Jaehan.
Ya, Kim Jaehan adalah namanya.
Jaehan ingat dengan jelas, sejelas ingatan tentang Shin Yechan di kepalanya.
Hyuk benar. Ia hanya berpura-pura. Ia ... mengarang cerita. Ia memberi begitu banyak tipu daya.
Semua demi Yechan. Demi sebuah simpati, ia rela membohongi. Berharap akan setimpal dengan keadilan yang coba kembali ia dapatkan.
Shin Yechan ... pria itu adalah pria yang tega meninggalkannya, mengkhianatinya, bahkan melupakannya ...
Akan tetapi, Jaehan berani bersumpah bahwa rasa yang ia gaungkan tulus dari dalam hatinya. Tidak di masa lalu ataupun masa kini. Rasanya semua masih sama. Rasa yang ia miliki tak akan pernah terganti.
"Aku tau kamu ngarang-ngarang cerita ke Yechan. Buat apa, sih? Buat apa kamu datang ke sini lagi?"
Buat apa?
Buat apa, katanya ...
Sekali lagi Jaehan katakan, bahkan meski ia adalah pendusta, ia tak pernah berbohong pada Yechan soal perasaannya. Perasaannya masih tulus, setulus saat Yechan membuangnya dulu. Ia bahkan masih memberi seluruh hati di saat Yechan bahkan tak ingat wajah dan namanya saat ini. Seolah mereka tak pernah bertemu di masa lalu.
Mungkin memang benar, ada sisi lain dari dirinya yang ingin Yechan merasakan apa itu kehilangan. Perasaan hancur seperti yang pernah ia rasakan. Kehancuran yang ia bawa sampai ke kematian.
"Ga cukup bohong sama Yechan, kamu bahkan manfaatin siapapun yang namanya Hwichan." Hyuk berdecih, "Ditolong apanya? Tak ingat apanya? Semua yang kamu lakukan ini sebenarnya untuk apa? Yechan sudah dihukum berat, dan kamu masih belum merasa cukup melihatnya menderita?!"
Jaehan jelas langsung mendongak, menyanggah segala tuduhan yang Hyuk layangkan. "Aku ga bohong soal Hwichan! Aku juga ga bohong soal lupa semua ingatan untuk beberapa bulan atau tahun, entahlah ... "
Tentu, Hyuk tak peduli dengan Hwichan ataupun fakta tentang amnesia yang terjadi pada Jaehan, karena ia hanya ingin tahu bahwa tuduhannya yang terakhir adalah benar adanya.
Kim Jaehan kembali untuk membuat Yechan menderita.
"Jangan bilang apapun sama Yechan, Hyuk. Please ... "
Hyuk mendengus pelan. Ia dulu merasa sedih juga atas kematian Jaehan. Tapi, ia bahkan tak menyangka jika arwah pria ini masih ada di dunia, padahal ini bukan lagi tempatnya.
"Aku bakal kasih kamu kesempatan. Pamitan baik-baik dan pergi juga baik-baik. Cukup, Jaehan ... kamu ga tau kan gimana depresinya Yechan waktu tau kamu pergi? Kamu ga tau kan gimana perjuangan kita semua yang nyari cara biar Yechan bisa lupa dan mau kembali ke dunia nyata?"
Depresi? Yechan?
Jaehan tak lagi mengatakan apapun. Yang ada hanya rasa tak percaya yang tergambar jelas dalam rautnya. Ia masih tetap di tempat sampai Hyuk pergi setelah sekali lagi mengusirnya.
Ia masih tetap duduk di sana hingga matahari tiba, meninggi, dan mulai menyengatnya dengan panas yang sebenarnya tak lagi mengganggunya.
Tangannya terkepal, lalu tak lama ia berdiri, dan sosoknya perlahan menghilang bersamaan dengan lonceng yang berbunyi.
Yechan datang.
"Tumben dateng pagi-pagi, Bos?" sapa Sebin yang datang setelah Hyuk masuk ke dalam ruangan.
Namun, Yechan yang biasa ramah sekarang tampak tak senang dan langsung pergi ke belakang, tempat di mana Hyuk sedang berdiri dan melamun sendiri.
Tentu saja Sebin tak menyia-nyiakan kesempatan dan langsung mengekor di belakang sang atasan.
"Hyung!"
Hyuk menoleh, "Mm?"
"Hyung yang nyuruh Jehyun ke apartemen?"
Yechan terlihat tak suka. Bukan apa-apa, tapi karena Jehyun ada di sana, Jaehan jadi tak mau kembali padanya, dan itu membuat Yechan hampir gila.
"Iya. Biar kamu sadar dan ga lagi terikat sama orang yang udah mati! Kamu sadar ga, sih? Kamu bakal celaka kalau berurusan sama jiwa yang harusnya udah ga ada lagi di dunia!"
Yechan terdiam, mundur selangkah dengan kalimat tanya yang hanya bisa terlontar di dalam kepalanya.
Sampai suara Hyuk kembali terdengar membuat tanda tanya di kepala Yechan semakin membuatnya kebingungan.
"Di sini yang lupa segalanya itu bukan Jaehan, tapi kamu, Yechan ..."
Yechan sendiri yang banyak melupakan hal-hal yang tak seharusnya ada dalam ingatan.