47

93 22 4
                                    

Semua hal aneh ini sebenarnya masih sering Yechan pertanyakan.

Apa ini mimpi? Atau ini sungguhan terjadi?

Bukan maksud meragukan, namun ini terlalu gila untuk menjadi kenyataan.

Jaehan, kekasihnya di masa lalu. Kekasihnya yang pernah ia lupakan bertahun-tahun lamanya. Kembali dengan bentuk yang sama, namun dengan keadaan yang jauh berbeda, kembali dengan cara yang tak pernah ia sangka.

Menamparnya dengan fakta bahwa hidup bahagianya hanya kepalsuan semata. Jika ia dibiarkan tanpa penanganan, mungkin ia sudah berakhir di rumah sakit jiwa.

"Makanya kamu ga boleh marah-marah  terus sama orang tua. Kalau mereka ga ngobatin kamu, kita ga mungkin ketemu lagi kaya sekarang."

Yechan cemberut, "Kalau aku gila, kamu ga mau datengin aku lagi gitu maksudnya?"

"Ya kalau kamu gila, apa kamu ga histeris kalau aku dateng? Udah gitu, kamu pasti ragu dan mikir kalau kamu cuma halu."

Intinya, apapun yang terjadi saat ini, itu karena keputusan dan juga kejadian di masa lalu.

"Tapi, kenapa kamu-" Yechan berhenti, ragu juga apakah ia harus bertanya atau terus menyimpan rasa ingin tahunya sendirian. Ia tak ingin Jaehan kembali terluka karena harus mengingat hal yang menyakitkan.

"Hm? Apa? Kok berhenti?"

Yechan menatapnya, dalam hati bertanya, 'kenapa kamu milih buat pergi waktu itu?'

Jaehan mungkin mendengarnya, karena Yechan melihat raut hantu itu berubah. Namun, hanya sesaat sebelum Jaehan mengalihkan pembicaraan dan pada akhirnya entah membicarakan apa, Jaehan mendekat, sebelum memeluknya erat.

"Jaehan?"

Namun, bukannya menjawab panggilannnya, Jaehan justru tersenyum dan menciumi wajah Yechan -yang ia berharap bukan pertanda buruk kali ini.

Hatinya gelisah, hanya saja ia tak kuasa menolak saat sosok Jaehan menggoda dengan cumbuan-cumbuan memabukkannya.

"J-Jae, apa ini ga apa-apa?" Yechan jelas ragu.

Yang sudah bisa ditebak bahwa Jaehan tak mungkin memberikan jawaban pasti.

Yechan mendesah, tak ingin melukai dengan bertanya lagi, ia pun mengikuti apa yang saat ini Jaehan ingini.

Jaehan masih menciumi pipi, rahang, dan juga bibirnya. Tangan halusnya bisa Yechan rasa. Basah juga lembut bibirnya mampu membuat Yechan terlena.

Dingin yang mendebarkan.

Jaehan tampak cantik, juga nyata. Setiap jengkal tubuhnya bisa Yechan sentuh dengan leluasa.

Bahkan desah napas yang tak pernah ia rasa pun kini menerpanya.

Yechan memejamkan mata, berharap ini bukan mimpi belaka.

"Yechan, liat aku ..."

Yechan membuka mata, namun bukannya tersenyum, justru air mata yang tiba-tiba mengalir di pipinya.

"Ini bukan terakhir kita ketemu, 'kan?" Karena saat ini Jaehan terlalu manusiawi, terlalu nyata di matanya. Harga yang harus dibayar pasti juga sangat tinggi.

Jaehan memiringkan kepala, mengusap air mata Yechan dan menggeleng pelan. Tak ingin Yechan terus menanyakan dan memikirkan.

"Malam ini, semua buat kamu. Jadi, jangan pikirin hal lain yang bikin kamu sedih. Cukup pikirin aku, aku yang sekarang masih di sini buat kamu."

My Jae✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang