30. Tug of War?

606 69 0
                                    

"Pulang bareng" Liam terkejut baru keluar dari kelasnya ia langsung mendengar ucapan Kaiza itu. Saat ini anak itu tengah berdiri menyandar di samping pintu.

"Hah?" Liam yang tadinya tengah asik berbincang, langsung di buat bingung dengan ajakan itu.

Ke-empat lelaki itu saling melirik merasa bingung dengan apa yang Kaiza lakukan. Sedangkan perempuan itu sudah berjalan ke hadapan Liam.

Belum mendapat jawaban apapun Kaiza langsung menarik tangan Liam menjauh dari ke-tiga temannya.

Liam menoleh kebelakang dengan bingung menatap teman - temannya yang hanya membiarkannya dibawa pergi oleh Kaiza.

Sesampainya di parkiran Kaiza langsung mengambil helmnya dan memasangkannya pada Liam, wajah Kaiza yang berada tepat di depannya membuat Liam tidak kuat menahan semu malu. Ia berusaha tidak menatap Kaiza karena takut ketahuan tengah salah tingkah.

"Kai.." Kaiza hanya berdehem sebagai jawaban. Ia sibuk memakai jaketnya.

"Gue di jemput" Ucap Liam pelan, ia memang masih diantar dan di jemput oleh Papinya.

"Telfon aja, bilang gue yang anter" Ucap Kaiza.

"Naik" Belum sempat Liam berfikir Kaiza sudah mengeluarkan motornya. Liam pun mau tidak mau harus menuruti dan naik ke jok belakang motor itu.

Hari ini Kaiza membawa motor lebih pelan dari biasanya, entah kenapa anak itu membawa motor sepelan ini. Sedangkan Liam, pikirannya masih melayang ke Papinya. Apakah beliau sudah sampai di sekolahnya?

"Mau es cokelat?"

"Mau!!" Liam reflek menjawab dengan antusias saat mendengar cokelat itu, ia langsung menutup bibirnya sendiri saat menyadarinya.

Kaiza tersenyum kecil melihat ekspresi Liam dari kaca spionnya. Liam terlihat begitu lucu saat menyukai sesuatu.

Kaiza memberhentikan motornya tepat di depan jualan es cokelat yang pernah ia beli dengan Liam sebelumnya.

"Es cokelatnya satu" Ucap Kaiza, membuat Liam keheranan kenapa dia hanya membeli satu?

"Kenapa satu?"

"Buat lo aja, gue gasuka manis" Ucapnya, lalu memberikan uang 20rb kepada penjual itu dan menerima kembalian sekaligus.

"Nih" Kaiza memberikan es cokelat itu kepada Liam. Liam memandangi es cokelat dan Kaiza secara bergantian, bisa - bisanya ada orang yang tidak menyukai cokelat?

Liam langsung menusukkan sedotan yang ada pada lubang tutupan cup es itu, dan langsung meminumnya. Dia langsung mengalungkan tangan kananya di leher Kaiza dan bertumpu di bahunya.

"Cobainn" Ucapnya namun di hadiahi gelengen dari Kaiza, membuatnya kesal.

"Cobain Kai! Ini enak!" Kaiza yang merasa pandangannya sedikit terganggu itu langsung menyesap es yang ada di depan wajahnya itu agar Liam cepat - cepat menariknya. Liam benar, rasanya memang sangat enak. Es cokelat itu tidak terlalu manis.

"Enakkan?" Kaiza mengangguk menyetujui, membuat Liam tersenyum senang.

"Makan dulu, mau?" Liam berfikir sejenak, lagipula ia sudah terlanjur pulang dengan Kaiza. Dan sudah pasti nanti Papinya akan marah tidak mendapatinya di sekolah, jadi ia tidak ingin membuang - buang kesempatan ini.

"Boleh"

"Lo suka makan apa?"

"Apaa ya? Gue gatau makanan daerah sini.." Ucapnya karena memang dia sangat jarang keluar membeli makanan.

"Ayam bakar, suka?" Liam mengangguk walau ia tidak tahu Kaiza bisa melihatnya atau tidak.

"Suka" Mendengar jawaban itu Kaiza langsung saja menaikkan gasnya menuju tempat dimana ia sering membeli ayam bakar itu.

Tak sampai 7 menit mereka sudah sampai di tempat. Kaiza langsung saja memasukkan motornya ke deretan parkir setelah Liam turun. Kaiza menarik tangan Liam untuk mendekat ke arahnya, lalu melepaskan pengait helm Liam dan menggantungnya di motor.

"Ayo" Kaiza menarik tangan Liam dengan lembut untuk masuk ke dalam, dan langsung duduk di tempat favorit Kaiza yang itu pojokan warung. Perlakuan itu membuat Liam hampir terlonjak kaget namun berusaha mengontrol dirinya.

Liam menggelengkan kepalanya saat tidak kuasa menahan senyumnya. Ingat Liam, dia yang dorong lo ke danau!

Tapi kalau memang Kaiza yang mendorongnya, kenapa saat ini Kaiza malah berbanding terbalik dengan apa yang dikatakannya? Kaiza bilang dia muak dengan Liam, namun hari ini Kaiza mengantarnya pulang, membelikan es cokelat, mengajaknya makan bersama. Jadi sebenernya apa maksud Kaiza saat ini?

"Hey? Kok diem?" Kaiza mengetuk dahi Liam pelan, memandangi anak itu yang sedang bengong entah memikirkan apa.

"Hah? Hah? Gak, ga papa" Liam terkejut ketika ada seorang pelayan juga disana dengan posisi siap menulis pesanan.

"Jadi mau minum apa?" Kata Kaiza sambil menyodorkan menu ke pada Liam, dengan canggung Liam mengambil menu itu dan membacanya.

"Es teh manis hangat aja deh" Ucapan Liam malah dihadiahi tatapan bingung dari Kaiza dan pelayan. Sedetik kemudian Kaiza terkekeh pelan.

"Es teh manisnya dua" Setelah mengatakan itu pelayan langsung mengangguk dan pergi dari sana. Membuat Liam langsung menggaruk dahinya canggung, ia jadi semakin salah tingkah karena malu.

"Mikirin apa sih?" Tanya Kaiza karena sejak tadi Liam asik berdiam diri tidak seperti biasanya.

"Menurut lo aja" Ucap Liam kesal, dia malu dan itu karena Kaiza. Coba saja Kaiza tidak berperilaku aneh, dan menarik ulur dirinya. Ia tidak akan melantur.

"Emang apa? Gue ga ngapa ngapain?"

"Giwi gi ngipi ngipiin! Katanya muak sampe dorong gue ke danau, terus sekarang malah aneh. Makan bareng di kantin, ngajak pulang bareng, ngajak makan bareng pula! Lo aneh tau ga! Lo mau narik ulur gue ya?!" Ucap Liam yang sudah kepalang kesal dengan kelakuan Kaiza saat itu. Kaiza hanya diam mendengar itu, ia membuang pandangannya menghindari kontak mata dengan Liam.

"Jawab!" Liam menarik lengan jaket Kaiza yang berada di atas meja. Kaiza kembali menatap Liam.

"Lo percaya gue yang dorong lo?" Liam malah terdiam mendengar itu. Jujur saja ia tidak yakin, namun mengingat sifat kasar Kaiza selama ini bisa saja benar dia yang mendorongnya. Tapi, ah sudahlah Liam bingung.

Percakapan itu terhenti karena pesanan mereka datang, dan pada akhirnya mereka hanya makan dengan keheningan.

"Gue bayar sendiri aja" Ucap Liam ketika Kaiza ingin pergi membayar, namun Kaiza tidak mendengarnya dan langsung beranjak dari duduknya. Membuat Liam berdecak kesal, ia lalu bangkit dari duduknya dan mengikut Kaiza.

Sampai di motor pun keduanya masih tetap diam, Kaiza yang malas bicara dan Liam yang masih bingung dengan keadaan. Ia masih memikirkan, apakah benar Kaiza yang mendorongnya atau tidak.

Kaiza memasangkan helmnya pada Liam seperti biasa, lalu naik ke motornya dengan tenang dan mengeluarkannya dari deretan parkiran. Di jalan mereka hanya diam memandangi sekitar. Membiarkan angin yang berbicara mengisi telinga mereka sepanjang jalan.

Sampai di rumah Liam, mereka sudah di hadiahi dengan Papi Liam yang berdiri di depan pargar dengan posisi sedang menelfon seseorang. Ketika mereka sampai di depan Papinya, Papinya terlihat terkejut.

Papinya langsung berjalan dengan langkah tergesa - gesa ke arah mereka, membuat Liam panik, pasti papinya akan menyembur Kaiza saat ini.

tbc...

ADORE YOU [ENDING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang