Entah bagaimana pria ini terlihat begitu menarik hati.
Bukan saja soal parasnya, melainkan juga sikapnya.
Memang tak bisa dikata pendiam, justru cenderung banyak bertanya walau sikap malu-malunya tetap kentara.
Cara bicaranya juga lucu.
"Emang kamu suka makan apa? Minuman juga sukanya apa?"
Yechan bisa memasak dan membuat semuanya jika diminta, tapi kalau disuruh bantu memilih menu ia bingung juga.
Cemberut, pria itu bahkan berkata bahwa tidak dulu ataupun sekarang, memilih mau makan apa pun jadi persoalan yang cukup susah, sering kali membuat resah.
"Aku suka daging. Uhm, kamu bisa masaknya?"
Yechan tersenyum. Tak merasa terhina, malah ia merasa pemuda ini begitu lugu karena bertanya begitu.
"Kok kamu bisa mikir aku ga bisa masak? Aku buka restoran ya minimal aku pasti tahu soal masak, walaupun ga seenak masakan chef di sini." Yechan tertawa setelah mengatakannya. Berharap sedikit lucu.
Mengangkat bahu, pemuda itu menjawab bahwa ia tak pernah melihat Yechan memasak sebelumnya. Bahkan dari hari pertama restoran ini buka, yang Yechan lakukan hanya mengawasi saja.
Aneh.
Penuturan yang cukup mengganjal.
"Kok kamu bisa tahu sedetail itu? Emang kamu sering dateng ke sini, ya?" Masalahnya, pria ini cukup menonjol, masa sih Yechan tak mengingat wajahnya sama sekali? Padahal ia sering datang walaupun ini hanya restoran cabang.
Memang benar, di sini ia tak pernah bekerja di dapur. Ia hanya datang, duduk, dan mengawasi. Terkadang mengobrol dan hanya membantu melayani.
"Sekedar tahu aja."
Mendengar itu, Yechan berdiri lalu menggulung lengan kemeja biru lautnya sampai siku. Pria berambut abu-abu itu hanya menatapnya penuh tanya. Tersenyum, Yechan menyuruhnya untuk duduk dan menunggu saja.
Tak banyak yang ia siapkan, lagipula pemuda itu juga bingung mau memesan apa.
Jadi, ia hanya akan menyajikan sajian sederhana, namun cukup spesial dalam perjalanan karirnya.