Sidern dan Krisis

1.9K 197 13
                                    

Pagi ini Victoria sedang duduk santai di dekat air mancur. Masih ada tiga jam sebelum pesta Ulang Tahun Kekaisaran diadakan, gadis itu memutuskan untuk berjalan-jalan terlebih dahulu di taman istana.

Ia butuh waktu untuk menenangkan pikiran setelah kejadian semalam. Sungguh, Victoria kira ia akan dihabisi oleh Sevaro setelah membuat lelaki itu kesal bukan main. Siapa sangka Grand Duke Muda itu justru langsung keluar dari kamarnya tanpa mengatakan apapun.

Di satu sisi ia merasa bersalah, namun di sisi lain ia benar-benar bersyukur lelaki itu pergi tanpa membalasnya. Semoga hari ini perasaan Sevaro sudah membaik, sehingga Victoria tidak perlu takut hidupnya akan berakhir.


"Bagaimana menurutmu?"


Victoria menoleh. Sidern Neville berjalan ke arahnya dengan membawa sebuah pedang yang tergantung di pinggang.


"Tentang apa?" Gadis itu balik bertanya. Tangannya ia masukkan ke dalam kolam air mancur, membuat sedikit cipratan di sana.


"Taman Istana."


Sidern kini sudah berdiri tepat di samping adiknya. Lelaki itu turut memperhatikan kegiatan yang dilakukan Victoria.


"Biasa saja. Aku lebih suka Taman Nevius."


"Yah, Kau dan Duchy kesayanganmu," Sidern berucap malas.


"Tentu saja, itu kan rumahku. Memangnya Kakak?"


"Apa? Kenapa denganku?"


"Kakak kan lebih sayang perbatasan. Lima tahun pun Kau habiskan di sana. Lihat Aku, santai dan bermalas-malasan di rumah dengan nyaman."


Sidern menghembuskan napas panjang. Adiknya ini selalu saja menyinggung soal perbatasan dengan dirinya. Tak heran sih, mengingat gadis itu adalah orang yang pertama kali menentang kuat ketika dirinya hendak dikirim ke perbatasan sebagai Pemimpin Pasukan Kesatria Fajar.

Memang resikonya besar. Apalagi saat itu usianya baru menginjak tujuh belas tahun. Terlalu muda sebenarnya untuk menjadi pemimpin pasukan. Tetapi dibanding dirinya, pemimpin pasukan Kesatria Malam jauh lebih muda. Mengingat masa itu rasanya Sidern benar-benar bersyukur ia bisa kembali dengan selamat dan menyelesaikan konflik perbatasan dengan damai.


"Mana topeng mu? Kau sudah siap menunjukkan wajah cantikmu pada semua orang?"


Victoria menggeleng,
"Ada di sini," ia menunjuk saku yang ada di balik gaunnya. Tempat topengnya disimpan.


"Kakak mau ke mana?" Tanya Victoria sambil menunjuk pedang milik Sidern.


"Oh, Adik kecilku penasaran?"


"Tidak jadi."


Sidern tertawa lebar. Ia merangkul Adiknya yang kini sudah berdiri, membersihkan gaunnya yang sedikit kotor. Victoria memutar mata, Kakaknya ini masih saja memperlakukannya seperti anak kecil. Suka sekali menggoda dirinya.


"Aku ingin melakukan pemeriksaan harian pada pasukan ku," ucap Sidern sambil melepas rangkulannya. Beralih menggenggam tangan sang Adik. "Ayo ikut, Kau harus lihat betapa hebatnya Aku sebagai pemimpin."


Victoria tersenyum. Gadis itu menggeleng sekilas menanggapi rasa percaya diri Sidern yang terlalu tinggi,
"Baiklah, Aku ikut."


Mereka berdua berjalan bersama. Tujuan mereka adalah lapangan kesatria, tempat para kesatria berlatih. Di lapangan ini, semua pasukan kesatria berkumpul. Baik itu Kesatria Fajar maupun Kesatria Malam.


Duchess EllworthTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang