"Apa Jaehan bakal tenang di sana kalau liat kamu kaya gini?"
"Apa kamu pikir Jaehan juga ga mau sama kamu terus?"
"Apa kamu pikir, kamu sendiri aja yang menderita?"
"Apa kamu pikir Jaehan ga berharap kamu buat cegah dia waktu mau bunuh diri di masa lalu?"
"Apa kamu juga ga berpikir kalau selama ini Jaehan selalu berharap kalian bisa bersama lagi suatu hari nanti?"
Ya, tamparan demi tamparan Yechan dapatkan dari sang sepupu saat melihatnya terpuruk sendirian di rumahnya berhari-hari, bahkan berminggu-minggu setelah kepergian Jaehan hari itu.
Semua kata yang Hyuk lontarkan membuat Yechan tersadar. Ia sudah menyia-nyiakan kesempatan yang Jaehan berikan.
"Bahkan sebelum kamu, Jaehan udah lebih dulu menderita! Kamu pikir dia ninggalin kamu karena kamu ga penting? Pikir, Chan! Dia masih cinta sama kamu bahkan setelah apa yang udah dia laluin selama ini, dan sekarang ... kamu milih buat ngancurin diri sendiri kaya gini?!"
Seharusnya dia lebih bahagia dengan ingatan barunya. Dulu ia bahagia tanpa ada Jaehan di kepalanya, sekarang memorinya sudah penuh dengan kenangan yang Jaehan tinggalkan. Tapi, justru ini yang ia lakukan?
"Sekarang dia lihat dan ngawasin kamu pasti, dan apa kamu ga kebayang gimana sedihnya Jaehan waktu liat kamu cuma ngurung diri di kamar ini?"
***
Butuh waktu beberapa hari setelah suara Hyuk yang terus menceramahinya dari balik pintu waktu itu.
Butuh banyak penyesalan hingga Yechan akhirnya tersadar dari ketololan.
Hyuk dan Sebin bergantian melihat keadaan karena hanya mereka yang tahu dan percaya bahwa Yechan begini karena Jaehan yang datang lalu pergi untuk kedua kali.
Kedua orang tuanya juga sama sering berkunjung walau pintu tetap ia tutup rapat-rapat.
Dan di hari ke tujuh, barulah Yechan mau keluar untuk menghadapi hari yang baru.
Matanya masih sayu, namun senyumnya sudah mengembang tulus saat menyapa karyawan juga pelanggan di restorannya saat itu.
Sakit adalah alasan terbaik yang bisa ia berikan sebagai penjelasan atas ketidak-hadiran. Semua turut mendoakan.
Hatinya masih kosong, akan tetapi ia berjanji akan hidup bahagia dan terus mengisi kekosongan dengan mengunjungi makam Jaehan.
Tak lama, hanya beberapa menit di sana. Yechan pun hanya duduk sembari menatap nisan yang masih cantik walau sudah termakan usia.
Sama seperti pemiliknya.
Yechan tersenyum sendiri saat membayangkan mereka menua bersama. Namun, secepat itu juga senyumnya menghilang begitu sadar bahwa kini hanya tinggal dirinya saja yang masih bernyawa.
Tangisan mulai menggantikan senyuman.
Tak hanya menangisi Jaehan, Yechan juga sering menceritakan keluh kesahnya, isi hatinya, dan rasa lelahnya.
Anehnya, setiap pulang dari sana, Yechan merasa lega. Hangat yang pernah ia rasa perlahan kembali hadir dalam hidupnya.
Seringkali Yechan bertanya pada kosong yang menemaninya, "Kim Jaehan, apa kamu ga mau nemenin aku di sini?"