39

145 20 7
                                    

"Ini kok dari tadi cuma kita berdua di sini?" tanya Hyuk setelah menenangkan diri. Pria itu sudah mencuci muka dan siap untuk kembali bekerja. Namun, ia sadari jika tak ada karyawan mereka yang datang. Bahkan pelanggan.

Ini jam berapa? Kenapa sepi sekali.

Ditanya begitu, tentu Sebin langsung menepuk dahinya dan segera berlari ke depan. Tak lupa dengan teriakan, "Maaf, Hyuk! Aku lupa balik papannya!"

Sebin bahkan lupa mengabari teman-teman sesama karyawan.

Namun, kepalang tanggung. Sudah siang juga, dan Hyuk meminta Sebin untuk menutup restoran, hanya sementara. Mungkin hari ini saja.

"Loh! Emang kenapa? Kok tutup?"

"Libur aja dulu hari ini. Tapi, hyung kabarin aja yang lain biar pada tetep dateng, buat bersih-bersih aja."

Sebin menganggap jika tempat ini sudah bersih, tapi karena ini Hyuk yang mengatakan, ia tak bisa melakukan bantahan.

Terserah atasan saja lah, kan dia cuma bawahan. Lagipula, hitung-hitung beristirahat dari kesibukan.

"Oh, oke."

Tepat saat itu juga Yechan mengirimi Hyuk sebuah pesan, bertanya dimana jasad mantan kekasihnya bersemayam.

Hyuk menepuk bahu Sebin masih dengan ponsel yang tergenggam.

"Aku mau ke rumah Yechan. Hyung mau ikut?"

Ditawari  begitu, Sebin tentu mengangguk dengan semangat. Sudah begitu, ia cukup senang karena Hyuk sudah mulai santai saat berbicara dengannya. Tidak seperti sebelumnya, yang rasanya hanya ada garam saja yang terasa setiap kali pria itu berbicara.

Ternyata menguping juga ada manfaatnya.

Sebin terkekeh dalam hati saat memikirkannya.

Begitu ada satu dua karyawan yang datang, Hyuk pun menitipkan kunci restoran, berkata akan pergi sebentar karena ada urusan.  Sebin hanya nyengir sebelum mengekori sang atasan.

Tak banyak pertanyaan di antara para karyawan, sudah paham juga kalau Sebin lah yang paling dekat dengan Hyuk dan Yechan.






Hyuk duduk di belakang kemudi dan membawa mobilnya pergi. Sempat ada perdebatan karena Sebin yang dengan tak sopan duduk di belakang.

Dia pikir Hyuk itu supir?

Tapi, hanya sebentar pertengkaran itu terjadi. Setelahnya, mereka kembali biasa dan terus membicarakan  Yechan di sepanjang perjalanan.

"Apa kalau pergi ke makam, Jaehan bakal pergi, dan berhenti ngikutin Yechan lagi?"

Hyuk sesaat menoleh sebelum kembali fokus pada jalanan. Sejujurnya, ia tak tahu juga apa yang akan terjadi nanti.

Tapi, siapa yang tahu jika tak dicoba. Hanya saja, timbul satu lagi pertanyaan dari pria di sebelahnya.

Agak menjengkelkan, meski begitu Hyuk tak pernah bisa mengabaikan.

"Tapi, Yechan pasti sedih kan kalau Jaehan pergi?"

Sekelam apapun saat-saat terakhir mereka di masa lalu, tetap saja ada masa di mana keduanya menjalani hari-hari yang bahagia bersama.

Memikirkannya, Sebin merasa hatinya terluka.

Membayangkan Yechan yang menjalani hari dengan melupakan hal yang paling penting di hidupnya. Begitupun Hyuk yang tenggelam dalam lautan penyesalan dan rasa bersalah, lebih dari mereka berdua ... Jaehan adalah yang paling menderita.

Bertahun-tahun Jaehan menjadi jiwa yang tersesat, menunggu keadilan yang tak kunjung didapat ...

Memikirkannya saja sudah mampu membuat Sebin menitikkan air mata.

Dia tahu dunia itu tak adil, tapi kenapa bisa sekejam ini?

My Jae✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang