bahu Liam dengan erat. Sampai Liam bisa merasakan sentuhan setiap jari anak itu.

"Jelasin sama gue, lo ada hubungan apa sama Reyden?" Liam sontak menggeleng, karena memang dia tidak ada hubungan apapun dengan anak itu.

"Gue gatau, gue baru kenal dia juga semenjak kenal lo Kai" Liam bisa melihat guratan marah pada mata Kaiza. Melihat Kaiza yang membabi buta memukuli Reyden, membuat Liam berfikir apakah Kaiza marah karena Reyden mendorong Liam? Apa sekarang Kaiza peduli dengannya? Apa Kaiza, serius dengan ucapannya?

"Jauhi Reyden, dan Denzel" Ucap Kaiza membuat Liam mengerutkan dahinya bingung.

"Kenapa Denzel juga? Gue gamasalah kalo soal Reyden, tapi Denzel? Mana mungkin gu--"

"Cukup turuti ucapan gue, Liam" Kaiza meremas genggamannya pada bahu Liam, membuat Liam meringis kesakitan. Kaiza langsung menjauhkan tangannya dari bahu Liam, ketika menyadari telah menyakiti anak itu.

"Buka baju lo" Ucapannya malah membuat Liam terkejut.

"Buka? atau gue robek paksa?" Ancaman Kaiza benar - benar membuat Liam bergidik ngeri, ia langsung membuka kancingnya satu persatu sampai terbuka sempurna.

Kaiza dengan tidak sabar langsung membantu Liam melepas bajunya, dan melemparnya asal.

"Balik badan" Ucapan Kaiza seperti perintah bagi tubuhnya. Ia langsung sontak berbalik badan dengan ragu - ragu.

Kaiza bisa melihat punggung Liam yang sedikit memar, yang artinya tubuh itu terhantuk begitu keras ke dinding. Kaiza langsung meraih salep, dan mengolesi pelan ke arah punggung Liam.

"Ah!" Liam terkejut saat tangan Kaiza menyentuh memar itu, sentuhan Kaiza malah membuatnya semakin nyeri.

"Kai.. Sakit" Adunya, Kaiza langsung menghentikan olesannya. Ia menaruh salep itu di meja, dan membalik tubuh Liam. Ia mengambil baju yang ia buang asal tadi dan membantu Liam memakainya.

"Kita ke rumah sakit" Liam menggeleng keras.

"Kenapa ke rumah sakit? Gue ga kenapa - napa, ini cuman memar kecil. Tiga hari juga sembuh" Ucap Liam, namun hanya dihadiahi tatapan tidak senang dari Kaiza.

"Ya..Yaudah" Ucap Liam yang akhirnya menuruti ucapan Kaiza.

"Tunggu disini, gue ambilin tas lo" Tanpa menunggu jawaban Liam, Kaiza sudah pergi dari sana menuju kelas Liam.

-

"Udah ga papa, ini tinggal rutin dikasih salep aja" Ucap Dokter itu kepada Liam, dan Liam hanya tersenyum canggung sambil menerima resep obat.

"Beneran ga ada lagi? Ga perlu di ronsen untuk liat tulang dalemnya? Siapa tau--" Liam menahan tangan Kaiza dan tersenyum seolah - olah menyuruh Kaiza diam.

"Iya Dok, makasih ya. Kalau gitu kami permisi" Liam menarik tangan Kaiza dari ruangan itu.

"Kenapa? Kita harus tau--" Sesampainya di luar Kaiza langsung protes karena ditarik oleh Liam.

"Lo ga denger emangnya yang dibilang sama dokter? Gue ga papa, Kai?"

"Tetep aja--"

"Kai? Ayo pulang aja, lagian dokter udah kasih resepnya. Lebamnya bakal sembuh" Kaiza menghela nafas akhirnya ia mengalah, ia melepaskan jaketnya dan memakaikannya kepada Liam.

"Ayo" Perlakuan Kaiza benar - benar membuat Liam bingung, di tambah dia masih belum menanyakan prihal soal Kaiza yang meng-klaim dirinya sebagai seorang pacar.

"Kai?" Liam menahan tangan Kaiza saat akan menariknya. Kaiza tidak menjawab panggilannya, hanya memberi tatapan bertanya.

"Soal tadi, yang itu.. Anu yang.." Kaiza mengernyit bingung saat nada Liam terlihat canggung.

"Apa?" Liam mengigit bibir bawahnya ragu.

"Pa.. Pacar?" Kaiza akhirnya paham apa yang dimaksud oleh Liam.

"Kenapa soal Pacar?" Liam menatap Kaiza.

"Ya.. Apa maksudnya? Kita kan nggak..? Nggak pacaran..?" Liam menunduk malu, sebenernya ia ingin Kaiza lebih memperjelas hubungannya. Karena itu dia bertanya.

"Sekarang pacaran" Liam menatap Kaiza terkejut.

"Hah? Gue kan belum bilang iya?"

"Lo gamau?" Kaiza mengerutkan dahinya.

"Mau!" Liam reflek mengangguk setuju, saat sadar ia langsung menutup mulutnya malu.

Kaiza maju selangakah untuk menarik pinggang Liam mendekat. Untungnya parkiran Klinik begitu sepi, jadi tidak ada saksi mata yang akan melihatnya.

"Jadi, kita pacarankan?" Wajah Kaiza tepat berada di depan Liam, membuat Liam menahan nafasnya.

"Iya.." Cicit Liam, dia sudah terlanjur malu melihat Kaiza yang begitu dekat.

Kaiza mencuri satu ciuman dari bibir Liam, membuat Liam terkejut. Kenapa tiba - tiba dia melakukannya? Jantung Liam menjadi tidak aman sekarang.

Senyuman Kaiza saat berhasil mencuri satu ciuman itu semakin membuat Liam mabuk kepayang. Kenapa karisma Kaiza sangat sulit untuk ditolak.

Kaiza melapas pelukannya di pinggang Liam, berganti dengan merangkul bahunya membawanya menuju motor milik Kaiza. Tidak sampai disitu, saat keduanya sudah berada di atas motor Kaiza menarik kedua tangan Liam untuk memeluk pinggangnya.

Apa Liam sedang bermimpi saat ini? Liam tidak ingin bangun jika benar ini mimpi, bisa berada di atas motor Kaiza dan memeluknya adalah hal yang tidak pernah Liam duga.

"Jangan bengong, pegang yang bener" Ucap Kaiza membuat Liam berdehem menurut. Ia lalu menyembunyikan wajahnya di bahu Kaiza, lebih tepatnya menyembunyikan senyum bahagianya.

tbc ..

ADORE YOU [ENDING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang