Yechan itu pria yang sudah dikenal ramah, tapi sejak pagi, suasana hatinya semakin terlihat cerah sekali.
Ingin bertanya, tapi Sebin takut juga akan jawabannya.
Terakhir kali Yechan bercerita tentang Jaehan saja sudah merupakan hal yang janggal baginya. Belum lagi kejadian saat atasannya yang tiba-tiba tak sadarkan diri tanpa sebab yang pasti.
Namun, karena rasa hormat yang ia miliki, Sebin memutuskan untuk menyimpan sendiri.
Ia sudah cukup lama bekerja di sini -walau hanya paruh waktu, tapi Yechan sudah seperti keluarga baginya. Yechan bisa menjadi sosok adik yang manis, meski terkadang juga bersikap layaknya seorang bos yang tegas.
Melihatnya bahagia, Sebin tak ingin merusaknya.
"Mikirin apa, hyung?"
Sebin menoleh, mendapati sepupu Yechan yang sudah berdiri. Pria yang merangkap sebagai manajer restoran ini -Hyuk, menatapnya penuh tanya, sedikit curiga.
"Ga apa-apa."
Tapi, agaknya Hyuk tak percaya. Mata pria itu ikut menatap ke arah mana sedari tadi Sebin memandang.
Kening pria itu berkerut, rautnya cemberut. Namun, tak berlangsung lama, karena pada akhirnya Hyuk pergi juga setelah memberi peringatan padanya.
"Kerja yang fokus!"
"Iya, iya. Maaf ..."
Hyuk pergi dan Sebin menghela sebelum mengamati Yechan sekali lagi.
Seperti sebelumnya, bos-nya itu duduk di pojokan sendirian saja.
"Apa aku cerita ke Hyuk aja kali ya? Takutnya si Bos makin parah aja kalau dibiarin begini," gumam Sebin pada dirinya sendiri.
Akan tetapi, apa itu tidak membuat keluarga Yechan khawatir nanti?
Juga, bagaimana jika gara-gara dirinya, Yechan nanti di cap gila?
Seharian Sebin melayani pelanggan sembari terus berpikir keras. Agak bingung juga kenapa ia harus ikut memikirkan. Lihat saja Yechan? Bos-nya itu malah seakan tak peduli dengan banyaknya pandangan yang menghakimi.
Wah, kalau begini, tanpa Sebin beritahu pun pasti keluarga Yechan sendiri pasti akan segera menyadari.
Belum lagi jika tingkah laku bos-nya itu menakuti para pelanggan yang masuk ke sini.
"Kayanya emang aku harus ngasih tau Hyuk dulu deh."