Hyuk menjemput Yechan yang sudah menunggu di depan gerbang rumahnya. Pria itu terduduk, dengan kepala yang terus menunduk.
Tak banyak kata, Yechan hanya masuk, dan duduk di kursi belakang tanpa mengatakan apa-apa.
Sebin menoleh, ingin bertanya apa Yechan baik-baik saja, namun bibirnya mendadak tak mau terbuka. Bulu kuduknya sedikit meremang seolah ada yang baru saja melewati belakang kepalanya.
Mata Yechan juga terlihat sembab, sungguh hal yang belum pernah Sebin saksikan selama ia menjadi karyawan.
Lamanya perjalanan sedikit menjengkelkan. Belum lagi karena keheningan yang mulai memuakkan.
Sebin yang sebenarnya tak bisa diam mencoba menahan. Hyuk pun hanya fokus pada jalanan. Sampai mobil yang mereka naiki masuk ke dalam area makam.
Tak jauh Hyuk memarkirkan mobilnya. Tak ingin mengganggu setiap jasad yang tengah beristirahat di dalam sana.
Tak terkecuali satu nama, Kim Jaehan.
Tentu saja, langkah ketiganya terpaku saat melihat nama familiar yang terukir di atas nisan.
Orang ini sungguhan nyata dan pernah ada, pikir Sebin dalam keheningan.
Ada rasa sesak yang tiba-tiba menyeruak.
Anehnya, air matanya bahkan tak mampu keluar. Seolah tak diizinkan. Jaehan pasti hanya ingin Yechan lah yang terisak sendirian.
Hyuk pun menunduk dalam.
Sementara Sebin, kembali manik gelap dari pemuda bermahkota helaian coklat itu berkeliaran. Memindai setiap sudut, tak ada maksud.
Hyuk tampak dilanda kesedihan yang begitu dalam.
Suasan begitu hening, begitu sepi, bahkan suara binatang seakan tak berani menyela Yechan dari tangisan penyesalan.
Dan saat itu, menit ke berapa Sebin tak tahu juga, ia melihat sosok transparan tengah berdiri di sisi makamnya sendiri. Pria itu menatap Yechan dalam. Rautnya sarat akan kepiluan.
Apa itu Jaehan? Sosok Jae yang selalu Yechan ceritakan?
Sebin mundur selangkah, bersembunyi di belakang Hyuk tak lupa dengan rematan di lengan kemeja yang kini kusut tak beraturan.
Hyuk menoleh, ingin bertanya, namun ia lebih dulu merasakan. Hela lelah Hyuk desahkan, mulutnya terkatup rapat, namun hatinya berteriak memohon ampunan. Berharap Jaehan bisa memaafkan.
Seandainya ia lebih berontak lagi saat itu, mungkin ia bisa membantu. Meski tak banyak, ia mungkin bisa mencegah Kim Jaehan mengakhiri hidupnya.
Tapi, apa gunanya penyesalan? Ia bahkan tetap menyia-nyiakan waktu tanpa sedikitpun tindakan. Keadilan untuk Jaehan tetap terabaikan, jelas terlupakan.
Mungkin kegagalan Yechan soal percintaan selama ini juga salah satu pertanda, belum ada keikhlasan, juga karena masih ada ganjalan.
Tak hanya jiwa Jaehan yang masih ada di dunia, namun juga di hati Yechan yang paling dalam masih mengharap juga teringat.
Lama mereka berdoa, berdiri, juga membiarkan Yechan meluapkan isi hati, salah satunya adalah kemarahan pada dirinya sendiri.
Siang digantikan oleh senja. Langit kekuningan perlahan berubah kemerahan.
Namun, Yechan tak kunjung beranjak, ia ingin tinggal -katanya. Tentu saja, Hyuk tak mengijinkan.
Dibantu Sebin, Hyuk membawa sepupunya itu pergi. Ia berjanji akan datang lagi.
"Kita dateng lagi saat kita udah pantes. Saat kita udah ngelakuin yang terbaik buat dia. Kamu udah inget semua, 'kan? Jadi ... aku harap kamu ga diem aja sekarang."
Hyuk juga berjanji dalam hati, ia akan membantu Yechan kali ini. Entah bagaimana caranya, ia akan pikirkan itu nanti.