Pergi ke Istana

3.4K 234 23
                                    

Gaun selembut sutra, berhias permata ruby dan safir. Berkilau dalam gelap, melekat dengan sempurna di tubuh cantik putri bungsu Duke Neville, Victoria Neville.

Anting berbentuk angsa dan jepit bunga mawar, kontras dengan rambut hitam bergelombang milik sang putri. Gadis cantik itu tersenyum, bukan senyum bahagia seperti yang seharusnya dilakukan ketika memakai gaun terbaik di seluruh kekaisaran dan riasan paling mempesona. Gadis itu justru tersenyum kecut.

Victoria tidak suka, jika ia bisa memilih maka ia akan dengan senang hati tinggal di kediamannya dari pada menghadiri pesta dansa di istana.

Hal ini karena ia benci pandangan orang-orang terhadap dirinya. Ayahnya, Duke Neville menyembunyikannya selama kurang lebih delapan belas tahun. Bukan, bukan karena sang Ayah membencinya. Duke Neville justru sangat-sangat menyayangi Victoria, mengingat ketika lahir dan membuat satu ruangan tertutup salju––Victoria segera disembunyikan dengan dalih memiliki penyakit dan berfisik lemah ketimbang Duke harus melapor ke istana dan membuat Victoria menjadi target kekaisaran karena kekuatannya.

Namun, karena rumor palsu yang disebarkan Ayahnya, Victoria terasingkan oleh para bangsawan. Nyaris dilupakan kehadirannya jika saja Duke Neville tidak pernah menyinggung tentang perkembangan Putrinya di rapat-rapat penting kekaisaran.

Ini, pertama kalinya ia keluar dari kediaman Neville secara resmi. Bulan depan adalah debutante-nya, namun akan lebih bagus jika ia muncul sebelum hari itu. Setidaknya para bangsawan akan mulai melirik dan tertarik dengan dirinya.


"Victoria, kau sudah siap?"


Victoria menoleh. Ia berdiri membelakangi cermin besar yang memperlihatkan seluruh penampilannya, menatap sang Ayah yang memandang datar. Dibalik itu, tersimpan gurat kekhawatiran di wajah Duke Neville.


"Sudah Ayah."


"Kau tidak harus pergi jika kau tidak menginginkannya."


Victoria terkekeh, ia meraih lengan sang Ayah lalu bergelayut manja,
"Tidak Ayah. Pesta dansa istana merupakan tempat yang cocok untuk menjadi awal kemunculanku. Lagipula, Ayah ada bersama ku. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan, bukan begitu?"


Duke Neville menatap putri semata wayangnya dalam. Mereka berjalan menuju gerbang Nevius, sebutan untuk kediaman keluarga Neville. Di sana sudah terdapat kereta kuda yang akan membawa mereka ke Istana Kekaisaran Cossyria.


Dengan helaan napas, Duke Neville meraih tangan Victoria untuk digenggam. Kemudian berbisik pelan,
"Tetaplah dalam pengawasanku."


Membuat Victoria tersenyum tipis,
"Baik Ayah."


"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Duke Neville mengulurkan tangan setelah mereka berdua sampai tepat di depan kereta kuda,
"Naiklah, Ibumu sudah berada di dalam."


Dengan senang hati, Victoria menyambut bantuan sang Ayah,
"Terima kasih."


Setelah masuk ke dalam kereta kuda. Victoria mendapati wajah murung sang Ibu. Duchess Neville memandang putrinya seperti saat Duke Neville memandangnya beberapa waktu lalu. Victoria menggelengkan kepala pelan.
Kedua orang tuanya bahkan lebih cemas dari pada dirinya sendiri.


"Kau tak apa?"


"Aku baik-baik saja Ibu. Cemaskan lah dirimu sendiri, Ibu tampak ketakutan," Victoria berucap santai. Ia duduk tepat di hadapan sang Ibu.


Menyibak rambutnya ke samping, Victoria menatap keluar jendela saat kereta kuda mereka mulai bergerak. Di sisi kiri, sang Ayah terlihat gagah menunggang Kuda Lusitano.


"Apa kau haus?"


Victoria mendesah, menatap ibunya,
"Iya, sedikit."


Mendengar jawaban sang putri, Duchess Neville mengangkat tangan kanannya, memejamkan mata sejenak sebelum akhirnya mengeluarkan aliran air bak air mancur dari tangannya. Dengan perlahan, Duchess Neville membuka bagian bawah tempat duduk di sampingnya, mengeluarkan sebuah gelas emas dari dalam sana. Ia segera mengisikan gelas itu air hingga penuh, setelahnya diserahkan pada Victoria.


Victoria tersenyum tipis,
"Ini air apa?"


"Pegunungan Wist."


"Sungguh?"


Duchess Neville mengangguk singkat,
"Ya, langsung dari sumbernya."


"Ibu memang hebat," puji Victoria lalu meneguk sedikit air itu.


Segar, benar-benar seperti air dari pegunungan. Yah, tidak heran. Ibunya adalah pemilik kekuatan air tertinggi di Kekaisaran Cossyria, begitu pula sang Ayah.


"Kau jauh lebih hebat."


Victoria tertawa sinis, gadis itu menatap air dalam gelas di tangannya,
"Yang bisa ku lakukan hanyalah membekukan sesuatu. Itu menakutkan, Bu."


"Sssttt, berbicaralah lebih pelan."


Lagi, Victoria tertawa. Benarkah?
Hanya dengan mengatakan hal secara tersirat, membawa kecemasan bagi keluarganya terutama sang Ibu. Bohong jika ia sendiri tidak cemas, namun apapun itu, tidak ada gunanya untuk bersembunyi. Yah, meski itu yang ia lakukan sekarang.


"Kita hampir sampai, jadi bersiaplah."


Itu Duke Neville, berbicara melalui jendela kereta, memberi informasi kepada sang istri dan putri tercinta agar mempersiapkan diri.

Victoria melihat sekilas ke arah luar. Ini bukan lagi Duchy, itu artinya mereka benar-benar akan sampai sebentar lagi.


"Apakah ayah menggunakan kekuatan untuk membuka portal?"


Pertanyaan itu meluncur dari mulut Victoria sembari menatap sang Ayah yang hanya berjarak tiga meter darinya.


"Lebih baik dari pada sampai larut malam."


"Eh, apa artinya kita akan menginap?"


"Pesta pembukaan nanti malam dan pesta utama esok hari, tentu kita harus sampai sebelum waktu itu," Duchess Neville menjawab tenang.


Ah begitu rupanya. Pesta dua hari dua malam itu bukan sekedar bualan kedua orang tuanya semata. Ckck, Keluarga Kaisar pasti sangat kaya. Victoria menggeleng pelan.

Nanti malam pesta pembukaan sekaligus pesta untuk merayakan para kesatria yang baru saja kembali dari medan perang di perbatasan. Tentu saja termasuk saudara laki-laki Victoria, Sidern Neville. Kabarnya, mereka sudah berhasil menyelesaikan sengketa karena kesalahpahaman pihak Barat.

Jika diingat-ingat, ada rumor yang sedang beredar mengenai seseorang. Rumor paling terkenal yang beredar adalah tentang orang itu. Orang yang menjadi salah satu pemimpin dalam peperangan kali ini. Bangsawan termuda yang berhasil menjadi Grand Duke Muda dan menjinakkan Singa Api Utara pada usia tujuh belas tahun.


Tatapan Victoria mengambang,
"Hmm, aku sangat penasaran dengan orang itu."




••~••~••




Victoria feel so curious about the Grand Duke. Are u also feel the same, guys?
Don't forget to support this story and then you will know the next chapter.


I'll see u next ❣️

Duchess EllworthTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang